HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Dari Tambang Menjadi Kehidupan

October 23, 2025 10:46
IMG-20251023-WA0028

Ketika Air Menyembuhkan Luka Bumi di Void Pit 16 Manggis, PT Arutmin

Oleh: Nurul Jannah

Bumi Menunduk, Langit Berdoa

HATIPENA.COM – Transformasi Void Pit 16 Manggis menjadi sistem penyediaan air bersih dan irigasi mandiri berbasis energi surya bukan hanya sebuah inovasi, ia adalah perjalanan spiritual antara manusia dan bumi.

Ada luka yang tak tampak oleh mata, luka yang tertinggal setelah batu diangkat dari perut bumi. Namun di Manggis, Kalimantan Selatan, luka itu disembuhkan oleh air, oleh cahaya, dan oleh hati yang mau berbenah.

Siang itu, matahari berdiri tegak di langit. Cahaya memantul di permukaan danau pascatambang yang kini jernih dan damai.

Dua sosok berdiri di tepiannya: Pak Ferry dan Pak Gusti, keduanya dari tim CDO PT Arutmin Site Senakin. Wajah mereka teduh, namun sorot matanya menyimpan kisah tentang kerja panjang, ketekunan, dan pengabdian.

“Bu Nurul,” ujar Pak Ferry dengan nada lirih namun mantap, “di bawah air itu dulu hanya ada gelap dan debu. Sekarang, di atasnya mengalir kehidupan.”

Aku memandang air yang tenang itu, baru kemudian memahami. Danau ini bukan hanya wadah air, melainkan cermin hati manusia yang sedang belajar memperbaiki diri.

Awal yang Tak Pernah Dirancang

Lubang tambang itu dahulu sunyi, tandus, dan penuh kenangan tentang perjuangan. Namun saat hujan pertama turun dan genangan terbentuk, Arutmin melihat bukan kekosongan, melainkan isyarat kehidupan.

Tahun 2019, ide itu tumbuh menjadi nyata: menjadikan Void Pit 16 Manggis sebagai sumber air bersih dan irigasi bagi warga sekitar. Program ini diberi nama SIPAS (Sistem Irigasi dan Penyediaan Air Bersih), langkah nyata untuk mengubah luka tambang menjadi sumber penghidupan baru.

“Kami tidak ingin menutup tambang lalu pergi,” ucap Pak Ferry, menatap jauh ke permukaan air.

“Kami ingin menutup tambang, tapi membuka kehidupan.”

Maka, jaringan pipa pun dirancang agar dapat menjangkau 220 Kepala Keluarga di Desa Sungai Seluang dan Pudi. Sejak itu, air bukan lagi simbol masa lalu, tapi harapan yang mengalir di setiap rumah.

Cahaya yang Menghidupkan

Pada tahap awal, pompa air masih menggunakan bahan bakar solar. Namun biaya tinggi membuat masyarakat gelisah. Arutmin tak menutup mata. Mereka mendengar, bukan untuk menanggapi, melainkan untuk memahami.

“Kami tahu, setiap tetes air punya kisah,” kata Pak Gusti, menatap peralatan di tepi danau.

“Kami hanya ingin memastikan kisah itu berakhir dengan senyum, bukan keluhan.”

Tahun 2021, sistem diganti sepenuhnya dengan panel surya berkapasitas 7.000 Wp. Langit Manggis kini menjadi sumber tenaga bagi kehidupan di bawahnya.

“Sekarang, air mengalir tanpa suara mesin,” ujar Pak Ferry, matanya berbinar. “Yang terdengar hanya tawa anak-anak dan bunyi air jatuh ke ember.”

Di desa, ibu-ibu mencuci dengan air jernih, petani kembali menanam padi di lahan yang dulu kering. “Dulu kami takut kemarau,” kata Pak Gusti pelan.
“Sekarang kami hanya takut lupa berterima kasih.”

Lebih dari Air, Ini Tentang Kepercayaan

Air memang mengalir ke rumah warga, tapi yang lebih deras mengalir adalah rasa percaya. Arutmin membantu membentuk Badan Pengelola Sarana Air Bersih, terdiri dari lima warga yang dilatih khusus untuk menjaga sistem ini. Mereka kini bukan penerima bantuan, melainkan penjaga kehidupan.

“Dulu kami menunggu bantuan,” ucap Pak Ferry, tersenyum hangat, “sekarang kami belajar memberi kehidupan.”

Program ini menghemat Rp 1,28 miliar per tahun, menurunkan emisi CO₂ sebesar 10,48 ton per tahun, dan mencatat SROI (Social Return on Investment) sebesar 4,44, artinya setiap Rp1 yang diinvestasikan perusahaan melahirkan manfaat sosial Rp4,44 bagi masyarakat.

Namun nilai sejati tak pernah hidup dalam angka..Ia hidup dalam senyum anak-anak yang minum dari gelas pertama mereka, dalam doa para ibu yang kini tak lagi menimba dari sumur keruh, dan dalam rasa tenang yang hadir setiap kali keran dibuka.

Membangun Budaya dari Air

Kini, Danau Manggis bukan lagi sisa tambang, tapi pusat kehidupan. Di sekitarnya tumbuh kebiasaan baru yang berakar menjadi budaya: gotong royong membersihkan tandon, “Panen Air” setiap tahun, dan doa bersama saat hujan pertama turun.

“Air ini sudah jadi bagian dari hidup kami,” kata Pak Gusti sambil memandangi permukaan danau.

“Yang mengalir bukan hanya air, Bu… tapi rasa syukur yang tak berhenti.”

Dan aku tahu, inilah bentuk CSR yang sesungguhnya, yang tak lahir dari kewajiban, tapi dari kasih.

Air yang Menyimpan Doa

Langit siang berkilau di atas danau yang tenang. Kilau airnya menari lembut, seolah mengucap tasbih di bawah cahaya surya. Dari kejauhan terdengar gemuruh lembut pompa surya, ritme kehidupan yang menggantikan suara mesin masa lalu.

“Bu Nurul,” ujar Pak Ferry pelan namun dalam, “kami dulu menambang batu bara, tapi kini kami menambang kepercayaan.”

Aku tersenyum, dan di dalam hati berdesir rasa haru. Angin membawa aroma air dan tanah basah, aroma kehidupan yang baru saja lahir dari bekas luka bumi. Aku tahu, ini bukan proyek. Ini ikrar kesetiaan manusia kepada bumi yang pernah ia lukai.

Dan di tepi danau yang dulu sepi itu, aku menyaksikan bumi yang akhirnya memaafkan.

CSR yang Menyentuh Nurani

Dari void tambang lahir sistem air bersih yang melayani 220 KK, bukti bahwa keberlanjutan bukan teori, tapi tekad yang dijalankan. Teknologi Hijau, Panel surya 7.000 Wp bukan hanya efisien, tetapi menjadi lambang manusia yang belajar memanfaatkan cahaya tanpa melukai bumi.

Ketika masyarakat diberdayakan, tanggung jawab berubah menjadi kebanggaan.

Dan, Danau Manggis pun berbisik lembut, bumi bisa memaafkan, asalkan manusia benar-benar mau mendengarkan. (*)

Bumi Allah, 23 Oktober 2025