Anto Narasoma
Penulis dan Penyair
HATIPENA.COM – Menulis puisi memang tidak sulit dan tak pula gampang. Hanya saja, untuk masuk ke dalam substansi itu, kita harus mampu menangkap ide yang dikembangkan dari segala unsur yang ada di dalam tipografi puisi (bentuk estetikanya).
Maka untuk menciptakan struktur bentuk, kita membutuhkan ide dan gagasan dari kuar diri kita, sehingga kita dapat menghadirkan stanza dalam penataan baris puisi.
Dengan demikian kita dapat menghadirkan karya yang penuh dengan unsur makna, sehingga mampu meningkatkan nilai estetika sesuai struktur bentuk puitika.
Memang, sebelum kita menulis puisi ketika mendapat ide di luar diri kita, yang paling penting harus diendapkan terlebih dahulu.
Endapan emosi kita sebagai penyair, terkadang dapat melahirkan karya paling fenomenal karena kematangan ide setelah mengalami proses pengendapan imajinasi.
Sebab imajinasi merupakan gambaran mental yang kita hasilkan dari perasaan (emosi dan pikiran). Dengan cara mengendapkan ide terlebih dahulu, maka nilai kata-kata yang kita pilih dapat membangkitkan sensorik bagi pembaca.
Imajinasi itu merupkan gambaran mental yang kita hasilkan melalui kata-kata.
Tentu saja kata-kata yang dimaksud adalah ruang luas untuk menggugah pengalaman sensorik pembaca. Maka inilah kesan feel (rasa) yang dapat menghadirkan getaran sensorik bagi pembaca kita (intrinsik).
Namun sebelum kita melaju ke ruang-ruang estetika lebih mendalam, penyair juga perlu memahami segala unsur yang terdapat di dalam struktur tipografi.
Sebab, di dalam unsur puisi, ada delapan item yang sangat mendukung tujuan karya tersebut. Pertama imajinasi. Kedua rima dan irama, kemudian metapora dan simbol-simbol dalam objek puisi.
Keempat, diksi. Diksi merupakan unsur paling penting untuk membangun kata dan kalimat yang estetis, sehingga sangat tepat untuk menyampaikan nuansa emosi dan gagasan yang kita lahirkan dari pikiran (thought) dan perasaan (feel).
Sedangkan tipografi merupakan bentuk puisi yang berisi penataan kata, dengan baris-baris kalimat puitik secara visual. Dengan penataan kata pilihan (diksi) diharapkan dapat membangun makna secara estetika.
Perlu juga kita pahami bahwa ruang aliterasi dan asosnansi. Apakah dua kata itu?
Aliterasi dan asosnansi merupakan pengulangan bunyi konsonan atau vokal, untuk menciptakan efek suara yang menarik ketika puisi itu dibacakan.
Menurut Ralph Waldo Emerson, hakikat puisi itu terdiri dari empat komponen, sense (tema atau arti), feeling atau arti, serta tone (nada) dan tujuan makna puisi (intention).
Karena itu puisi hanya dapat dipahami melalu pendekatan kejiwaan dan pendekatan falsafah. Dikotomi seperti ini dapat kita kuak melalui pendekatan ekstrinsik dan instrinsik.
Sebab baris-baris kalimat sangat bersentuhan dengan lapis-lapis ekstrinsik (unsur ide di luar diri penyair) serta intrinsik (kemampuan menangkap ide dan gagasan di dalam dirinya).
Karena itu penyair yang baik akan melakukan pendekatan ide dan gagasannya melalui sisi hakikat dan metode (unsur penciptaan kata-kata).
Perlu juga kita pahami unsur metode puisi itu ada lima komponen penting, antara lain, diction, imagery, the concrete word, figuratif lenguage, dan rythm and rime. (Korrie Layun Rampan : halaman 64 buku Perjalanan Sastra Indonesia 1983).
Jadi, terkait permasalahan feeling seperti diungkap di bagi pendahuluan, sikap penyair untuk menghadirkan segala unsur penting di dalam tipografi puisinya dapat membangun pokok persoalan yang terdalam yang sepadan dengan nilai rasa (feel).
Dalam kaitan ini, penyair memiliki sikap tertentu dalam pandangannya menelaah ide, pendataan (diendapkan terlebih dahulu), dan watak estetik ketika akan mengembangkan ide dasar saat menangkap ide tersebut untuk dialokasi menjadi puisi bernuansa intrinsik dan ekstrinsik yang bernilai. (*)
Palembang, 3 Juni 2025