Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)
Tabik Pun!
HATIPENA.COM – Adat istiadat merupakan salah satu unsur penting dalam kebudayaan suatu masyarakat yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya, dan spiritual. Bagi masyarakat Lampung, adat istiadat bukan sekadar tradisi turun-temurun, melainkan fondasi hidup yang membentuk identitas kolektif.
Adat Saibatin dan Pepadun sebagai dua sistem sosial utama dalam masyarakat Lampung meliputi struktur sosial, tata upacara, hukum adat, bahasa, hingga etika bermasyarakat.
Dalam konteks perubahan zaman yang serba cepat, warisan budaya ini menghadapi tantangan besar untuk tetap eksis dan relevan. Oleh karena itu, pembahasan mengenai “Upaya Melestarikan Warisan Budaya” menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai luhur tersebut tidak hilang ditelan arus modernisasi.
Relevansi judul ini sangat kuat dalam konteks globalisasi dan homogenisasi budaya yang terjadi saat ini. Di tengah arus budaya luar yang begitu deras masuk ke Indonesia melalui media digital, masyarakat lokal, khususnya generasi muda, mulai kehilangan keterikatan dengan nilai-nilai adat.
Banyak yang tidak lagi mengenal struktur adat, bahasa daerah, dan makna simbolik dari berbagai ritual dan upacara adat. Jika kondisi ini dibiarkan, maka budaya Lampung berisiko mengalami “kepunahan makna,” di mana adat masih dijalankan secara fisik, namun kehilangan roh dan tujuannya.
Selain itu, upaya pelestarian warisan budaya sangat berperan dalam memperkuat identitas lokal dan memperkokoh ketahanan budaya bangsa. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, disebutkan bahwa pelestarian budaya merupakan tanggung jawab bersama antara negara dan masyarakat. Oleh karena itu, refleksi dan strategi pelestarian menjadi tema yang sangat aktual dan relevan.
Adat istiadat Lampung memiliki fungsi sosial yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Nilai-nilai seperti piil pesenggiri (harga diri), nemui nyimah (ramah tamah), sakai sambayan (gotong royong), dan nengah nyampur (keterbukaan) adalah pedoman etika dalam berinteraksi sosial.
Dalam pernikahan, musyawarah adat, penyelesaian sengketa, hingga pola komunikasi dalam komunitas, nilai-nilai ini menjadi dasar dalam membangun hubungan yang harmonis.
Praktik-praktik seperti upacara khitan, begawi (pernikahan adat), dan naik pangkat adat masih dijalankan oleh sebagian masyarakat Lampung sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan cara mempererat hubungan kekeluargaan. Dalam konteks ini, adat istiadat bukan hanya warisan, melainkan “alat hidup” yang membentuk struktur sosial masyarakat dan menjadi penanda identitas.
Sayangnya, keterlibatan generasi muda dalam pelestarian adat istiadat Lampung belum menunjukkan tren yang menggembirakan. Banyak anak muda lebih akrab dengan budaya populer global dibandingkan dengan budaya lokalnya sendiri.
Mereka mengenal budaya Korea, Barat, atau budaya urban metropolitan, namun tidak mengetahui makna di balik kain tapis, urutan gelar adat, atau filosofi piil pesenggiri.
Faktor penyebabnya antara lain adalah kurangnya edukasi budaya di sekolah, minimnya dokumentasi budaya lokal yang mudah diakses, serta citra bahwa budaya tradisional adalah “kuno” dan tidak sesuai dengan zaman.
Padahal, jika dikemas dengan pendekatan yang kontekstual dan modern, budaya lokal bisa menjadi sumber inspirasi dalam seni, mode, musik, bahkan gaya hidup.
Beberapa tantangan utama yang dihadapi dalam pelestarian budaya Lampung adalah:
- Globalisasi dan Media Sosial
Arus globalisasi membuat budaya luar lebih cepat dikenal daripada budaya lokal. Media sosial lebih sering mempromosikan tren luar negeri ketimbang nilai-nilai adat lokal. - Kurangnya Regenerasi dalam Struktur Adat
Banyak anak muda tidak tertarik untuk menjadi bagian dari struktur adat, baik sebagai pemuda adat maupun pelaku ritual. Akibatnya, terjadi kekosongan generasi dalam pewarisan tradisi. - Komersialisasi Budaya
Beberapa aspek adat mulai dipakai hanya sebagai ornamen dalam kegiatan wisata atau seremoni resmi, tanpa penghayatan nilai-nilai spiritual dan sosial di dalamnya. - Alih Fungsi Ruang Adat
Perubahan tata ruang dan urbanisasi telah menggeser tempat-tempat sakral menjadi wilayah pembangunan, menyebabkan banyak tempat adat kehilangan fungsi sosial dan spiritualnya.
Saran Strategis
- Edukasi dan Kurikulum Budaya Lokal
Pendidikan formal perlu memasukkan materi budaya lokal sebagai bagian dari kurikulum wajib. Kegiatan ekstrakurikuler seperti sanggar seni, pelatihan bahasa Lampung, dan studi adat dapat meningkatkan pemahaman generasi muda. - Digitalisasi Warisan Budaya
Masyarakat adat dan pemerintah harus aktif mendokumentasikan dan mempublikasikan adat istiadat melalui platform digital, termasuk YouTube, podcast, dan media sosial. Ini bisa dilakukan dengan menggandeng konten kreator lokal. - Revitalisasi Fungsi Ruang Adat
Perlu ada perlindungan ruang-ruang budaya seperti balai adat, makam leluhur, dan panggung begawi sebagai situs budaya hidup. Pemerintah harus menetapkan kawasan tertentu sebagai cagar budaya yang aktif. - Inovasi Budaya oleh Generasi Muda
Anak muda perlu diberi ruang untuk berkreasi dengan budaya lokal, misalnya dalam desain busana tapis modern, musik etnik kontemporer, atau festival adat yang kreatif. Ini akan menciptakan kebanggaan baru terhadap budaya Lampung. - Kolaborasi Antar-Institusi
Sinergi antara lembaga adat, pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu dibangun untuk menciptakan program pelestarian budaya yang berkelanjutan dan inklusif.
Melestarikan adat istiadat masyarakat Lampung bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga strategi untuk memperkuat jati diri bangsa. Warisan budaya bukan sekadar kenangan masa lalu, melainkan sumber nilai dan kekuatan sosial dalam menghadapi masa depan.
Dalam masyarakat Lampung, adat adalah pedoman hidup, bukan sekadar simbol seremonial. Oleh karena itu, upaya pelestarian harus dilakukan secara sistematis, strategis, dan kolaboratif dengan melibatkan semua lapisan masyarakat, terutama generasi muda sebagai pewaris utama kebudayaan.
Dengan begitu, adat istiadat tidak hanya bertahan, tetapi juga hidup, berkembang, dan memberi makna bagi generasi masa kini dan yang akan datang. (*)
Daftar Pustaka
• Abdurrahman, Dudung. (2021). Adat dan Modernitas di Indonesia: Studi Kritis atas Transformasi Nilai Budaya Lokal. Jakarta: Gramedia.
• Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung. (2020). Pedoman Pelestarian Budaya dan Adat Istiadat Lampung. Bandar Lampung.
• Suryadinata, Leo. (2019). Kebudayaan dan Identitas Lokal di Era Globalisasi. Yogyakarta: Ombak.
• Zainal Abidin. (2014). Nilai-nilai Piil Pesenggiri dalam Kehidupan Masyarakat Lampung. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.