Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Generasi yang Membakar Mimpi

March 13, 2025 20:48
IMG-20250313-WA0005

Penulis : Ririe Aiko

Puisi Esai 13
#30Harimenulispuisiesai

HATIPENA.COM – Puisi Esai yang didramatisasi dari meningkatnya kasus sandwich generation – (1)

Alarm berbunyi pukul lima pagi,
tapi Dini sudah terjaga sebelum itu.
Rutinitasnya bukan lagi soal memilih outfit kerja,
bukan soal kopi dengan latte art,
tapi tentang bertahan hari ini, esok,
dan entah sampai kapan selesainya.
Ia bukan tak ingin menjadi seperti anak muda,
Hanya saja jalan hidupnya yang berbeda

ayahnya tak bisa lagi menjadi sandaran.
sejak pabrik tempatnya bekerja gulung tikar,
ayah lebih sering bergulat dengan penyakitnya
berjuang melawan mati,
Jangankan menanggung beban,
Tubuhnya kini kuyu tak sekuat dulu,

Maka, mau tak mau,
Dini menggenggam obor.
Membakar mimpinya demi menghidupi tiga nyawa,
Ayah, ibu dan adiknya
Bukan pilihan, tapi keharusan.

Gajinya cukup bertahan,
tapi tidak cukup untuk hidup nyaman.
Dia menghitung dengan cermat setiap rupiah:
sewa rumah, listrik, uang sekolah adik, obat ayah.
Sampai di angka terakhir,
tak pernah ada sisa untuk dirinya sendiri.

Di media sosial, teman-temannya sibuk membahas tiket konser,
liburan akhir tahun, atau sekadar nongkrong di kafe kekinian.
Dini?
Dia hanya bisa tersenyum sambil mematikan notifikasi berbagai tagihan.

Air matanya tak pernah menetes,
Ia tak punya waktu untuk berduka,
perlahan semua keinginan dikunci dalam kotak,
disimpan rapi di sudut hatinya yang terdalam.

Dulu, ia ingin kuliah,
ingin mencoba bisnis kecil,
ingin menjelajahi tempat-tempat baru.
Sekarang, satu-satunya tujuan adalah bertahan,
agar rumah itu tetap berdiri,
agar keluarganya tetap bisa makan.

Kadang, saat malam terlalu sepi,
Dini bertanya pada dirinya sendiri,
“Kalau hidup ini sebuah drama,
kapan adegan bahagianya?”
Tapi sayangnya ini bukan drama,
tidak ada jeda untuk istirahat,
tidak ada soundtrack yang menyemangati.
Hanya hari-hari yang berulang tanpa jeda.

Ingin rasanya ia ditelan bumi,
Tapi tubuhnya tetap menahan untuk disini,
Ia terlalu takut meninggalkan kehangatan yang pernah membuatnya tumbuh,
Cinta membuatnya tetap diam,
Walau nyatanya ia menjerit penuh kesakitan. (*)

Catatan:
(1)https://communication.binus.ac.id/2023/03/20/fenomena-generasi-sandwich-pada-milenial/