Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Warisan Sang Pangeran: Jejak Para Pejuang

March 14, 2025 13:31
IMG-20250314-WA0075

Cerpen Drs. Mochamad Taufik, M.Pd (Guru SD Al Hikmah Surabaya)

HATIPENA.COM – Di bawah dua pohon sawo yang rindang, Pondok Gondang Bangil berdiri sebagai saksi bisu perjuangan panjang para ulama dan pejuang. Sejak didirikan oleh KH. Hasan Muhdhor pada tahun 1905, pesantren ini bukan hanya menjadi tempat menimba ilmu agama, tetapi juga kawah candradimuka bagi mereka yang kelak meneruskan perjuangan Pangeran Diponegoro dalam berbagai bentuk.

Di antara ratusan santri yang pernah mengenyam pendidikan di sana, ada lima nama yang bersinar terang, membawa cahaya Islam ke berbagai penjuru negeri.

  1. KH. Sarwani Abdan: Tuan Guru Bangil, Ulama Besar Banjar

KH. Sarwani Abdan bukan hanya seorang ulama, tetapi juga seorang pemimpin spiritual yang memiliki pengaruh luar biasa di masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Sebagai santri didikan langsung KH. Hasan Muhdhor, beliau dikenal karena keteguhannya dalam menyebarkan ilmu agama.

Setiap tahun, ribuan masyarakat Kalsel menghadiri peringatan haulnya, tanda betapa besar kecintaan umat kepadanya. “Keilmuan dan keteladanan tidak akan pernah mati,” kata seorang santri yang menghadiri haul itu. “Beliau bukan hanya guru, tapi juga pemimpin yang membimbing dengan kasih sayang.”

Di masa hidupnya, KH. Sarwani Abdan mengajarkan bahwa dakwah tidak hanya tentang menyampaikan ilmu, tetapi juga tentang menyentuh hati manusia. “Ilmu tanpa akhlak adalah kehampaan,” begitu nasihat yang sering ia ulang-ulang kepada santrinya.

  1. KH. Sholeh Qosim: Ulama dan Pejuang yang Dihormati Negeri

KH. Sholeh Qosim bukan sekadar ulama, ia adalah seorang pejuang kemerdekaan yang dihormati hingga tingkat nasional. Keteguhan dan keberaniannya dalam membela agama dan bangsa membuatnya disegani banyak pihak, termasuk para pemimpin negeri.

Bahkan, seorang presiden pernah mencium tangannya sebagai bentuk penghormatan atas jasanya. Pada peringatan HUT ke-72 TNI tahun 2017, Jenderal Gatot Nurmantyo secara khusus mengundangnya, menunjukkan betapa besarnya pengaruh dan penghargaan terhadap perjuangannya.

Di pesantren, ia selalu mengajarkan kepada santri bahwa Islam bukan hanya soal ibadah, tetapi juga perjuangan. “Pangeran Diponegoro berjuang dengan pedang, kita berjuang dengan ilmu dan keberanian,” katanya suatu hari. Ucapannya menjadi pegangan para santri, menyalakan semangat untuk terus bergerak.

  1. KH. Abas Anwar: Ulama Karismatik yang Tawadhu’

Jika KH. Sholeh Qosim dikenal karena ketegasannya, KH. Abas Anwar justru dikenal karena kerendahan hatinya. Ribuan orang mengiringi pemakamannya, tanda bahwa keberkahan hidupnya telah menyentuh banyak jiwa.

Ia adalah ulama lintas generasi, diasuh langsung oleh KH. Hasan Muhdhor dan para penerusnya. Kezuhudannya mengajarkan bahwa kebesaran seseorang bukan diukur dari pangkat atau jabatan, tetapi dari seberapa besar manfaatnya bagi umat.

“Seorang pejuang sejati bukan yang paling keras suaranya, tetapi yang paling tulus hatinya,” katanya suatu ketika. Kata-katanya menembus sanubari, mengajarkan santri bahwa kesederhanaan adalah kekuatan.

  1. KH. Saifullah Arif Billah: Pembaharu yang Berani

KH. Saifullah Arif Billah adalah santri yang tidak hanya mengikuti jejak para pendahulu, tetapi juga berani membuat terobosan besar.

Pesantrennya, Singa Putih, menjadi contoh bagaimana pendidikan Islam bisa dikemas dengan pendekatan modern tanpa kehilangan esensinya. “Jika Pangeran Diponegoro bisa beradaptasi dengan medan perang, kita juga harus bisa beradaptasi dengan zaman,” katanya.

Dengan pemikirannya yang terbuka, ia berhasil menggabungkan nilai-nilai klasik dengan metode pendidikan masa kini.

  1. Dahlan Efendi: Pejuang Pena dan Pemuda

Dahlan Efendi bukan hanya seorang santri, tetapi juga penulis dan aktivis kepemudaan. Melalui bukunya yang terkenal, Surauku Damai, Negeriku Aman, ia menyebarkan gagasan tentang pentingnya menjaga perdamaian melalui pendidikan Islam.

Ia selalu berkata kepada anak muda, “Pemuda harus bangkit! Jika dulu Pangeran Diponegoro memimpin perlawanan fisik, kita harus memimpin perlawanan intelektual.”

Melalui tulisan dan gerakan kepemudaan, ia menanamkan semangat perubahan bagi generasi muda, agar Islam tidak hanya menjadi warisan, tetapi juga kekuatan yang terus hidup.

Menyalakan Api Perjuangan

Kelima tokoh ini adalah bukti bahwa perjuangan tidak pernah mati, hanya berubah bentuk.

Di bawah pohon sawo yang menjadi saksi sejarah, seorang santri muda berdiri dengan mata penuh semangat. Ia menggenggam buku catatan yang penuh dengan kisah para pendahulunya.

“Kami akan meneruskan perjuangan ini,” bisiknya, seolah menjawab panggilan dari masa lalu.

Dan kini, Generasi Alpha, apakah kalian siap menjadi bagian dari perjuangan ini? (*)

Berita Terkait

Berita Terbaru