Cerpen Mochamad Taufik
HATIPENA.COM – Langit sore di kota kecil itu tampak berwarna jingga keemasan. Masjid Al-Falah bersiap menyambut waktu berbuka puasa. Di beranda masjid, seorang anak laki-laki bernama Fadhlan duduk bersama kakeknya, Kiai Abdullah. Ramadan kali ini terasa istimewa bagi Fadhlan, karena ia bertekad untuk lebih memahami makna kepemimpinan yang sesungguhnya.
“Kakek, kenapa ada pemimpin yang lebih sibuk memperkaya dirinya sendiri daripada mengurus rakyatnya?” tanya Fadhlan dengan wajah polos.
Kiai Abdullah tersenyum lembut. “Nak, tahukah kamu bahwa pemimpin sejati adalah khodimul ummah, pelayan umat? Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.’ (HR. Abu Nu’aim). Jika seorang pemimpin hanya mencari keuntungan pribadi, maka ia telah mengkhianati amanah.”
Fadhlan mengangguk, lalu menatap jalanan yang mulai dipenuhi orang-orang berburu takjil. “Jadi, pemimpin itu harus mengutamakan rakyatnya dulu sebelum dirinya sendiri?”
“Tepat sekali,” jawab Kiai Abdullah. “Allah berfirman dalam Al-Qur’an, ‘Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.’ (QS. An-Nisa: 58). Seorang pemimpin tidak boleh semena-mena, karena ia akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap rakyatnya.”
Saat adzan Maghrib berkumandang, mereka pun berbuka puasa dengan kurma dan air zam-zam. Namun, di tengah-tengah suasana syahdu itu, terdengar suara gaduh dari arah balai kota.
“Tuan Walikota datang! Ia membawa bantuan untuk warga!” teriak seseorang.
Kerumunan warga mendekat, ingin melihat langsung sosok pemimpin mereka. Ternyata, Tuan Walikota datang tanpa pengawalan mewah, hanya mengenakan pakaian sederhana. Dengan tangan sendiri, ia membagikan sembako dan mengajak warga berbuka puasa bersama.
Fadhlan tertegun. Ia mendengar orang-orang berbisik, “Jarang sekali ada pemimpin seperti ini. Biasanya mereka hanya datang saat kampanye, lalu menghilang.”
Setelah acara berbuka selesai, Fadhlan memberanikan diri bertanya kepada walikota, “Tuan, kenapa Anda turun langsung membagikan bantuan? Bukankah bisa menyuruh orang lain?”
Sang Walikota tersenyum. “Nak, aku hanya ingin mengikuti jejak Rasulullah ﷺ. Beliau adalah pemimpin terbaik, tapi tetap rendah hati dan melayani umat. Aku tidak mau menjadi pemimpin yang zalim, karena Rasulullah bersabda, ‘Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian.’ (HR. Muslim).”
Fadhlan tersenyum bahagia. Kini ia paham, pemimpin sejati bukanlah mereka yang duduk di singgasana kemewahan, tetapi mereka yang turun ke jalan, merasakan penderitaan rakyat, dan mengutamakan kepentingan umat.
Bulan Ramadan kali ini memberi pelajaran berharga: seorang pemimpin bukanlah penguasa, tetapi khodimul ummah, pelayan bagi rakyatnya. Semoga pemimpin-pemimpin lain pun tersadar, agar keadilan dan keberkahan senantiasa menyertai negeri ini.(*)
Amin ya Rabbal ‘Alamin.