Asrul Sani Abu
Alumnus Lemhannas RI | Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan ALFI Sulselbar.
HATIPENA.COM – Kemarin, di Istana Negara, di bawah langit merah putih yang berkibar anggun ditiup angin kemerdekaan, saya menerima sebuah buku yang diberikan kepada para tamu istana dalam sebuah group media sosial. Sebuah Buku Kerja Sang Presiden 2025.
Ia bukan sekadar lembar laporan, bukan pula sekadar angka yang tersusun rapi. Buku itu hadir sebagai pesan, sebuah janji. Janji tentang masa depan rakyat. Janji tentang arti merdeka yang sejati.
Buku ini hadir bukan sebagai statistik semata, melainkan sebagai refleksi perjalanan panjang sebuah bangsa yang terus berjuang mewujudkan cita-cita para pendiri negeri dari hasil program kerja sang presiden bersama para menterinya.
Lembar demi lembar, buku itu membuka harapan baru bangsa yang berusaha untuk maju.
Buku ini menuliskan tentang Program Makan Bergizi Gratis, yang ditulis sudah menjangkau tiga puluh dua juta anak sekolah dan santri, dengan cita-cita menggapai tujuh puluh delapan juta jiwa pada 2027.
Tentang Cek Kesehatan Gratis, yang menyentuh tiga puluh lima juta rakyat, dari detak jantung bayi dalam kandungan, hingga langkah renta para sesepuh bangsa.
Tentang Tiga Juta Rumah Rakyat, lima ratus lima puluh ribu unit hunian sederhana yang bukan hanya dinding dan genteng, tetapi juga ruang untuk menumbuhkan mimpi dan cita.
Buku sang presiden juga menulis tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi Merah Putih, yang melahirkan delapan ribu dua ratus koperasi baru, menopang tiga juta pelaku usaha kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi bangsa.
Buku itu juga membahas keberhasilan ketahanan pangan yang digagas sang menteri pertanian terbaik Amran Sulaiman dengan tujuh ratus ribu hektar lahan baru yang akan terus diperluas hingga dua juta hektar pada tahun 2029.
Dan tentang Indonesia yang kini lebih tegak berdiri di panggung dunia. Menjadi anggota penuh BRICS bergabung dengan Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, dan kekuatan ekonomi baru lainnya, selain USA tentunya.
Semuanya adalah pijakan menuju bangsa yang lebih berdaulat, lebih sejahtera, lebih berdaya saing.
Luka yang Masih Menganga
Namun, di balik buku catatan manis itu, saya melihat luka yang belum terobati.
Kepercayaan rakyat yang kian rapuh bagai tulang yang mulai mengikis perih dan peluh.
Dua bayang-bayang masih menyelimuti negeri ini yaitu budaya korupsi yang belum juga sirna, dan hukum yang belum tegak dengan adilnya.
Rakyat bisa bersabar menanti rumah. Bisa menunggu jalan. Bisa menanti hasil panen dari lahan baru. Tetapi rakyat sulit bersabar ketika rasa keadilan dirampas dari dada mereka. Karena tanpa keadilan, semua pembangunan hanyalah catatan indah di atas kertas, bukan kenyataan yang hidup di hati kita semua.
Merdeka yang Sejati
Bagi kami, kemerdekaan sejati bukan sekadar bebas dari penjajahan asing.
Merdeka adalah bebas dari belenggu korupsi.
Bebas dari ketidakadilan.
Bebas dari hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Program makan bergizi akan memberi tenaga. Rumah rakyat akan memberi tempat berteduh. Koperasi akan memberi penghidupan. Namun hanya tegaknya keadilan dan hadirnya kebijakan yang benar-benar menyentuh nadi rakyat seperti penghapusan denda pajak yang meringankan masyarkat, bantuan langsung yang tepat sasaran, lapangan kerja yang terbuka, dan pendidikan yang selaras dengan kebutuhan zaman yang akan memberikan harga diri sejati bagi bangsa ini.
Dan, akhirnya ketika saya menutup Buku Kerja Edisi 17 Agustus 2025, dua wajah masa depan tampak jelas di hadapan saya.
Wajah penuh harapan: rakyat yang lebih sehat, lebih sejahtera, lebih berdaya.
Wajah penuh tantangan: kepercayaan yang harus dipulihkan, budaya korupsi yang harus dibasmi, hukum yang harus benar-benar tegak, tanpa pandang bulu.
Pada akhirnya, merdeka bukan hanya kata yang kita pekikkan setiap tahunnya.
Merdeka adalah rasa yang bersemayam di hati rakyat, ketika mereka yakin negara berdiri untuk mereka, melindungi mereka, dan berlaku adil bagi semua tanpa kecuali, semua sama rata.
Indonesia memang sudah lama merdeka.
Tetapi tugas kita hari ini adalah memastikan bahwa rakyat benar-benar merasa merdeka.
Dan pertanyaan itu, hingga kini, masih menggema di hati kita semua. Sudahkah kita benar-benar merdeka? (*)
Salam hormat