Rangkuman Berita
Workshop Esoterika Fellowship, Hari Ketiga, 23 April 2025
“Tak satu pun institusi keagamaan, tak satu pun ulama, pendeta, biksu, atau pastur—seberbakat apa pun mereka—dapat menandingi kemampuan Artificial Intelligence dalam membaca jutaan dokumen lintas kitab, lintas iman, lintas madzab, dan lintas abad. Semua itu terjadi dalam hitungan menit, bahkan detik.”
HATIPENA.COM – Dengan pernyataan itu, Denny JA membuka sesi ketiga Esoterika Fellowship Workshop yang berlangsung pada 23 April 2025.
Sebagai penggagas Esoterika Forum Spiritualitas, Denny JA menandai datangnya era baru dalam sejarah iman: era ketika agama dan spiritualitas tak hanya ditafsirkan oleh manusia, namun juga oleh mesin yang berkesadaran data.
AI kini mampu menyusuri dan mengolah jutaan dokumen keagamaan, dari masa silam hingga kini, dari Timur hingga Barat, dari yang ortodoks hingga yang mistik—semuanya dalam waktu sekejap.
Hasilnya bukan sekadar tumpukan informasi, tetapi peluang: peluang untuk menyalakan ulang lentera spiritualitas dengan cara yang lebih inklusif dan universal.
Dalam terang perubahan radikal ini, Denny JA mengajukan satu gagasan perlunya dibentuk Pusat Studi Agama dan Spiritualitas Era AI.
Ini lembaga interdisipliner yang mengkaji, mengintegrasikan, dan menyebarkan pesan universal hasil olahan AI dari khazanah agama-agama dunia.
Hari ketiga workshop ditandai oleh sebuah tonggak penting: kesepakatan kerjasama antara Esoterika Forum Spiritualitas dan sembilan perguruan tinggi lintas tradisi di Indonesia. Mereka adalah:
1. UIN Sunan Gunung Djati Bandung
2. Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR)
3. Universitas Kristen Indonesia (UKI)
4. IPMI International Business School
5. Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa
6. IAIN Ambon
7. STABN Sriwijaya Tangerang Banten
8. UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon
9. President University
MoU ditandatangani langsung oleh para rektor dan pejabat kampus, antara lain:
• Dr. Abidin Wakano, M.Ag. (Rektor IAIN Ambon)
• Dr. rer.pol. Ied Veda R. Sitepu, S.S, M.A (Wakil Rektor bidang Kerjasama Universitas Kristen Indonesia )
- Dr. Li. Edi Ramawijaya Putra, M.Pd. (Ketua STABN Sriwijaya Tangerang)
• I Komang Suastika Arimbawa, M.Ag. (Perwakilan r UHN I Gusti Bagus Sugriwa)
Kerja sama dengan kampus lainnya telah lebih dahulu dimulai lewat kesepahaman sebelumnya di kampus masing-masing.
BELAJAR DARI NUS: SPIRITUALITAS DAN RANGKING GLOBAL
Dalam sambutannya, Denny JA mengaitkan misi Esoterika dengan refleksi mendalam atas ranking universitas global versi QS World University Ranking. Pada 2025, peringkat ini mencakup 1.500 universitas dari 105 negara.
Yang mencuri perhatian adalah National University of Singapore (NUS)—yang kini menempati 10 besar dunia. Namun pada 1950-an hingga 1960-an, NUS justru masih di bawah Universitas Indonesia (UI).
Sejarah mencatat bahwa NUS berawal tahun 1905 sebagai sekolah kedokteran kolonial, tak jauh dari UI yang bermula sebagai STOVIA pada 1902.
Apa yang membuat NUS melesat? Jawabannya adalah: inovasi, riset, dan keberanian masuk ke wilayah teknologi mutakhir seperti AI, digital governance, dan bioteknologi. Dukungan negara dan visi panjang Lee Kuan Yew menjadi kunci transformasi tersebut.
Denny menyatakan salah satu indikator yang dinilai tinggi dalam ranking global adalah kemampuan institusi menghasilkan kurikulum baru yang mencerminkan perkembangan zaman.
Dalam semangat itu, Esoterika Forum memperkenalkan kurikulum baru: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Bersama di Era AI.” Ini sebuah inovasi yang merekam denyut zaman dan memenuhi indikator tersebut.
TEKNOLOGI DAN TEOLOGI PEMBEBASAN
Denny menyandingkan upaya ini dengan semangat Teologi Pembebasan dari Amerika Latin. Ini gerakan teologis abad ke-20 yang tidak hanya mengakar di ruang kuliah, tetapi juga mekar di tengah rakyat yang tertindas.
Teologi itu tak sekadar menjelaskan Tuhan, tetapi juga membela mereka yang dilukai sejarah.
“Teologi Pembebasan lahir dari penderitaan. Dan spiritualitas era AI juga lahir dari kesadaran bahwa dunia modern memerlukan tafsir baru atas makna, iman, dan kemanusiaan. Kita ingin membawa tafsir spiritual ini ke dua ruang: kelas dan masyarakat,” ujar Denny.
LUKA SOSIAL, PELUANG SPIRITUAL
Spiritualitas, bagi Denny, tak boleh berhenti di langit ide. Ia harus menjejak tanah konflik, luka, dan realitas sosial.
Ia mengingatkan data riset LSI yang mencatat lima tragedi besar akibat politik identitas dan agama:
• Konflik Islam–Kristen di Ambon (1999–2001)
• Kerusuhan etnik dan agama di Jakarta (Mei 1998)
• Konflik Dayak–Madura di Kalimantan Tengah (2001)
• Ketegangan etnik di Lampung antara pendatang Bali dan warga lokal (2001–2002)
• Konflik antar paham Islam di Mataram, NTB (2000an)
“Luka-luka itu belum benar-benar sembuh,” ujarnya lirih. “Tapi di tengah luka, selalu ada celah untuk cahaya.”
Dan di situlah spiritualitas baru harus bekerja—bukan untuk menggantikan iman lama, melainkan untuk menyalakan kembali esensinya yang universal: kasih, pengertian, dan keadilan.
“Yang kita lakukan ini baru langkah kecil. Tapi ia berada di jalan yang benar,” tutup Denny. “Kita sedang membentuk kurikulum baru, membuka forum lintas iman, dan memulai gerakan akademik dan sosial yang punya kedalaman spiritual.”
“Apakah berhasil? Itu urusan masa depan. Tapi kita telah memulainya hari ini. Dan sejarah, kerap berpihak pada mereka yang berani memulai.
Esoterika Fellowship Masuk Kampus sendiri merupakan bagian dari gerakan Forum Esoterika. Program yang dipimpin oleh Ahmad Gaus AF dan Dr. Budhy Munawar Rachman ini membawa spirit pesan universal agama yang merupakan warisan kultural milik kita bersama. ***