Pipiet Senja
HATIPENA.COM – Anno, 2012
Memasuki bulan kedua sejak mendengar diagnosa dokter, mengenai kondisi kesehatanku; kelainan darah bawaan, hepatitis, kardiomegali dan DM alias diabetes melitus.
Sejak itulah aku memutuskan untuk menjaga ketat asupan makanan dan minuman. Saking ketatnya, dan kepingin sekali menurunkan kadar gula dalam darah, aku tak pernah lagi sarapan lengkap, selain semangkuk kecil havermut dan segelas susu diabetes.
Sementara itu, sejak memutuskan gugat cerai, aku harus pergi dari rumah yang selama ini kami, aku dan putriku tempati. Terhitung sejak Agustus 2012, aku numpang di rumah anak-anak, hanya dua anak.
Anak sulung sudah punya rumah cicilan di Citayam. Adiknya, perempuan baru menikah dan masih numpang di rumah dinas mertua di Halim. Karena harus bolak-balik ke RSCM, untuk menghemat enerji dan dana, kuputuskan numpang di rumah dinas besan.
Apabila ingin nyaman menulis dan beribadah, biasanya aku akan pergi ke Mesjid At-Tin, di sanalah bersama para nomaden lainnya; aku menulis, menulis sambil bermunajat. Memohon kesembuhan langsung dari Sang Khalik.
Acapkali ada seseoang yang menyodorkan nasi bungkus kepadaku dengan tatapan iba dan simpati. Barangkali dia mengira diriku pun tak lebih sebagai perempuan tua tunawisma, wajib dikasihani dan dibagi nasi bungkus.
Karena tak enak hati jika menolak tawarannya, maka aku pun mengambilnya dengan penuh rasa syukur. Aku menyuap nasi pemberiannya itu dengan airmata bercucuran, hmmm, ternyata nikmat sekali nasi bungsu lauk tempe tahu alakadarnya campur rasa asin air mataku sendiri.
Tak jarang putriku Butet mengira emaknya ini sedang berada di Citayam, di tengah keluarga abangnya dan cucu-cucu. Demikian pula sebaliknya, sulungku mengira aku baik-baik saja berada di di Halim.
Namun, satu hal yang jelas dari serangkaian terapi, tiada kata lain kecuali; harus menebus obat. Jika selama ini masih bisa memanfaatkan Askes, maka sejak menjadi janda, fasilitas Askes pun dicabut.
@@@