Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
HATIPENA.COM – Saya ingin menggabung dua kejadian heboh dan viral dunia. Israel memburu Hamas dengan membom Doha, Qatar. Lalu, aksi penembakan pemuda Amerika. Ntah ada benang merahnya atau tidak, simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Ada kalanya dunia ini seperti meja judi di kasino global. Israel memegang rudal sebagai kartu truf, Amerika memegang senjata api sebagai dadu maut, dan rakyat jelata jadi chip yang dikorbankan. Tahun 2025, sejarah bukan lagi catatan, tapi adegan ulangan di mana darah tumpah menjadi berita harian.
Israel, negara kecil di peta, tapi egonya lebih besar dari benua. Setelah menyerang Iran dengan dalih “ancaman nuklir,” membombardir Suriah berkali-kali, dan tak pernah berhenti menghancurkan Gaza hingga anak-anak Palestina terkubur bersama mainan mereka, kini Tel Aviv melanjutkan pentas arogan dengan menghantam Doha, Qatar. Alasannya sama, memburu Hamas. Tapi mari jujur, yang diburu bukan hanya militan, melainkan martabat kemanusiaan. Tak heran, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sudah mendakwa Israel dengan tuduhan genosida. Namun apa peduli mereka? Bom lebih fasih bicara dari pengacara di Den Haag.
Sementara di belahan bumi lain, Amerika, sang kampiun demokrasi, pelindung Israel, membiarkan warganya ditembak di ruang kelas, gereja, pusat perbelanjaan, bahkan podium pidato. Charlie Kirk, aktivis konservatif, pendiri Turning Point USA, ditembak mati pada 10 September 2025 saat sedang berbicara di Utah Valley University. Ironisnya, ia dibungkam bukan oleh debat intelektual, melainkan oleh peluru. Negeri yang katanya mengajarkan dunia soal kebebasan malah hidup dalam ketakutan. Tiap minggu ada penembakan massal, dari Columbine, Sandy Hook, Parkland, sampai Uvalde. Senjata api di sana lebih mudah dibeli dari rokok, dan NRA lebih berkuasa dari doa para ibu yang kehilangan anak.
Lihatlah, dua negara berbeda tapi kesombongan mereka mirip. Israel sombong dengan rudal dan klaim “hak membela diri” yang entah kapan batasnya, Amerika sombong dengan Amandemen Kedua yang katanya suci, padahal jadi lisensi untuk membunuh. Satu membom tetangga tanpa peduli kedaulatan, satu membiarkan warganya saling bunuh atas nama kebebasan.
Satire sejarah ini begitu telanjang. Israel berdiri tegak, menantang dunia, seakan ICC hanyalah panggung sandiwara. Amerika duduk congkak, menyebut diri polisi dunia, tapi gagal melindungi mahasiswa di kampusnya sendiri. Sementara rakyat, baik di Gaza, Doha, atau Utah, hanya bisa menjerit, menangis, dan berdoa di atas tubuh yang tak lagi bernyawa.
Kita sedang menyaksikan dunia yang benar-benar sakit. Israel mengira dirinya raksasa padahal hanya kerdil yang bersuara keras. Amerika mengira dirinya teladan, padahal sekadar negeri yang kecanduan peluru. Yang rugi bukan Netanyahu, bukan senator tua yang tidur di kursi kongres, tapi bocah Palestina yang tak tahu apa-apa, dan pemuda Amerika yang berani bicara.
Israel serang Qatar. Pemuda Amerika ditembak. Dua tragedi berbeda, tapi satu pesan yang sama, nyawa manusia kini hanya angka di laporan, hanya trending di media sosial, hanya drama global yang esok akan tergantikan oleh berita baru.
#camanewak
Foto Ai, hanya ilustrasi.