Cerpen Muliaty Mastura Yusuf
HATIPENA.COM – Mira meninggalkan ruang rapat saat kesepakatan yang telah disepakati pada awal pertarungan dimulai, semua berujung mentah.
Tanpa melihat kiri kanan, Mira jalan lurus menuruni anak tangga hingga sampai ke tempat parkiran.
“Sudalah. Semua sudah selesai. Tidak ada lagi yang perlu didiskusikan,” kata Mira kepada Ibnu.
“Bukankah masih bisa dinegosiasikan?” Ibnu menunggu jawaban Mira penuh harap.
“Saya tetap pada komitmen awal. Kalau sudah disepakati di awal, mengapa harus bicara dua kali?” tanya Mira.
“Tapi, bukankah politik itu dinamis. Sebentar jadi lawan, sebentar jadi teman?” Ibnu masih mencecar Mira.
” Yang berkompetisi saat ini semua teman saya.Saya tidak punya musuh. Tapi, satu hal, putusan politik saya bukan hanya untuk membawa keuntungan pribadi saya. Tetapi, nama lembaga saya jaga, agar tetap dihitung dan ditulis sejarah sebagai konsisten dalam satunya kata dan perbuatan,” Mira berdiri tegap di depan Ibnu sebelum mengambil helmnya.
Mira lalu memakai helm dan meninggalkan Ibnu. Dia mengegas motor sekencang-kencangnya sampai buntu di sekretariat. Di tempat itu, Mira disambut kawan-kawannya dengan bahagia dan bangga.
Sebab, bukan persoalan bagaimana menjadi orang nomor satu, menjadi leader. Tapi, bagaimana proses pemilihan berjalan tanpa cacat komitmen.
Menghargai proses demokrasi yang berjalan, bukan menunggu hasil yang penuh retorika kebohongan. Persoalan memeroleh kursi kekuasaan, bukan sekadar ingin berkuasa tanpa memerhatikan keberlangsungan ritme demokrasi yang sejatinya tetap dinomorwahidkan.
Mira telah menyerahkan semua gerbongnya untuk bergabung ke koalisi lawan. Sehingga, saat pemilihan, Mira tak punya suara. Penyerahan gerbong disertai dengan bargaining position.
Siapa menempati apa, sudah deal sebelum hari “H” pemilihan.
Namun, saat pertarungan selesai dan kemenangan ada pada pihak lawan politik Mira, justru faktanya berubah tiga ratus enam puluh derajat. Semua yang telah disepakati berujung mentah. Diramu dan diracik ulang.
Posisi Mira tidak berubah, namun tiga anggotanya tidak ada dalam kabinet. Praktis, Mira tak dapat menerima komposisi diluar dari komitmen awal.
“Kalau hanya dapat kursi saja itu mudah. Tapi, bukan hal itu yang menjadi perburuan saya. Apa gunanya saya masuk kabinet sementara kawan saya yang lain, saya tinggalkan?” Mira merapikan jilbabnya.
Kalau dari hal kecil ini telah berupaya mengaburkan perjuangan menuju kebenaran, maka bagaimana nantinya bila memimpin dalam skala besar. Menjadi bupati, gubernur atau presiden.
Apa yang dilakukan Mira semata menjaga nama organisasi. Bukan dicap sebagai orang yang terlalu gila jabatan.
“Kalau saya dibilang rakus jabatan, saya ambil saja posisi yang telah diberikan. Tapi, untuk apa saya terima namun menyakiti hati yang lain? Menyalahi kesepakatan, tidak konsisten hasil mufakat. Apa yang diputuskan bukan itu yang dilaksanakan. Apa yang seperti ini mau dipelihara?”
Hari-hari berlalu dengan tenang. Namun, masih tetap saja ada ajakan untuk bergabung ke kabinet cacat komitmen itu.
Itulah keputusan politik Mira. Keputusan yang telah dipertimbangkan secara matang dan bijak.
“Cukup sampai di sini untuk urusan bargaining dengan gerbong saya. Setelah ini, bila tidak ada keinginan untuk kembali pada komitmen awal, maka sikap kami, menarik diri dari kabinet,” Mira masih berusaha meyakinkan lawan politiknya.
Itulah sikap dan putusan politik Mira. Perempuan yang dikenal gigih, berani, pantang menyerah. Dia dijagokan menjadi leader namun kandas gegara cacat komitmen yang dilakukan lawan seterunya.
Dalam hal apa pun kontestasi kelak, tidak menjadi masalah bila gerbong Mira hanya menjadi penonton politik, sebab semua yang ditampilkan itu tidak mencerminkan pendidikan politik yang baik dan mencerahkan.
Sebab, Mira ingin menunjukkan bagaimana menjaga komitmen dalam mengambil kebijakan politik. Menjaga integritas dan sikap setia pada kebenaran jauh lebih berharga daripada menjabat dengan cara tidak terhormat.
Hari-hari menjadi bening.Tiada beban menyeruak apalagi tekanan sana-sini. Meski Mira mengakui telah banyak mengeluarkan budget untuk anggaran rumah pemenangan. Zahra, Deni, Hajar dan semua pendukung Mira, merayakan kemenangan yang tertunda. (*)
Somba Opu Sulawesi Selatan, Kamis, 30 Januari 2025