Diceritakan Mitha Pisano
HATIPENA.COM – Pada zaman dahulu kala, di Nagari Limo Kaum,Tanah Datar, Sumatra Barat, hiduplah masyarakat Minangkabau yang sangat dikenal rukun dan damai. Akan tetapi, pada suatu masa, terjadi perselisihan di antara para pemimpin adat mengenai pembagian wilayah dan kekuasaan. Perdebatan itu berlangsung dengan sangat dahsyat, sehingga mengancam kerukunan di antara mereka.
Melihat keadaan yang semakin memanas, Datuk Perpatiah Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan, dua orang tokoh besar Minangkabau yang sangat bijaksana, berusaha mencari jalan keluar. Mereka memutuskan untuk mengadakan pertemuan musyawarah adat guna menyelesaikan perselisihan tersebut.
Musyawarah itu pun berlangsung di bawah sebatang pohon beringin besar, dimana sekarang yang dikenal sebagai tempat bersejarah. Setelah berdiskusi panjang, para pemimpin adat akhirnya mencapai sebuah kesepakatan damai. Dimana sebagai simbol perdamaian dan sumpah setia, Datuk Perpatiah Nan Sabatang menusukkan kerisnya ke sebuah batu besar yang ada di tempat itu. Batu itu kemudian dikenal sebagai Batu Batikam, yang mana artinya “batu yang ditikam.”
Batu Batikam kini menjadi saksi bisu dari persatuan dan perdamaian masyarakat Minangkabau. Hingga saat ini, Batu Batikam masih dapat ditemukan di Nagari Limo Kaum Kabupaten Tanah Datar, dan dianggap sebagai simbol adat Minangkabau yang menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah dan mufakat.
Makna Legenda Batu Batikam
Kisah ini mengajarkan pentingnya musyawarah dalam menyelesaikan konflik serta menjaga persatuan. Batu Batikam juga menjadi pengingat akan semangat kebersamaan dan kesetiaan terhadap adat Minangkabau yang diwariskan secara turun-temurun.
Lokasi Batu Batikam kini menjadi salah satu situs budaya yang sering dikunjungi oleh wisatawan maupun masyarakat lokal untuk mengenang sejarah dan nilai-nilai leluhur. (*)
Bukittinggi, Januari, 232025