Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Bangkit, Gen-Z! Belajar dari Jihad dan Perjuangan Pangeran Diponegoro

March 18, 2025 10:42
IMG_20250318_104049

Oleh: Drs. Mochamad Taufik, M.Pd
Guru SD Al Hikmah Surabaya

#menulis30esairamadan1446H Esai ke-3

HATIPENA.COM – Di era digital ini, banyak anak muda mudah menyerah saat menghadapi tantangan. Sedikit kesulitan, langsung patah semangat. Gagal sekali, langsung merasa tak berguna. Padahal, sejarah bangsa ini dipenuhi oleh tokoh-tokoh yang menghadapi rintangan jauh lebih besar tetapi tetap teguh dalam perjuangan. Salah satu inspirasi terbesar adalah Pangeran Diponegoro.

Bayangkan, di usia yang masih relatif muda, ia memimpin perlawanan melawan penjajahan Belanda dalam Perang Diponegoro (1825–1830). Ini bukan hanya perang biasa, tetapi juga jihad fi sabilillah, perjuangan suci membela agama dan tanah air. Tanpa teknologi canggih, tanpa kemudahan komunikasi seperti sekarang, ia tetap bertahan selama lima tahun melawan kekuatan kolonial yang jauh lebih besar.

-0-

Perang Diponegoro: Jihad Islam dan Perlawanan terhadap Kolonialisme

Perang Diponegoro, juga dikenal sebagai Perang Jawa, adalah salah satu peristiwa paling signifikan dalam sejarah perlawanan terhadap kolonialisme di Nusantara. Dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, perang ini tidak hanya mencerminkan perlawanan politik terhadap dominasi Belanda, tetapi juga merupakan manifestasi dari semangat jihad yang didorong oleh nilai-nilai keagamaan. Keterlibatan aktif para ulama dan komunitas santri menunjukkan bahwa perlawanan ini memiliki dimensi religius yang kuat, menjadikannya sebagai jihad fi sabilillah dalam konteks mempertahankan tanah air dan agama.

Peran Sentral Ulama dalam Perang Diponegoro

Perang Diponegoro mendapatkan dukungan luas dari kalangan ulama, yang memainkan peran kunci dalam mobilisasi dan legitimasi perjuangan. Penelitian menunjukkan bahwa Pangeran Diponegoro menyampaikan gagasan dan pengetahuannya kepada masyarakat melalui komunitas Islam, terutama dari kalangan santri, untuk menyerukan semangat jihad fi sabilillah. Panji perang yang diusungnya pun berlandaskan pada hukum-hukum Islam dengan tujuan mendirikan suatu negara Islam (Balad al-Islam).

Salah satu ulama terkemuka yang berperan penting dalam perjuangan ini adalah Kiai Mojo. Sebagai penasihat spiritual dan intelektual utama Pangeran Diponegoro, Kiai Mojo tidak hanya memberikan bimbingan religius tetapi juga strategi perjuangan yang berlandaskan pada ajaran Islam. Keterlibatan aktif ulama seperti Kiai Mojo menunjukkan bahwa perlawanan terhadap kolonialisme Belanda tidak hanya didorong oleh motif politik, tetapi juga oleh dorongan religius untuk menegakkan keadilan dan melawan penindasan.

Pendidikan Islam dan Jaringan Pesantren

Sejak masa mudanya, Pangeran Diponegoro dikenal dekat dengan kalangan ulama dan pesantren. Ia belajar mengenai Islam kepada Kiai Taptojani, salah seorang keturunan dari keluarga asal Sumatera Barat yang bermukim di dekat Tegalrejo. Selain itu, nenek buyutnya, Ratu Ageng, mendorong para tokoh agama di Yogyakarta untuk mengunjungi dan mengambil tempat tinggal di Tegalrejo, tempat lingkungan Diponegoro tinggal. Di antara mereka adalah penghulu Kiai Muhammad Bahwi, yang kemudian dikenal dalam Perang Jawa sebagai Muhammad Ngusman Ali Basah, yang sebelumnya mengabdi sebagai Ketua Forum Ulama Masjid Suranatan, masjid pribadi sultan.

