Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Libur, asyik baca cerpen sambil seruput kopi, wak. Kebetulan ini ada cerita seru, based on true story. Kisah seorang istri, bernama Tiara Andini (bukan artis imut itu ya), istri seorang jaksa menerima tf 8 miliar dari sang suami. Simak cerpennya!
Tiara baru selesai upload story OOTD ke mall ketika notifikasi bank bikin ponselnya nyaris meledak. Angka nol berjejer, bukan dua, bukan tiga, tapi sembilan digit, Rp 8.000.000.000,-.
“Ya Tuhan, bang! Aku dapat rezeki nomplok! Ini beneran masuk? Atau cuma bug aplikasi?” Tiara jingkrak seperti dapat give away artis Korea.
Azam Akhmad Akhsya, eks jaksa Kejari Jakarta Barat, duduk santai sambil nyeruput kopi sachet murahan. Lelaki yang seharusnya menjaga barang bukti malah jadi maling barang bukti. Lelaki yang harusnya mengawal hukum malah menjual hukum kiloan.
“Tenang, sayang. Itu uang halal. Eh maksud abang… rezeki. Dari langit. Dari perjuangan suami tercinta.”
Padahal publik tahu, uang itu hasil tilap barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit. Dari Rp 61,4 miliar uang korban yang seharusnya dikembalikan, dia bersama dua pengacara bandel, Oktavianus Setiawan dan Bonifasius Gunung, main sulap. Korban sampai 1.500 orang merintih, kerugian mencapai Rp 17,8 miliar. Tapi apa kata Azam? “Rezeki, sayang.”
Apa kata Tiara? Bukannya bilang astaghfirullah, bukannya menolak. Dia malah ketawa sampai nangis bahagia.
“Bang, suami orang lain kasih bunga, kasih cincin. Suamiku kasih delapan miliar! Aku ini istri paling beruntung sedunia!”
Bangsa ini muntah berjamaah.
Hakim di PN Tipikor sempat geleng-geleng kepala. Saat vonis 8 Juli 2025 dibacakan, 7 tahun penjara, denda Rp 250 juta, publik mengira Tiara bakal sadar. Tapi tidak. Di ruang sidang, dia malah bisik-bisik, “Yang penting kita masih punya sisa, bang.”
Banding pun naik. 11 September 2025, Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat, 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta, uang pengganti Rp 11,7 miliar. Hakim menegaskan, menyembunyikan asal-usul uang bahkan dari istri adalah bukti kesadaran penuh bahwa itu hasil kejahatan. Tapi istri justru makin cinta.
“Bang,” katanya sambil melambai di balik jeruji, “bodo amat mereka bilang korupsi. Yang penting kita punya DP rumah baru. Kalau abang bebas nanti, kita honeymoon. Ke Bali aja jangan, takut ketemu ‘kelompok Bali fiktif’ yang abang tipu dulu. Mending ke Dubai.”
Satu Indonesia mendidih. Netizen warung kopi meledak.
“Ini bukan istri, ini mesin ATM dengan mode auto-glorifikasi. Duit haram dikira hadiah anniversary!”
Tiara tak peduli. Bagi dia, Rp 8 miliar itu seperti skincare premium. Membuat wajahnya glowing, meski reputasinya busuk. Sementara 1.500 korban Fahrenheit cuma bisa menatap rekening kosong, daging ayam pun jadi kemewahan.
Azam dalam hati ketawa pahit. “Hukum memang bisa menjebloskan aku 9 tahun, denda setengah miliar, uang pengganti 11,7 miliar. Tapi cintamu, Tiara… membuat neraka terasa seperti hotel bintang lima.”
Begitulah. Negeri ini tak kekurangan maling, tapi kekurangan istri yang berani bilang, “Bang, uang ini haram, balikin!” Tiara memilih jalan absurd, mencintai uang delapan miliar, bukan kebenaran.
Untuk para istri pejabat, ingatlah! Uang yang masuk ke rekeningmu bukan sekadar angka, tapi doa atau kutukan. Kalau itu hasil kerja halal, setiap rupiah jadi berkah. Tapi kalau itu hasil korupsi, setiap rupiah jadi doa orang-orang yang dizalimi. Jangan pernah menutup mata dengan alasan “itu rezeki,” karena rezeki sejati tidak pernah lahir dari air mata 1.500 korban yang dirampas haknya.
Istri pejabat harus lebih waspada dari rakyat biasa, sebab kadang korupsi tidak lahir dari keserakahan suami semata, tapi juga dari bisikan lembut seorang istri yang ingin tas Hermes, mobil Alphard, atau liburan ke Dubai.
Singkatnya, jangan pernah mau jadi Tiara. Karena uang delapan miliar mungkin bisa membeli tas, mobil, dan rumah mewah, tapi tidak bisa membeli nama baik, tidak bisa membeli tidur yang tenang, apalagi tiket masuk surga. (*)
#camanewak