Karya : Dr. Mochamad Taufik, M.Pd
HATIPENA.COM – Bicara soal bola, Kabupaten Pasuruan punya keistimewaan. Sebab, ada klub sepak bola tertua yang dikenal dengan sebutan Assyabaab Bangil — sebuah tim yang sudah berdiri bahkan sebelum PSSI lahir. Nama ini bukan sekadar legenda, tapi bukti bahwa semangat olahraga dan perjuangan sudah lama berdenyut di tanah santri.
Sebuah tim yang pernah tampil dalam putaran Nasional di Piala Jami’a Dalhar era 1998, meninggalkan jejak membanggakan di kancah sepak bola nasional. Kisah perjalanan panjang itu diceritakan langsung oleh sang manajer, Habib Abu Bakar Assegaf, atau yang akrab disapa Habib Bakar.
“Assyabaab ini klub tertua di Indonesia sebelum PSSI berdiri,” tutur mantan manajer Persekabpas tersebut dengan nada bangga.
Awal Api Semangat
Tahun 1920. Di tengah penjajahan Belanda, sekelompok pemuda Bangil berkumpul di Alun-Alun dengan satu tekad: ingin menunjukkan bahwa anak negeri juga mampu berdiri sejajar. Mereka bermain bola nyeker — tanpa alas kaki, tanpa fasilitas, tapi dengan semangat yang tak tertandingi. Dari kekompakan luar biasa itulah lahir sebuah perkumpulan sepak bola yang kemudian diberi nama Assyabaab, dari bahasa Arab asy-syabaab yang berarti para pemuda.
“Nyeker pun tak apa,” kata salah seorang pemuda waktu itu sambil menatap bola kain lusuh. “Asal hati kita tak pernah takut.”
Ucapan sederhana itu menjadi roh perjuangan Assyabaab — keberanian yang lahir dari keterbatasan.
Lapangan Alun-Alun Bangil menjadi saksi pertandingan penuh makna. Lawan mereka bukan sembarang tim, melainkan Kantjil Mas, klub sepak bola milik Belanda. Pertandingan ini bukan hanya adu bola, tapi adu harga diri. Sorak warga Bangil menggema dari tepi lapangan, bukan sekadar menyemangati tim kampung, tetapi juga menyuarakan kebanggaan bangsa yang menolak dijajah.
Zaman Emas dan Kemenangan Besar
Melihat kekompakan anak muda waktu itu yang begitu solid, terbentuklah kumpulan sepak bola Assyabaab Bangil secara resmi. Klub ini kemudian berkembang menjadi simbol perjuangan dan kebanggaan masyarakat Pasuruan.
Tahun berganti, generasi pun silih berganti. Namun semangat asy-syabaab tetap terjaga. Pada tahun 1998, klub ini mencapai masa keemasan. Dengan komposisi pemain seperti Khasan Sholeh, Efan Junaidi, Siswanto, dan kawan-kawan, Assyabaab Bangil mencetak sejarah manis dengan menggunduli Persib Bandung 4–0 dalam laga bersejarah.
Habib Bakar, yang kala itu memimpin tim, masih ingat betul kebanggaan itu.
“Jadi binaan kami semua mereka itu,” katanya dengan senyum bangga. “Gak gampang asah skill itu. Tapi semangat mereka luar biasa — seperti generasi awal Assyabaab dulu.”
Pesan untuk Generasi Muda
Kini, setelah perjalanan panjang dan masa kejayaan, Habib Bakar tak lelah berpesan agar semangat Assyabaab tidak padam.
“Mari kita bangun kembali regenerasi pemain baru yang bisa mengangkat nama Kabupaten Pasuruan,” ujarnya tegas. “Jangan biarkan persepakbolaan kita mati suri.”
Bagi masyarakat Bangil, Assyabaab bukan sekadar klub. Ia adalah warisan semangat, simbol persaudaraan, dan lambang perjuangan anak muda yang pantang menyerah. Dari bola kain lusuh di tahun 1920, hingga kemenangan megah di tahun 1998, Assyabaab Bangil membuktikan bahwa perjuangan bisa dilakukan lewat banyak cara — bahkan lewat sepak bola.
Dan selama masih ada pemuda yang berlari di lapangan tanah Bangil dengan semangat membara, api Assyabaab tak akan pernah padam. (*)