Cerpen Hayatun Nissyah
HATIPENA.COM – Di saat jam terakhir pelajaran IPS telah usai, kami berdoa. Satu-persatu bersalaman dengan guru untuk pulang lalu berbondong-bondong menuju bus sekolah. Aku dan dua temanku, Cinta dan Bunga, bergegas meninggalkan ruangan kelas.
Di perjalanan, saat menuju bus sekolah, tiba-tiba Cinta temanku merasakan sakit gigi dan badannya menggigil.
Akhirnya Aku menghubungi Ibu Fathonah, pembina UKS, untuk meminta obat karena Cinta sudah tidak tahan lagi menahan rasa sakit yang serasa menusuk-nusuk di giginya dan badannya pun tiba-tiba menggigil. Aku pun lari dengan kencang menuju kantor sekolah.
“Ibu, ibu, ibu, maaf mengganggu. Saya ingin melaporkan ada teman saya yang sakit,” jelasku dengan nafas tersengal-sengal.
“Oh, ada yang sakit ya. Siapa nak? Tanya Bu Fathonah sambil memperlihatkan wajah kaget.
“Cinta, bu,” ujarku.
“Ayo segera kita bawa ke UKS, nak,” ajak Ibu Fathonah.
Akhirnya, aku bersama Ibu Fathonah membawa Cinta ke ruang UKS.
Setelah 30 menit, semua murid meninggalkan sekolah, suasana tempat kami belajar pun dipagut sepi. Hanya tinggal kami bertiga. Sementara Bu Fathonah bersiap-siap hendak pulang.
Tiba-tiba langit pun tampak gelap. Tidak tampak sinar matahari.
Ketika kami sedang di ruang UKS suara gemuruh petir terdengar sangat keras.
Langit pun meneteskan air dan diiringi dengan angin yang sangat kencang.
Setelah Cinta diberi obat , akhirnya kondisi Cinta mulai membaik. Namun, mukanya masih kelihatan pucat.
“Bagaimana kalian pulang, nak? Apakah ada orangtua yang jemput?” tanya Bu Fathonah.
“Tidak ibu, kami pulang jalan kaki. Namun, mau menunggu hujan reda,” jawabku.
“Oo…, ya udah hati-hati di jalan ya, nak,” pesan Ibu Fathonah.
“Ya ibu, terima kasih,” ucapku.
Hujan sangat lebat mengguyur bumi. Aku, Cinta dan Bunga keluar dari ruang UKS dan berjalan menuju lorong kantor.
Aku menatap hujan yang sangat deras dengan iringan suara petir yang sangat dahsyat. Hujan mulai membasahi tempat kami berteduh karena ada angin yang kencang.
Kami pun sedikit demi sedikit mundur karena hujan makin deras. Kami ketakutan. Kami tidak berani pulang menerobos hujan yang sangat deras karena mengingatkanku waktu Sekolah Dasar ada teman yang tertimpa kayu saat pulang sekolah karena menerobos hujan deras yang disertai angin kencang.
Akhirnya, kami memutuskan untuk menunggu sampai hujan berhenti.
Alih-alih hujan berhenti, malah makin menjadi dan waktu sudah menunjukkan pukul 15.30.
“Ayo…, kita pulang berhujan saja, takut kalau hujan tidak berhenti sampai malam,” saran Bunga.
Aku tersenyum.
“Sabar dulu ya! Kita nunggu sebentar lagi, lagian Cinta masih kelihatan pucat mukanya,” ucapku dengan nada pelan sambil membujuk bunga.
Bunga mau mendengarkan perkataan aku.
“Ya udah, kalau begitu,” ujarnya.
“Cinta bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah mendingan?” tanya Bunga pada Cinta.
“Alhamdulillah, sudah agak membaik,” jawab Cinta sambil melihatkan wajah penuh kebingungan karena hujan tak kunjung berhenti.
“Bunga, Cinta. Bagaimana sambil menunggu hujan reda kita saling cerita yang lucu -lucu saat Kemah waktu Sekolah Dasar?” usulku.
Cinta dan Bunga setuju.
Akhirnya kami saling berbagi cerita, Namun suasana yang kami rasakan sangat dingin. Maklumlah hujan belum mereda.
Aku mengingatkan Cinta, dan Bunga untuk menggosokkan kedua tangan apabila kedinginan.
Setelah beberapa lama menunggu, tak terasa, hujan mulai reda. Kami pun memutuskan pulang jalan kaki sambil becanda.
“Terima kasih ya Hayatun dan Bunga. Kalian memang teman paling baik mau menunggu aku saat menahan rasa sakit,“ ucap Cinta sambil memperlihatkan wajah senang.
“Ya, tidak apa-apa! Kita kan sudah berteman sejak masih Sekolah Dasar. Jadi, sesama teman kita harus saling menolong terutama dalam kebaikan,“ ucap Bunga dan Hayatun serempak.
“Akhirnya, kita punya cerita terjebak hujan gara-gara aku, ”ucap Cinta sambil tersenyum.
Setelah langit tampak terang kami bertiga memutuskan pulang jalan kaki. Akhirnya kami sampai di rumah masing-masing karena rumah kami bertetangga. (*)
*) Siswi Kelas VIII B SMP Negeri 5 Payung, Bangka Selatan