HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Air Mata Kemarahan

August 31, 2025 09:02
IMG_20250831_085709

Oleh Uten Sutendy

HATIPENA.COM – Berkali-kali kami berkata, menulis, dan berteriak lantang.

“Kalian jangan sombong memiliki pangkat dan jabatan di tengah ketimpangan dan ketidakadilan. Semua itu sangat menjijikan dan membuat kami muak.”

Berkali kali-kali kami berpidato di bawah terik matahari dalam kehausan.

“Jangan pamerkan kekayaan dan gaya hidup borjuis-elitis di ruang publik di tengah himpitan kemiskinan dan kelaparan. Semua itu membuat hati kami tersayat-sayat, perih.”

Berkali kali juga kami mengingatkan lewat puisi yang ditulis dalam kesunyian malam.

“Jangan mengumbar tertawa dan senyum sinis di tengah kenaikan harga barang dan aneka kewajiban pajak. Semua itu membuat kami hati terpukul, tertekan.”

Tapi kalian tetap tampil pongah, berjarak dengan kami sambil memamerkan baju pangkat, padahal pangkat itu kami yang beri.

Kalian tetap tuli dan buta membiarkan berkas aspirasi dan tuntutan kami agar tikus-tikus neger dihukum berat dan rampas semua asetnya. Tapi kalian membiarkannya menumpuk berdebu di ruang sunyi. Tak tersentuh apalagi palu diketuk.

Kalian malah berjoget berpesta pora dalam gelimang kemewahan fasilitas dan macam – macam tunjangan melangit seolah sudah bekerja keras dan berprestasi.

Sekarang, kami tak bisa lagi berkata dan menulis. Tangan kami gemetar dan penglihatan mata kami rabun tertutup oleh air mata.

Bukan lagi air mata kesedihan dan ketakberdayaan, melainkan air mata kemarahan.

Kami adalah rakyat yang tertindas dan terlindas.

Kemarahan kami sudah berubah menjadi kumpulan bara api yang menyebar dan membakar

Berubah mengeras menjadi parang tajam menghunus yang siap menebas.

Berubah menjad mata air yang mengalir deras ke hilir semua sudut kota dan kampung, menyatu menjadi air bah menerjang tanggul- tanggul kesombongan dan keangkuhan.

Jangan salahkan kami jika api akan terus membara, pedang tetap terhunus, dan air bah datang menerjang siapapun dan apapun yang menghalangi aliran jeritan hati kami.

Sekali lagi, jangan salahkan kami jika kemarahan kami sudah menjadi api, parang dan air bah yang siap mengepung.

Kalianlah yang memulai! (*)

29 Agustus 2025

Get the feeling
Mr. Ten