Membangkitkan Raksasa Tidur
Oleh: Rastono Sumardi
Ketua Satupena Sulawesi Tengah
HATIPENA.COM – Di hamparan pesisir dan lembah subur Sulawesi Tengah, pohon kelapa bukan sekadar tanaman; ia adalah warisan budaya dan tulang punggung ekonomi pedesaan selama beberapa generasi. Dengan luas areal perkebunan mencapai lebih dari 216.000 hektare, provinsi ini sejatinya adalah seorang raksasa dalam lanskap agribisnis kelapa nasional.
Namun, raksasa ini tertidur lelap. Di tengah gemerlap pertumbuhan ekonomi provinsi yang didorong oleh industri nikel, sektor kelapa justru menghadapi paradoks: potensi yang melimpah berbanding terbalik dengan produktivitas yang stagnan dan kesejahteraan petani yang tertinggal.
Kini, sebuah harapan baru muncul dari jantung Kabupaten Banggai. Sebuah varietas unggul lokal bernama Kelapa Babasal, yang telah teruji secara ilmiah, menawarkan potensi untuk tidak hanya membangunkan sang raksasa, tetapi juga mentransformasikannya menjadi motor penggerak ekonomi yang modern, inklusif, dan berkelanjutan.
Paradoks Emas Hijau dan Emas Hitam
Data statistik melukiskan gambaran yang jelas. Luas lahan kelapa di Sulawesi Tengah relatif stabil, namun produktivitasnya mandek di angka sekitar 1 hingga 1,2 ton kopra per hektare per tahun —jauh di bawah potensi sesungguhnya. Mayoritas pohon kelapa sudah tua, melewati usia produktifnya, dan praktik budidaya masih banyak yang bersifat tradisional.
Kondisi ini diperparah oleh pergeseran struktur ekonomi. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi terus menurun, tergeser oleh dominasi industri pengolahan nikel dan pertambangan .
Fenomena ini menciptakan “pertumbuhan yang tidak inklusif”. Sementara PDRB provinsi meroket, sektor yang menghidupi sebagian besar rakyatnya justru relatif tertinggal. Lebih jauh lagi, terjadi “kebocoran ekonomi” yang signifikan. Sebagian besar hasil panen kelapa dijual dalam bentuk bahan mentah (kelapa butir atau kopra asalan) ke provinsi lain yang memiliki industri pengolahan lebih maju .
Akibatnya, nilai tambah dari proses hilirisasi tidak dinikmati oleh perekonomian Sulawesi Tengah, meninggalkan petani dalam posisi tawar yang lemah di hadapan rantai pasok yang panjang dan tidak efisien .
Di tingkat kebun, tantangannya tak kalah berat. Ancaman paling serius datang dari hama Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros), yang serangannya di Sulawesi Tengah termasuk yang terluas di Indonesia .
Hama ini menggerek pucuk tanaman, menyebabkan kerusakan daun yang khas seperti guntingan huruf ‘V’, dan pada serangan berat dapat mematikan pohon. Praktik sanitasi kebun yang minim di perkebunan rakyat secara tidak sengaja menciptakan habitat ideal bagi hama ini untuk berkembang biak.
Ditambah dengan dampak perubahan iklim yang tak menentu dan kendala sosio-ekonomi yang menjerat petani—seperti akses modal yang terbatas dan fluktuasi harga—sektor ini terjebak dalam lingkaran setan produktivitas rendah.
Babasal: Jawaban dari Kekayaan Lokal
Di tengah tantangan multidimensi ini, solusi paling menjanjikan justru datang dari dalam, dari kearifan genetik lokal. Kelapa Babasal, varietas Kelapa Dalam asli Kabupaten Banggai, telah divalidasi melalui serangkaian riset oleh Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Banggai dan para ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Hasilnya luar biasa.
Kelapa Babasal menunjukkan keunggulan produktivitas yang fenomenal. Varietas ini memiliki potensi produksi kopra mencapai 3,0 hingga 3,2 ton per hektare per tahun—hampir tiga kali lipat dari rata-rata produktivitas petani saat ini . Setiap pohon mampu menghasilkan rata-rata 128 butir buah per tahun, dengan jumlah buah per tandan yang sangat tinggi, yaitu lebih dari 10 butir .
Analisis laboratorium juga menunjukkan kualitas nutrisi yang unggul, dengan kadar minyak kopra mencapai 61,09 persen dan kadar protein daging buah setinggi 8,13 persen .
