Oleh: Mochamad Taufik
Alumni SMAN Bangil 1986
HATIPENA.COM – Di tengah gempuran era digital dan tantangan dunia pendidikan yang terus berubah, masih ada sosok-sosok pendidik sejati yang hadir bukan sekadar sebagai pengajar, tetapi juga pembentuk karakter dan penyalur semangat. Salah satu di antaranya adalah Bu Ana, guru matematika yang kisahnya patut menjadi inspirasi bagi siapa pun yang mencintai dunia pendidikan.
Lahir dan tumbuh di Bangil, Bu Ana adalah alumnus SMA Negeri Bangil. Ia mulai jatuh cinta pada dunia matematika bukan karena angka-angka itu sendiri, tetapi karena cara gurunya — Pak Setio — mengajarkan pelajaran itu dengan hati. “Pak Setio membuat matematika terasa hidup dan menyenangkan. Dari situlah saya tahu, saya ingin seperti beliau,” kenang Bu Ana.
Cita-cita itu ia kejar dengan penuh tekad. Ia melanjutkan studi di Jurusan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang. Namun, tak seperti mahasiswa pada umumnya, Ana muda tidak menunggu lulus untuk mulai mengabdi. Ia langsung terjun ke dunia pendidikan dengan menjadi guru matematika di SMA Muhammadiyah Bangil — sambil tetap menjalani kuliahnya.
Bertahun-tahun mengajar di sekolah swasta dengan segala keterbatasan, Bu Ana tidak pernah mengeluh. Justru di sanalah ia mengasah jati dirinya sebagai guru sejati. Ia memperdalam pendekatan psikologi pendidikan, terutama teori Multiple Intelligences dari Howard Gardner, demi memahami setiap karakter siswa secara lebih personal.
“Saya percaya bahwa setiap anak punya potensi. Tantangannya bukan pada siswanya, tapi pada bagaimana kita, guru, bisa menemukan pendekatan yang tepat,” ungkapnya.
Dalam 12 tahun pengabdiannya di SMA Muhammadiyah Bangil, Bu Ana menjadi idola para siswa. Ia mengajar dengan metode yang kreatif dan penuh empati. Ia menyusun lagu-lagu untuk membantu siswa menghafal rumus, menggambar grafik warna-warni, hingga membuat simulasi kehidupan nyata agar siswa bisa memahami konsep matematika dengan mudah.
Murid-muridnya bukan hanya merasa diajari, tapi juga dihargai dan dimengerti. “Bu Ana ngajarnya enak banget, saya jadi suka matematika untuk pertama kalinya,” kata salah satu alumni.
Setelah lebih dari satu dekade mengabdi di dunia pendidikan swasta, Bu Ana akhirnya lolos menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kini, ia mengajar di SMP Negeri 1 Kraton, Pasuruan. Namun meski berpindah sekolah, semangat dan dedikasinya tak berubah. Ia tetap menjadi sosok yang ringan tangan, sabar, dan selalu penuh inovasi dalam mengajar.
Kini, generasi baru siswa kembali menemukan inspirasi dalam sosok Bu Ana. Ia tidak pernah kehilangan semangat untuk membimbing, memotivasi, dan menanamkan kepercayaan diri dalam diri anak-anak muda.
Kisah Bu Ana adalah cermin dari wajah pendidik sejati. Ia tidak mengejar popularitas, tidak berharap sanjungan. Ia hanya ingin terus menyalakan cahaya, satu anak didik demi satu anak didik. Ia percaya bahwa menjadi guru adalah tugas mulia yang tak lekang waktu.
Di tengah dunia yang serba instan, semangat ketulusan seperti yang dimiliki Bu Ana menjadi napas segar dalam dunia pendidikan. Semoga semakin banyak Bu Ana lain di pelosok negeri, yang mengajar bukan hanya dengan buku dan papan tulis, tapi juga dengan hati.(*)
#menulis40cerpen Cerpen ke-34