Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Jawara Lingkungan Hidup

March 9, 2025 09:18
IMG-20250309-WA0060

Ilustrasi : Meta AI/ Rizal Pandiya
Cerpen Mochamad Taufik

HATIPENA.COM – Langit senja memancarkan jingga keemasan ketika Mochamad Taufik duduk di teras rumahnya. Tangannya gemetar, bukan karena lelah setelah seharian mengajar, melainkan karena sebentuk amplop berlogo Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kini ada di pangkuannya.

Ini bukan kali pertama ia menerima surat dari lembaga bergengsi ini. Alhamdulillah, aku mendapat undangan kedua dari lembaga yang terkenal ini. Tahun 2003, ia pernah diundang ke Kantor LIPI Jakarta. Kini, dua tahun berselang, ia kembali diundang, kali ini ke Kebun Raya Bogor—tempat di mana para ilmuwan muda berkumpul untuk berkontribusi dalam program Man and The Biosphere (MAB).

Dengan hati-hati, ia membuka surat bertanggal 9 November 2005 itu, takut jika kertasnya sobek. Ia membaca dengan saksama:

“Dengan hormat, Komite Nasional MAB Indonesia bersama UNESCO mengucapkan selamat atas terpilihnya saudara sebagai finalis Piagam MAB untuk tahun 2005. Piagam MAB dilaksanakan atas inisiatif Komite Nasional MAB Indonesia, LIPI, dan didukung oleh Kantor Perwakilan UNESCO Jakarta sebagai perluasan program MAB Young Sciences Awards Scheme UNESCO Paris.”

Taufik menarik napas panjang. Ini adalah pengakuan atas perjuangannya selama ini. Dari ribuan peneliti muda bidang lingkungan dari seluruh Indonesia, hanya sembilan orang yang terpilih sebagai finalis. Mereka akan bertanding di Kebun Raya Bogor, mempresentasikan penelitian mereka di hadapan dewan juri. Dari sembilan finalis itu, lima orang akan dipilih sebagai penerima Piagam MAB dan mendapatkan uang pembinaan sebesar $1000.

Dalam surat itu juga tertera agenda lengkap selama di Bogor:

Ahad, 20 November 2005: Finalis harus sudah tiba di Guest House Kebun Raya Bogor untuk persiapan.

Senin, 21 November 2005: Presentasi finalis mulai pukul 09.00 sampai 15.00, dibagi dalam dua sesi sebelum dan sesudah istirahat makan siang.

Selasa, 22 November 2005: Upacara penyerahan Piagam MAB 2005. Setelah itu, para finalis akan dipandu mengunjungi KRI (Kebun Raya Indonesia), MZB (Museum Zoologi Bogor), MEI (Museum Etnobotani Indonesia), dan beberapa laboratorium di kompleks Kebun Raya Bogor.

Kamis, 23 November 2005: Para finalis kembali ke daerah asal masing-masing.

Surat dengan nomor 6376/IPH/KS/2005 itu ditandatangani oleh Dr. Endang Sukarta, APU, selaku Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI dan Kepala Komite Nasional MAB Indonesia.

Di halaman berikutnya, terlampir daftar finalis Piagam MAB 2005:

  1. Sainuddin – Jl. Kalpataru, Desa Tongke-Tonke, Sinjai Timur, Sulawesi Selatan.
  2. M. Rafii R. – Komplek DPRD Jambi, Jl. Inu Kertapati No. 12, Jambi.
  3. Zainuddin – Jl. Inu Kertapati No. 12, Jambi.
  4. Mochamad Taufik – Jl. Gayung Kebonsari Tengah No. 10, Surabaya.
  5. Theresia Rachmalia Ginting & Sunarwan Asuhadi – Jl. Intan No. 5, Baranang Siang II, Bogor.
  6. Wawam Gunawan – Loka Penelitian dan Pengembangan Satwa Primata, Balikpapan.
  7. Darmanto – Taman Nasional Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
  8. Golar – Perumahan Dosen UNTAD, Palu, Sulawesi Tengah.
  9. Lina Mariyana – Jl. Ampera Raya, Jakarta Selatan.

Taufik menatap daftar itu dengan takjub. Ia berada di antara orang-orang hebat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan.

Hari Penentuan di Kebun Raya Bogor

Pada tanggal 20 November 2005, Taufik tiba di Guest House Kebun Raya Bogor. Malam itu, ia menghabiskan waktu untuk menyempurnakan presentasinya. Ia menyiapkan slide PowerPoint yang akan ia tampilkan menggunakan LSD (Liquid Crystal Display) yang telah disediakan panitia.

Keesokan harinya, ia maju ke podium dengan percaya diri. Di hadapannya, duduk para juri yang terdiri dari pakar lingkungan, ilmuwan UNESCO, dan perwakilan LIPI. Dengan suara mantap, ia mempresentasikan hasil penelitiannya mengenai pendidikan lingkungan berbasis biosfer untuk anak-anak SD.

Ia menampilkan foto-foto murid-muridnya yang sedang menanam pohon, membersihkan sungai, dan membuat kebun mini di sekolah. “Saya ingin anak-anak tumbuh dengan kesadaran bahwa mereka adalah bagian dari alam, bukan penguasanya. Jika mereka mencintai lingkungan sejak dini, mereka akan menjaganya seumur hidup.”

Seisi ruangan terdiam. Beberapa juri mengangguk kagum.

Pada tanggal 22 November 2005, pengumuman pemenang pun tiba. Semua finalis berdiri berjajar, menunggu dengan tegang.

“Dan penerima Piagam MAB 2005 adalah…”

Nama pertama disebut. Disusul nama kedua, ketiga, dan keempat.

Taufik memejamkan mata, jantungnya berdegup kencang.

“Dan penerima Piagam MAB kelima adalah… Mochamad Taufik!”

Ia hampir tak percaya. Langkahnya terasa ringan saat maju ke depan. Piagam itu kini ada di tangannya, bersama uang pembinaan yang akan ia gunakan untuk mengembangkan lebih banyak program lingkungan bagi anak-anak didiknya.

Jejak Cahaya di Bumi

Beberapa minggu kemudian, ia kembali ke kelas dengan semangat baru. Murid-muridnya menyambutnya dengan antusias.

Hari itu, ia mengajak mereka menanam bibit pohon baru di halaman sekolah. Karena ia tahu, perubahan besar dimulai dari tangan-tangan kecil yang penuh harapan.

Dan cahaya itu kini mulai menyebar, perlahan-lahan, dari satu anak ke anak lainnya, membawa harapan baru bagi bumi.(*)

Pesan Cerpen:
“Jika kita menjaga bumi, pemilik bumi akan menjaga kita.”