Cerpen
Beberapa hari ini saya sering dijuluki Arya Dwipangga. Itu yang digelari “Syair Berdarah.” Banyak sekali menyebut ini di kolom komentar Tiktok saya. Padahal, saya ini hanya tukang ngopi di warkop yang sudah reot. Alamak, lalu curhat pula. Ups…sorry wak!
Kali ini saya mau mengulas nasib Sunhaji, si penjual es teh. Banyak bertanya, kemana dia sekarang?
Hidup memang sering seperti es teh. Kadang manis, dingin, tapi kadang tersedak biji jeruk nipis. Itulah yang terjadi pada Sunhaji, sang maestro es teh manis yang hidupnya berubah 180 derajat. Itu setelah “diberkahi” hinaan Gus Miftah. Kalau ada yang bilang hinaan adalah ujian, mungkin Sunhaji adalah lulusan cum laude-nya.
Dulu, Sunhaji hanya penjual es teh di sudut keramaian. Ia seperti daun jatuh yang luput dari perhatian. Namun, takdir berkata lain. Hinaan yang dilontarkan Gus Miftah secara tidak sengaja telah membuka jalan baginya menuju kehidupan penuh kejutan. Ya, dari pedagang es teh biasa, kini ia bak selebritas es teh dengan fansbase yang siap transfer sumbangan.
Siapa sangka, hinaan bisa jadi katalisator rezeki? Setelah video viral, donasi mengalir deras seperti aliran es teh dari teko ke gelas plastik. Ratusan juta rupiah, katanya. Mobil? Check. Berangkat umrah? Double check. Tapi Sunhaji tetaplah Sunhaji, sosok bersahaja yang percaya bahwa es teh lebih dari sekadar minuman, it’s a way of life.
“Kenapa tetap jualan es teh meski sudah punya mobil, Pak?” tanya Dedi Mulyadi di kanal YouTubenya, penuh penasaran.
“Karena rezeki saya datang dari es teh,” jawab Sunhaji, mantap, dengan kebijaksanaan ala filsuf Yunani.
Jangan salah, mobil itu bukan untuk pamer, tapi alat distribusi. “Es teh sekarang diantar pakai mobil,” canda Sunhaji. Sebuah evolusi logistik yang hanya bisa dijelaskan oleh keajaiban zaman modern.
Ketika tiba waktunya untuk umrah, semua mata tertuju pada drama pelukan antara Sunhaji dan Gus Miftah di bandara. Dua pria yang pernah berada di sisi berbeda narasi, kini bersatu dalam adegan seperti sinetron Ramadan, Sunhaji menangis sambil memeluk Gus Miftah, meminta maaf, seolah semua dosa sudah dihapuskan oleh air mata dan tekad suci.
Tak hanya Sunhaji, Gus Miftah juga terlihat meneteskan air mata. Para netizen pun terpecah. Sebagian menangis haru. Sebagian sibuk menulis komentar sinis tentang siapa yang sebenarnya menang dalam drama ini.
Namun, drama tak berhenti di bandara. Setelah Gus Miftah memutuskan mundur dari jabatan utusan khusus presiden, Sunhaji kembali jadi sorotan. Ia menangis tersedu-sedu, meminta Presiden Prabowo, dengan segala pengaruhnya, untuk menolak pengunduran diri tersebut.
“Jangan biarkan beliau mundur, Pak Presiden,” pinta Sunhaji, mungkin sambil menggenggam gelas es teh, sebagai simbol perjuangan. Entah apa hubungan es teh dengan politik, tapi di negeri ini, segalanya mungkin.
Kisah Sunhaji adalah pengingat bagi kita semua. Jangan meremehkan kekuatan es teh. Di tangan yang tepat, bahkan hinaan bisa menjadi tiket menuju kehidupan yang lebih baik. Siapa tahu, mungkin es teh suatu hari akan jadi mata uang baru di Indonesia, dengan Sunhaji sebagai gubernur “bank es teh”.
Selamat jalan umrah, Sunhaji. Semoga es teh tetap manis, dan hidupmu makin bersinar, meski takdirnya bermula dari hinaan. Ah, betapa absurdnya kehidupan ini.
#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar