Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Hadrah SMA

May 1, 2025 08:57
IMG_20250501_084545

Rerasan: Muslimin Lamongan

HATIPENA.COM – Tahun 1985-1988, masa SMA, masa yang menyenangkan. Bersepeda ontel dari rumah, kampung Sanur, menuju SMAN 2 Lamongan. Beruangsaku seratus rupiah, cukup membeli segelas teh hangat dan sebiji gorengan.

Terkadang tidak berjajan karena habis untuk membeli majalah Tempo bekas. Namun, kenangan yang paling berkesan adalah ketika itu saya menjadi anggota Ishari (Ikatan Seni Hadrah Indonesia) Ranting Jotosanur, sebuah desa di sebelah timur masjid Namira Lamongan.

Ishari adalah organisasi di bawah naungan Jam’iyah NU (Nahdlatul Ulama) yang khusus mengadakan kegiatan bersholawat Nabi Muhammad SAW.

Sholawat dilantunkan dengan menggunakan alat musik yang disebut “terbang”. Bentuknya bundar terbuat dari kayu keras, direkati kulit sapi samakan, ada kecer melengkapi.

Prak-bruk-pyar, bunyinya kalau ditabuh atau dipukul. Penabuhnya disebut “penerbang”. Jadi waktu SMA saya sudah menjadi penerbang.

Motor penggerak Ishari kala itu adalah Ustadz Sumarsono (sekarang almarhum). Beliau asli Sukobendu, Mantup, yang menikah dengan tetangga saya. Sehari-harinya bekerja di percetakan, setiap malam senin melatih terbangan.

Suaranya merdu, pukulannya tampak pelan tapi suara terbang terdengar jelas. Padahal terbang itu ditabuh dengan telapak tangan. Awal-awal saya memukul terbang, telapak tangan terasa sakit, kadang berdarah. Lama-lama sudah ngapal, tidak sakit lagi. Ustadz Sumarsono melatih para anggotanya agar serba bisa: menabuh terbang, memimpin sholawat, rodat (gerakan tangan dan badan membentuk kata “Muhammad”), dan membaca rawi (membaca riwayat Nabi Muhammad).

Sholawat yang dilantunkan berasal dari kitab Maulid Diba’ atau Al-Barzanji. Para anggotanya bervariasi, dari segala usia dan profesi. Pelajar, petani, juga pegawai. Salah satunya adalah Aba Nurtam. Kala itu beliau adalah Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan.

Suara beliau melantang, pukulannya tampak pelan tetapi efek suaranya menyentakkan. Lantunan sholawat yang didengungkan lewat toa, membuat salah seorang tokoh Muhammadiyah di kampung kami, terharu dan menggetarkan. Karena bersemangat, keterampilan tersebut bisa saya kuasai dan saya laksanakan. Saya juga sering didapuk menjadi MC pada acara tersebut.

Setelah berlatih cukup intens, mulailah kegiatan dilaksanakan. Bergiliran dari rumah ke rumah anggota. Tuan rumah tidak usah repot menyediakan makanan dan minuman. Tetapi yang sering terjadi, tuan rumah menyediakannya dengan penuh keikhlasan, sesuai kemampuan. Ya, kalau belajar ikhlas, masuklah menjadi anggota Ishari.

Semua kegiatan dibiayai secara mandiri oleh setiap anggota, tidak meminta donatur atau mengajukan proposal. Yang unik, dalam setiap kegiatan, jangan lupa menyediakan irisan jahe ditaburi gula pasir.

Itu menu utama, jahe tersebut dimakan, dikremus, ditelan nikmat menyenangkan. Kadang kami juga diundang orang punya hajatan khitanan atau nikahan. Tidak ada uang saku, cukup diberi makan dan minum sekadarnya. Kalau yang punya hajat orang kaya, pulang diberi berkat.

Berhadrah menjadikan pikiran dan perasaan sangat adem, menenteramkan. Lantunan sholawat menyentuh hati, tak jarang bila tiba mahallul qiyam, bersholawat sambil berdiri, berlinang air mata tanpa disadari. Merasa Rasul Muhammad hadir membersamai. Apalagi jika menghadiri khaul ulama, berkumpul jamaah dari berbagai daerah.

Ketika bersama mengumandangkan sholawat, sang pemimpin penuh ikhlas memuji, suara terbang rancak membahana, dan rodat jamaah kompak berpadu, serasa memainkan orkestra di surga abadi. Disaksikan langsung Rasul Muhammad, beliau tersenyum bangga.

Namun, setelah lulus SMA, lalu kuliah hingga sekarang, Ishari kurang diminati. Saya tidak ikut lagi karena di kampung tidak ada kegiatannya. Ishari juga kalah pamor dengan banjari. Sebenarnya, hati nurani masih ingin tetap mengikuti, semoga terwujud hingga akhir nanti. (*)

Lamongan, 30 April 2025