HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Writer’s Block: Antara Kursor Kedip, Cucu Tanaya, dan Deadline yang Galak

August 21, 2025 12:37
IMG-20250821-WA0033

Wijaya Kusumah/Omjay

HATIPENA.COM – Pernahkah Anda duduk manis di depan laptop, layar putih kosong, kursor berkedip-kedip, tapi otak seperti habis disedot alien? Itulah yang dinamakan writer’s block. Sebuah kondisi misterius yang cuma menyerang penulis, mahasiswa skripsi, blogger, jurnalis, dan kadang pejabat yang disuruh bikin laporan pertanggungjawaban.

Writer’s block ini aneh. Bukannya nggak mau nulis, tapi otaknya nge-lag. Ibarat HP jadul, layar hidup tapi muter-muter terus. Parahnya lagi, makin dipaksa mikir, makin melantur pikiran.

Saya kasih contoh nyata: Omjay, sang Guru Blogger Indonesia. Seorang penulis ulung yang sudah ribuan kali menekan tombol publish di blog, ratusan artikel naik di media, bahkan bukunya pun berderet. Tapi tetap saja, kadang Omjay kena “penyakit menular” bernama writer’s block ini.


Gejala Writer’s Block Ala Omjay

Writer’s block itu ibarat flu—gejalanya bisa dikenali. Dan kalau sudah kena, yang ada malah jadi drama. Gejalanya antara lain:

  1. Laptop sudah dibuka, tapi malah buka YouTube.
    Niat awalnya mencari inspirasi menulis, eh keasyikan nonton video Tanaya lagi main kucing. Tiba-tiba, sudah satu jam berlalu, artikel masih kosong.
  2. Sibuk baca WA grup PGRI.
    Alih-alih nulis artikel pendidikan, Omjay malah terjebak di grup alumni, grup pengurus, grup guru SMP, grup guru SMA, bahkan grup “izin menyimak”. Saking banyaknya, kalau semua grup Omjay bunyi, suaranya bisa jadi musik dangdut koplo.
  3. Kursor kedip-kedip jadi hiburan.
    Penulis normal akan panik melihat layar kosong. Tapi kalau writer’s block sudah parah, penulis malah bengong, nonton kursor kedip-kedip kayak nonton sinetron: penuh harapan tapi tak ada kelanjutan.
  4. Gangguan eksternal: Cucu Tanaya.
    Baru dapat ide emas, tiba-tiba cucu kesayangan datang sambil bilang,

“Kong Omjay, ayo main masak-masakan.”
Lah, gimana mau nulis artikel serius kalau tiba-tiba harus jadi chef abal-abal di dapur mainan?


Isi Kepala Penulis Saat Writer’s Block

Pikiran penulis yang kena writer’s block itu random banget. Misalnya Omjay, saat duduk mau nulis tentang pendidikan, otaknya malah jalan-jalan ke tempat absurd:

“Kalau Pegadaian bisa nabung emas, bisa nggak ya nabung ide?”

“Kenapa nasi goreng disebut nasi goreng, padahal ada yang bikinnya nggak digoreng tapi di-tumis?”

“Kalau saya nulis tentang guru, apa ada pejabat yang baper?”

“Kalau Tanaya jadi penulis, apakah dia juga bakal kena writer’s block?”

Jadi jangan heran kalau tulisan yang niatnya serius bisa tiba-tiba melenceng jadi lucu.


Trik Omjay Melawan Writer’s B. Sebagai penulis kawakan, Omjay sudah punya “jurus andalan” untuk melawan kebuntuan ide. Jangan bayangkan jurus ini sakti, karena sebagian lebih cocok disebut ngakalin daripada solusi.

Writer’s Block vs. Kehidupan Nyata

Writer’s block itu sebenarnya bagian dari hidup penulis. Dan kalau dipikir-pikir, writer’s block itu mirip dengan kehidupan sehari-hari guru.

Guru juga sering menghadapi “block” saat murid-murid bengong nggak paham pelajaran.

Aktivis PGRI pun sering menghadapi “block” ketika kebijakan pemerintah bikin bingung.

Kakek pun bisa kena “block” saat cucunya nanya pertanyaan filosofis:

“Kong, kenapa langit warnanya biru?”
Padahal Omjay baru saja mau jawab soal artikel.

Jadi sebenarnya writer’s block bukan musuh, tapi teman yang kadang datang buat nguji kesabaran.

Kata Omjay: Menulislah dengan Hati

Omjay selalu bilang, “Menulislah dengan hati, bukan dengan ChatGPT.”
Kalau hati lagi kosong, ya wajar kalau writer’s block datang. Tapi justru di situ tantangannya: bagaimana kita menyalakan kembali semangat.

Omjay sering menasihati murid-muridnya, “Kalau buntu, tulis saja apa yang ada di depan mata. Bahkan cerita tentang cucu yang ngajak main pun bisa jadi artikel.”

Dan lihatlah artikel ini: lahir dari writer’s block, tapi malah jadi panjang.

Kesimpulan: Jangan Kalah Sama Kursor. Writer’s block itu memang ngeselin. Tapi jangan sampai bikin kita menyerah. Ingatlah, kursor yang cuma bisa kedip-kedip aja tetap bekerja dengan setia. Masa penulis kalah sama kursor?

Jadi kalau Anda sedang buntu, ingatlah kisah Omjay:

Lagi pengen nulis, tapi malah main sama cucu.

Lagi serius cari inspirasi, malah sibuk baca grup WhatsApp.

Lagi niat bikin tulisan penting, malah ketawa lihat kursor berkedip.

Akhirnya tulisan tetap jadi. Panjang pula.

Karena pada akhirnya, writer’s block hanyalah jeda. Setelah jeda, penulis akan kembali menulis. Kalau Omjay bisa, Anda pun pasti bisa.

Jangan lupa, menulislah dengan hati. Kalau nggak ada ide, tulis aja kursor kedip-kedip. Itu pun bisa jadi bahan.