Kedekatan dengan ulama dan pendidikan agama yang kuat membentuk karakter dan pandangan Diponegoro terhadap penjajahan. Ia melihat perlawanan terhadap Belanda sebagai bagian dari kewajiban religius untuk menegakkan keadilan dan melawan penindasan. Jaringan pesantren dan ulama yang mendukungnya menjadi basis penting dalam mobilisasi massa dan penyebaran semangat jihad di kalangan masyarakat Jawa.

-0-

Jihad Diponegoro: Perjuangan Tanpa Kenal Menyerah

Pangeran Diponegoro tidak hanya berperang dengan senjata, tetapi juga dengan semangat, strategi, dan keimanan yang kuat. Ia yakin bahwa hidup harus punya tujuan besar dan tidak boleh goyah hanya karena kesulitan.

Coba bayangkan, kalau Diponegoro gampang menyerah seperti sebagian anak muda zaman sekarang, mungkin Indonesia tidak akan pernah mengenal semangat perlawanan yang begitu gigih. Ia dikhianati, dikepung, ditangkap—tetapi tidak sekalipun kehilangan keyakinan. Bahkan di pengasingan, ia tetap teguh.

Bahkan dalam kondisi perang, Pangeran Diponegoro tetap mengadakan pengajian dan pendidikan bagi pasukannya. Para ulama bergantian mengajarkan ilmu agama kepada sesama ulama maupun kepada para komandan pasukan. Kiai Mojo, misalnya, mengajarkan kitab Fath al-Wahhab karya Zakariyya al-Anshari kepada para kiai lain dan juga kepada para komandan pasukan. Bahkan, kitab fiqih ini dijadikan sebagai rujukan dalam bernegosiasi dengan kompeni Belanda saat mengajukan perundingan damai.

Kegiatan pendidikan dan pengajian di medan perang menunjukkan bahwa perjuangan Diponegoro tidak hanya berfokus pada aspek militer, tetapi juga pada penguatan spiritual dan intelektual para pejuang. Hal ini memastikan bahwa semangat jihad yang mereka emban didasarkan pada pemahaman agama yang mendalam dan kesadaran akan tujuan mulia yang ingin dicapai.

-0-

Gen-Z, Jangan Jadi Generasi Loyo!

Kalian, generasi muda, hidup di zaman yang serba mudah dibanding era Diponegoro. Tapi, kenapa banyak yang masih malas, cepat menyerah, dan takut gagal? Bangkitlah! Jadilah anak muda yang kuat, punya semangat baja, dan tak mudah terpengaruh godaan kemalasan.

Pangeran Diponegoro tidak menunggu segalanya jadi mudah. Ia bergerak, berjuang, dan menghadapi semua risiko dengan keberanian. Begitu juga kalian, hadapi hidup dengan mental pejuang! Gagal? Bangkit lagi! Patah semangat? Ingat bahwa kesuksesan hanya milik mereka yang berani bertahan.

Jadikan kisah Pangeran Diponegoro sebagai inspirasi. Lawan kemalasan, hadapi tantangan, dan buktikan bahwa kalian bisa menjadi generasi yang membawa perubahan besar!

-0-

Kesimpulan: Jadilah Pejuang, Bukan Pecundang!

Perang Diponegoro merupakan contoh nyata bagaimana semangat jihad dan nilai-nilai keagamaan dapat menjadi pendorong utama dalam perlawanan terhadap kolonialisme. Keterlibatan aktif para ulama, jaringan pesantren, dan pendidikan agama yang kuat membentuk landasan ideologis bagi perjuangan ini.

Meskipun secara militer perlawanan ini berakhir dengan kekalahan, semangat dan nilai-nilai yang ditanamkan selama Perang Diponegoro terus menginspirasi perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penindasan dan menegakkan keadilan.

Jadi, Gen-Z, apakah kalian mau hanya menjadi penonton sejarah? Atau kalian siap menjadi bagian dari generasi pejuang yang berani menghadapi tantangan zaman? Bangkit dan berjuanglah! (*)

(Dinukil dari buku Pondok Gondang Penerus Perjuangan Sang Pangeran)

Berita Terkait

Pasrah dalam Do’a

March 18, 2025

Pertemuan Pertama

March 18, 2025

Pelarian Berdua

March 18, 2025

Batas Sabar

March 18, 2025

Madrasah yang Dianak-tirikan

March 18, 2025

Berita Terbaru