Keunggulan ini bukan lagi sekadar cerita dari mulut ke mulut. Populasi Kelapa Babasal di Desa Taima, Kecamatan Bualemo, telah ditetapkan secara resmi sebagai Blok Penghasil Tinggi (BPT), dengan 1.000 pohon terseleksi sebagai Pohon Induk Terpilih (PIT) . Status ini mengubah Babasal dari sekadar varietas unggul menjadi infrastruktur produksi benih yang terstandarisasi dan siap untuk diperbanyak secara massal.
Potensi produksi benih dari PIT ini diperkirakan mencapai 106.000 butir per tahun, cukup untuk program peremajaan seluas 481 hektare setiap tahunnya . Dengan adanya penangkar komersial yang sudah mampu memproduksi ratusan ribu bibit , Kelapa Babasal adalah solusi yang paling siap diimplementasikan untuk merevitalisasi perkebunan kelapa rakyat.
Dari Kebun ke Pasar Global: Peta Jalan Hilirisasi
Mengadopsi varietas unggul seperti Babasal adalah langkah pertama. Langkah selanjutnya yang tak kalah krusial adalah hilirisasi, yaitu mengubah kelapa dari komoditas mentah menjadi produk olahan bernilai tambah tinggi. Pemerintah sendiri menargetkan hilirisasi kelapa dapat meningkatkan nilai ekonomi hingga 100 kali lipat.
Peluang produk turunan dari kelapa Sulawesi Tengah sangat beragam dan menjanjikan :
- Virgin Coconut Oil (VCO): Dengan tren pasar global yang mengutamakan produk kesehatan dan organik, VCO memiliki potensi nilai tambah hingga 11 kali lipat dibandingkan kelapa mentah.
- Briket Arang Tempurung: Produk ini telah menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia, dengan permintaan tinggi dari pasar Timur Tengah dan Eropa untuk kebutuhan shisha dan barbekyu.
- Cocofiber dan Cocopeat: Dulu dianggap limbah, sabut kelapa kini diolah menjadi serat untuk industri otomotif dan media tanam organik yang permintaannya terus meningkat seiring tren pertanian hidroponik.
- Produk Pangan Lainnya: Mulai dari kelapa parut kering (desiccated coconut), santan, nata de coco, hingga gula kelapa yang diminati pasar produk kesehatan, semuanya merupakan peluang industri yang dapat dikembangkan.
Yang terpenting, hilirisasi tidak harus menunggu investasi pabrik skala besar. Banyak dari produk ini, seperti VCO atau gula kelapa, dapat diproduksi pada skala Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tingkat desa. Ini adalah strategi pembangunan pedesaan yang inklusif, menciptakan lapangan kerja baru dan mengalirkan keuntungan langsung ke komunitas penghasil kelapa.
Rekomendasi Strategis untuk Aksi Nyata
Untuk membangkitkan raksasa kelapa Sulawesi Tengah, diperlukan sebuah gerakan terpadu dari hulu ke hilir. Di hulu, program peremajaan massal menggunakan bibit Kelapa Babasal bersertifikat harus menjadi prioritas utama, didukung oleh penyuluhan intensif mengenai praktik budidaya yang baik (Good Agricultural Practices), terutama sanitasi kebun untuk mengendalikan hama Kumbang Badak.
Di tingkat tata niaga, penguatan kelembagaan petani melalui koperasi menjadi kunci untuk meningkatkan posisi tawar. Pemerintah perlu memfasilitasi model kemitraan inti-plasma yang adil antara industri pengolahan dan kelompok tani, yang menjamin harga dan serapan pasar.
Di hilir, diperlukan insentif kebijakan untuk menarik investasi pada industri pengolahan, serta program akselerasi bagi UMKM yang mencakup akses permodalan, bantuan teknologi, dan fasilitasi sertifikasi mutu untuk menembus pasar ekspor.
Sulawesi Tengah berada di persimpangan jalan. Terus membiarkan “emas hijau”-nya tertidur di bawah bayang-bayang “emas hitam”, atau mengambil langkah berani untuk merevitalisasi sektor yang menjadi denyut nadi bagi ratusan ribu warganya.
Dengan memeluk harta karun genetiknya, Kelapa Babasal, dan secara agresif menempuh jalur hilirisasi, provinsi ini memiliki kesempatan emas untuk mengubah warisan agrarisnya menjadi mesin kemakmuran yang modern dan berkeadilan bagi semua. (*)