Ilustrasi : Rizal Pandiya
Cerpen Rusmin Sopian *)
HATIPENA.COM – Cahaya rembulan malam makin menua. Kerlap-kerlip bintang masih benderang. Dengus anjing hutan liar masih mendengus mencari mangsa. Jam di dinding terus berdentang.
Di sebuah ruangan isolasi berukuran 3×4, suara zikir terus bergema dan bergema. Sakralkan alam raya. Langit makin kuyu dan pucat.
Wanita muda itu masih terus membaca ayat-ayat suci. Wajahnya tenang. Setenang gelombang di lautan yang menantang para nelayan mencari ikan.
Malam ini, dia akan menjalani eksekusi mati. Sudah berapa tahun, perempuan muda itu menghuni lembaga pemasyarakatan atas kesalahannya sebagai pengedar pil terlarang.
Sementara, di luar gedung lembaga pemasyarakatan yang sarat pengamanan super ekstra, puluhan personel berpakaian lengkap telah tiba. Siap menunggu perintah dengan senjata yang telah terkokang.
Sementara para awak media pun tak kalah sigapnya dengan segala peralatannya untuk mendapatkan momentum yang sangat berharga malam itu.
Suara derap langkah kaki petugas lembaga pemasyarakatan yang ditemani petugas berpakaian lengkap dan rohaniawan terdengar di keheningan malam. Membelah kesunyian. Menembus kamar-kamar di lembaga pemasyarakatan.
Derap suara langkah kaki para petugas itu tak menyurutkan wanita muda itu untuk terus membaca ayat-ayat suci. Suaranya amat merdu. menyakralkan alam. Merelegiuskan semesta.
Dan derap langkah kaki para petugas itu pun terhenti, di sebuah kamar yang dihuni wanita muda itu, saat jam di dinding menunjukkan pukul 00.00.
Ketukan petugas LP di pintu kamar memberi tanda kepada wanita muda itu yang masih untuk menyelesaikan ayat terakhirnya.
Dan ketika pintu kamar isolasi terbuka, petugas Lapas mendapati wanita muda sedang menyiapkan segalanya.
“Mohon maaf, Mbak. Waktunya telah tiba,” ujar petugas lapas dengan diksi ramah.
” Iya. Saya izin mau mengambil air wudhu dahulu,” jawab wanita muda itu.
” Oh, silakan,” kata petugas lapas.
Dalam waktu singkat, wanita muda itu telah meninggalkan ruang isolasinya dan berjalan dengan langkah sangat heroik di tengah pengawalan ketat para petugas bersenjata lengkap.
Ketika hendak menuju mobil, wanita muda itu meminta sesuatu kepada para petugas.
“Apakah saya boleh minum obat?” pintanya.
“Oh, silakan Mbak. Asalkan ada rekomendasi dari dokter,” jawab petugas masih dengan diksi ramah.
Dengan penuh kesigapan, petugas medis menyiapkan sebutir obat. Segera diberikan kepada wanita muda itu yang langsung menelannya tanpa bantuan air. Mengalir menembus jantung dan tubuhnya yang sangat cantik.
Mobil yang membawa wanita muda itu ke tempat eksekusi telah meninggalkan lapas.
Sirene mobil membelah malam. Menembus kegelapan malam yang makin pekat. Kejutkan malam yang sedang menggoda rembulan.
Ada sejuta rasa sesal dari malam yang akan menyaksikan adegan dini hari itu. Dan ada rasa sesal dari rembulan yang akan menjadi saksi peristiwa maut itu.
Ketika hendak diturunkan dari mobil di lokasi eksekusi, para petugas terkejut ketika mendapati wanita muda itu terkulai. Nafasnya terhenti. Regu tembak pun batal mengeksekusi seorang manusia.
Seuntai kebahagian pun terselip dari relung hati nurani mereka, para penembak maut malam itu.
Dan seketika, rembulan menebar senyumannya. Bintang pun bersinar dengan mesranya. Tak ada lagi rasa sesal.(*)
Toboali, Februari 2025
*) Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca ( GPMB) Kabupaten Bangka Selatan.
Dikenal pula sebagai pegiat literasi Toboali Bangka Selatan dan penulis beberapa buku.
Cerpennya termuat diberbagai media lokal dan luar Bangka Belitung.
Saat ini tinggal di Kampung Aik Aceng Kota Toboali bersama Istri dan dua putrinya yang cantik.