Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Toleransi dalam Bingkai Budaya Lampung, Warisan yang Menyatukan

June 3, 2025 06:31
IMG-20250603-WA0022

Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)

Tabik Pun!

HATIPENA.COM – Di tengah keberagaman Indonesia, masyarakat adat Lampung menyimpan nilai-nilai luhur yang mengajarkan pentingnya hidup berdampingan secara damai. Salah satu nilai itu adalah toleransi, sikap menghargai perbedaan, menjaga keharmonisan, dan membangun kerukunan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam bingkai budaya adat Lampung, toleransi bukan sekadar jargon, melainkan telah menjadi praktik nyata sejak dahulu kala, diwariskan dari generasi ke generasi melalui adat, tradisi, dan petuah leluhur.

  1. Falsafah Adat sebagai Pondasi Toleransi
    Budaya Lampung mengenal falsafah Pi’il Pesenggikhi, yang berarti menjaga harga diri dan menghormati orang lain dalam pergaulan sosial. Falsafah ini menjadi landasan utama untuk bersikap saling menghargai, tidak merendahkan, dan tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain.
    Selain itu, nilai-nilai seperti sai betik (hidup dalam kebaikan dan keharmonisan) dan sakai sambayan (tolong-menolong dan solidaritas) menjadikan toleransi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungan antarindividu maupun antarkelompok.
  2. Toleransi dalam Praktik Kehidupan Sehari-hari
    Dalam masyarakat Lampung, toleransi diwujudkan dalam berbagai bentuk nyata:
    • Kehidupan Antaragama yang Damai
    Di desa-desa maupun kota, masjid, gereja, dan tempat ibadah lain berdiri berdampingan. Warga saling menghormati waktu-waktu ibadah dan kegiatan keagamaan, bahkan sering terlibat sebagai tamu atau tenaga bantu saat ada perayaan keagamaan tetangga.
    • Gotong Royong Lintas Suku dan Agama
    Ketika ada kegiatan membangun rumah, membersihkan lingkungan, atau hajatan adat, warga dari latar belakang berbeda saling membantu tanpa membedakan asal-usul.
    • Pesta Adat yang Terbuka untuk Semua
    Dalam perayaan adat seperti cangget, ngambik balak, atau begawi, semua warga, baik pendatang maupun pribumi, dapat hadir dan turut serta. Ini menciptakan rasa memiliki dan mempererat tali persaudaraan.
    • Menghindari Sifat Memaksakan
    Dalam budaya Lampung, tidak etis memaksakan pendapat, agama, atau kebiasaan kepada orang lain. Seseorang dianggap bijak bila mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan tetap menghargai batas-batas budaya.
  3. Peran Tokoh Adat dan Keluarga dalam Menanamkan Toleransi
    Tokoh adat dan orang tua di Lampung berperan penting dalam mendidik generasi muda tentang pentingnya toleransi. Sejak kecil, anak-anak diajarkan untuk tidak mengejek perbedaan, tidak mencela adat orang lain, dan menjaga sopan santun dalam pergaulan.
    Dalam musyawarah adat pun, keputusan diambil secara mufakat dan mempertimbangkan kepentingan bersama, bukan sekadar suara mayoritas.
  4. Toleransi Sebagai Kekuatan Sosial
    Toleransi dalam budaya Lampung tidak hanya menciptakan ketentraman, tapi juga memperkuat identitas masyarakat. Di saat konflik berbasis agama dan etnis menjadi ancaman di banyak tempat, masyarakat Lampung menunjukkan bahwa harmoni bisa dibangun dengan saling pengertian dan penghormatan.
    Keberagaman warga Lampung hari ini, baik dari suku Jawa, Sunda, Bali, Bugis, hingga pendatang lain, menjadi bukti bahwa adat Lampung bersifat inklusif dan mampu merangkul semua.
  5. Tantangan dan Harapan di Era Modern
    Globalisasi, media sosial, dan polarisasi politik menjadi tantangan baru bagi nilai-nilai toleransi. Oleh karena itu, revitalisasi nilai-nilai adat dalam pendidikan formal dan informal sangat penting. Sekolah, keluarga, dan media lokal diharapkan menjadi wadah penyebaran nilai-nilai toleransi khas Lampung.
    Adat bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi bisa menjadi pedoman moral menghadapi masa depan.

Toleransi dalam budaya adat Lampung adalah warisan kebijaksanaan leluhur yang masih sangat relevan. Ia mengajarkan bahwa perbedaan adalah kekayaan, bukan ancaman.

Dengan menjadikan falsafah adat sebagai pedoman hidup, masyarakat Lampung telah membuktikan bahwa kerukunan dan damai bukan utopia, melainkan kenyataan yang lahir dari kesadaran kolektif dan penghormatan satu sama lain.

Karena sejatinya, Lampung bukan hanya tempat beragam suku tinggal, tetapi tanah di mana semua dihargai, diterima, dan hidup berdampingan dalam semangat sai betik. (*)