Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Gema Kebebasan Perjuangan Radin Intan

March 28, 2025 16:19
IMG-20250328-WA0073

Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)

Seri Pahlawan Radin Intan

HATIPENA.COM – Pada pagi yang kelabu, angin bertiup kencang dari arah lautan. Di kejauhan, suara denting logam terdengar dari bengkel-bengkel senjata para pejuang yang mempersiapkan diri untuk pertempuran besar. Radin Intan berdiri di depan rumah panggungnya, menatap ke arah bukit di mana ia sering menghabiskan waktu dengan ayahnya, Radin Imba Kesuma. Bukit itu kini menjadi saksi bisu dari semua sumpah yang telah ia ucapkan untuk melawan penjajah Belanda yang terus menindas tanah Lampung.

Mata Radin Intan menyipit saat ia melihat ke arah Teluk Betung, tempat di mana pasukan Belanda mendirikan markas besar mereka.

Sejak kedatangan mereka, tanah Lampung tak pernah lagi damai. Rakyatnya dipaksa bekerja di perkebunan milik penjajah, tanah-tanah pertanian mereka dirampas, dan rumah-rumah dibakar tanpa ampun. Setiap kali Radin Intan melihat asap yang membubung dari desa-desa yang dibakar, hatinya membara. Ia tahu, saatnya telah tiba untuk menegakkan sumpah yang ia ucapkan di atas bukit itu membebaskan Lampung dari cengkeraman penjajah.

Malam sebelumnya, Radin Intan mengumpulkan para panglima dan pejuangnya di sebuah hutan kecil di pinggiran Teluk Betung. “Saudaraku,” ucapnya dengan nada tegas, “penindasan ini harus diakhiri. Kita telah bersabar terlalu lama. Kita akan melawan mereka, tidak hanya dengan kekuatan senjata, tetapi juga dengan strategi dan tekad yang tak tergoyahkan.”

Para pejuang mengangguk, semangat mereka membara. Radin Intan, yang dikenal karena kebijaksanaannya, telah menjadi simbol harapan bagi rakyat Lampung. Ia tak hanya bertempur dengan keberanian, tetapi juga dengan kecerdikan yang luar biasa. Ia tahu, menghadapi Belanda yang memiliki persenjataan lebih modern bukanlah perkara mudah, tetapi ia telah mempelajari taktik perang gerilya dari ayahnya dan para sesepuh lainnya.

Dengan memanfaatkan medan hutan yang lebat, pegunungan, dan gua-gua tersembunyi, mereka berhasil menyerang pasukan Belanda secara mendadak dan memukul mundur musuh.

Di setiap sudut Lampung, gema perlawanan semakin menguat. Desa-desa yang sebelumnya hancur mulai bersatu di bawah panji Radin Intan. Setiap pejuang yang bergabung membawa cerita tentang keluarga mereka yang ditindas, sawah mereka yang dirampas, dan martabat mereka yang diinjak-injak.

Cerita-cerita ini makin menyulut semangat perlawanan dalam diri setiap orang.

Suatu hari, Radin Intan mendapat kabar bahwa Belanda merencanakan serangan besar-besaran ke wilayah pegunungan tempat ia dan para pejuang bersembunyi.

Radin Intan tahu bahwa ini adalah momen krusial dalam perjuangannya. Ia memanggil para panglimanya dan menyusun rencana untuk menggagalkan serangan musuh.

Dengan taktik gerilya yang jitu, mereka akan memanfaatkan kegelapan malam untuk menyerang konvoi pasukan Belanda yang berangkat dari Teluk Betung.

Malam itu, hujan deras turun membasahi tanah Lampung. Di tengah kegelapan, Radin Intan memimpin pasukannya menyelinap ke dalam hutan. Mereka bergerak cepat namun hati-hati, memanfaatkan derasnya hujan untuk menutupi langkah mereka. Di tengah perjalanan, suara gemuruh roda dan langkah kaki berat terdengar konvoi pasukan Belanda telah tiba.

Radin Intan memberi isyarat kepada pasukannya untuk bersiap. Mereka mengambil posisi di balik pepohonan lebat dan menunggu saat yang tepat.

Ketika barisan musuh telah masuk ke dalam jebakan, Radin Intan mengangkat tangannya, memberi perintah. Seketika, panah-panah api melesat ke langit, menghujani pasukan Belanda yang terkejut. Kuda-kuda mereka berderap panik, sementara prajurit-prajurit Belanda berusaha melindungi diri dari serangan mendadak itu.

Dengan teriakan lantang, Radin Intan memimpin serangan frontal. Pejuang-pejuang Lampung menyerbu ke arah pasukan musuh dengan semangat yang tak tertandingi. Pertempuran malam itu berlangsung sengit, namun pasukan Belanda tak sanggup menghadapi serangan gerilya yang begitu terorganisir. Radin Intan dengan pedang pusaka di tangannya, Siger Bahtera, bertarung di garis depan, setiap tebasannya menjadi simbol dari amarah dan harapan rakyat Lampung.

Setelah berjam-jam bertempur, pasukan Belanda akhirnya terpaksa mundur. Kemenangan malam itu menjadi titik balik dalam perjuangan Radin Intan. Namun, ia tahu bahwa perjuangan masih panjang. Belanda pasti akan datang lagi dengan kekuatan yang lebih besar.
Fajar menyingsing di ufuk timur ketika Radin Intan berdiri di tepi hutan, menatap medan pertempuran yang telah mereka menangkan. Tubuhnya dipenuhi luka, namun hatinya penuh dengan rasa bangga. Ia memandang pedang pusakanya yang berkilau di bawah cahaya pagi. Di pedang itu, ia melihat refleksi dari semua pengorbanan yang telah dilakukan oleh leluhurnya dan rakyat Lampung. Gema kebebasan kini menggema di seluruh tanah Lampung.

“Perjuangan kita belum selesai,” bisik Radin Intan pada dirinya sendiri. “Selama penjajah masih ada di tanah ini, kita akan terus melawan.”
Dengan semangat juang yang masih membara, Radin Intan kembali ke desa bersama pasukannya. Ia tahu, meskipun hari itu mereka telah meraih kemenangan, namun pertempuran demi pertempuran masih menanti di depan. Namun, ia juga tahu bahwa selama rakyat Lampung bersatu, mereka akan terus memperjuangkan kebebasan yang selama ini dirampas.

Dan demikianlah, gema kebebasan terus menggema di seluruh pelosok tanah Lampung, dipimpin oleh Radin Intan, seorang pahlawan yang tak kenal lelah, yang berjuang demi tanah air dan rakyatnya. Namanya terus diingat, tidak hanya sebagai seorang pejuang, tetapi sebagai simbol dari keteguhan hati dan semangat kebebasan yang tak pernah padam.(*)