HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Cerita Kucuran Dana Dua Ratus Triliun

September 16, 2025 07:48
IMG-20250916-WA0008

Asrul Sani Abu

HATIPENA.COM – Kehidupan sebuah bangsa kadang seperti kisah sebuah keluarga besar.

Ketika dalam sebuah keluarga, sudah cukup lama mereka hidup dalam kekurangan dan keprihatinan. Makanan serba terbatas, pekerjaan sulit didapat, harapan sering tertahan oleh uang sogokan, uang ibupun sering hilang diambil anak-anaknya.

Ayah sebagai kepala keluarga melihat anak-anaknya makin lemah dan tanpa harapan. Suara riang berubah jadi teriakan dan pertengkaran. Ada yang ingin sekolah tapi tak ada biaya. Ada yang ingin berdagang tapi modal tak cukup. Ada pula yang hanya duduk termenung di sudut rumah karena tak tahu apa yang bisa dikerjakan. Dapur pun jarang mengepul, ibupun sering muram bahkan marah.

Lalu datanglah kabar baik. Sang ayah mendapat pinjaman besar dari kerabatnya, dua ratus juta rupiah. Jumlah yang bisa mengubah wajah keluarga itu. Ia tidak menghabiskannya sendiri, melainkan membagikan uang itu sesuai kebutuhan anak-anaknya.

Si sulung diberi modal untuk membuka warung. Si anak tengah diberi dana membeli alat pertanian untuk sawah sang ayah. Si bungsu diberi biaya kursus tambahan, agar suatu hari bisa bekerja lebih baik.

Ketika uang itu dipakai dengan benar, semuanya berubah. Warung mereka menghasilkan laba untuk keluarga. Sawah menghasilkan panen lebih banyak untuk mereka makan bersama. Si bungsu pulang membawa keterampilan baru, dan mendapat pekerjaan layak. Rumah yang tadinya sepi kini ramai. Dapur kembali mengepul. Ibu tersenyum, anak-anak berhenti berteriak karena lapar. Hidup yang tadinya muram berubah jadi harapan.

Namun, di balik peluang selalu ada risiko. Apa jadinya bila uang itu justru dipakai berfoya-foya? Dibeli barang mewah yang tak perlu? Atau hanya dinikmati sebagian anak yanh doyan pamer, sementara yang lain tetap kelaparan? Maka uang itu akan habis tanpa hasil. Yang tersisa hanyalah pertengkaran dan gejolak yang baru.

Begitu juga kucuran dana dua ratus triliun dari Menteri Keuangan baru Purbaya ke bank-bank pemerintah.

Ia bisa menjadi vitamin yang menghidupkan kembali ekonomi Indonesia yang lemah.

Bila dialirkan ke sektor produktif seperti UMKM, pertanian, nelayan, dan pendidikan, kesehatan, hingga industri negeri. Ia akan mengangkat kehidupan rakyatnya.

Tetapi jika hanya berhenti di kelompok besar, di menara yang sudah tinggi, melangit, maka uang itu tak lebih dari cerita singkat, tanpa makna jangka panjang.

Uang sebesar itu hanyalah alat bantu, bukanlah tujuan. Seperti hujan deras yang jatuh ke tanah gersang. Bila mengalir begitu saja, ia akan pergi tanpa meninggalkan kehidupan.

Tapi bila menyentuh benih-benih kecil yang lama menanti hujan rahmat, ia akan melahirkan ladang harapan bagi semua.

Kita percaya tantangan kita bukan hanya bagaimana mengucurkan dana, tetapi bagaimana memastikan setiap rupiah benar-benar sampai ke nadi rakyat kecil.

Karena di sanalah letak kekuatan bangsa: pada rakyat yang berdaya, pada usaha kecil yang terus bertahan, pada kerja keras yang diberi ruang untuk tumbuh dan berkembang besar untuk membangun Indonesia, yang lebih baik, lebih adil, dan sejahtera. (*)

Salam…

Berita Terkait

Berita Terbaru