Cerpen Leni Marlina
BINTANG seorang pemuda petualang dan pendaki gunung bersahabat dengan Angin Marapi yang telah hidup di Gunung Marapi selama ratusan tahun. Bintang mendengar dari banyak orang yang mengatakan bahwa Angin Marapi adalah jelmaan dari roh para pendaki yang tewas akibat letusan gunung tersebut. Meskipun
Angin Marapi tidak pernah mengenal mereka secara pribadi, namun Angin Marapi merasa terikat dengan mereka. Ia merasa bertanggung jawab untuk melindungi para pendaki yang mendaki gunung yang sama dengan tempat mereka terbunuh.
Ada juga yang mengatakan kepada Bintang bahwa Angin Marapi ini merupakan hasil dari peristiwa traumatis yang terjadi ketika Gunung Marapi meletus, mengakibatkan banyak korban jiwa dan ratusan pendaki yang terluka.
Setelah bencana itu, Angin Marapi menjadi lebih hati-hati dalam menjalankan pengabdiannya. Ia selalu mengamati keadaan di sekitar gunung dengan hati-hati, mendeteksi bahaya sebelum terlalu lambat.
Setiap kali kedatangan Bintang dan pendaki yang lainnya di Gunung Marapi, Angin Marapi akan berusaha memberikan isyarat tanda alam kepada mereka kalau ada bahaya di sekitar gunung.
Saat ini, Angin Marapi mengoyangkan tenda-tenda kemah Bintang dan kawan-kawanya, menggoyangkan pepohonan di sekitar, menerbangkan dedaunan, dan menerbangkan butiran pasir. Namun, tak satu pun orang di atas gunung itu yang mengerti bahasa Angin Marapi. Mereka tidak memahami bahwa itu adalah isyarat bahaya yang diberikan oleh Angin Marapi.
Sekali lagi, Angin Marapi mencoba bergerak meniup dengan keras tubuh para pendaki gunung yang terdiri dari pelajar, pemuda-pemudi, dan juga orang tua mereka yang ikut menemani. Ia berteriak sambil melemparkan udara yang kadang dingin, panas, dan dingin secara bergantian. Namun, tak seorang pun yang mendengar suara Angin Marapi dan tak seorang pun yang bisa membaca tanda-tanda alam yang diberikan Angin Marapi.
Ketika Gunung Marapi memuaskan larva panasnya, para pendaki berlarian meninggalkan area kemah mereka. Mereka berusaha lari menuju bawah gunung untuk menyelamatkan diri. Angin Marapi berusaha membantu mereka dengan menunjukkan jalan dan mendorong tubuh mereka agar lebih cepat. Ia mengiringi mereka dengan meniup udara sedingin mungkin untuk memberikan kekuatan dan semangat.
Namun, hujan batu panas tak mampu membuat Angin Marapi lebih jauh membantu mereka.
Banyak pendaki, tewas ketika terkena larva panas, ada juga yang mati karena menghirup belerang yang keluar dari gunung. Tapi, Bintang dan sejumlah kecil pendaki masih hidup dan terluka parah.
Angin Marapi merasa sedih dan sedih melihat hal tersebut. Ia memeluk para pendaki yang meninggal sambil menyampaikan pesan kepada Angin yang lainnya, untuk mengabarkan bencana ini kepada orangtua yang kehilangan anak mereka, kepada keluarga yang kehilangan anggota keluarga.
Sambil menunggu bantuan tim penyelamat, Angin Marapi menemani Bintang dan para pendaki yang terluka parah. Angin Marapi berusaha menghibur mereka yang sedang merintih kesakitan dan masih trauma dengan bencana yang sedang mereka alami.
Angin Marapi pada saat itu berusaha keras kembali dengan suhunya yang mulai sejuk mengajak penyintas letusan gunung memandang bintang-bintang di langit sambil berdoa kepada Yang Maha Kuasa.
Angin Marapi bercerita kepada mereka bahwa di antara bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit pada malam hari itu, ada sejumlah jiwa dan harapan yang tersangkut di sana dari para pendaki terdahulu yang sudah tewas sejak lama.
Bintang-bintang tersebut akan makin bertambah jumlahnya, jika para korban yang tewas saat ini berhasil ditemukan tim penyelemat dan kematian mereka dilepas ikhlas oleh keluarga tercinta mereka.
Angin Marapi terus bercerita, tim penyelamat sudah hampir tiba di lokasi. Bintang ditemukan sudah tak sadarkan diri diantara gelimpangan mayat-mayat yang cinta lingkungan dan negeri ini.*