HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Jejak Cinta Sang Rasul

September 5, 2025 11:38
IMG-20250905-WA0002

Oleh : Nurul Jannah

“Cahaya yang Tak Pernah Padam, Cinta yang Tak Pernah Redup”

Lautan Sholawat di Bawah Langit Bogor

HATIPENA.COM – Bogor semalam seakan tenggelam dalam samudera sholawat. Dari masjid ke masjid, dari musholla kecil hingga majelis besar, gema cinta kepada Baginda Rasulullah SAW menggema tanpa henti. Langit pun seolah ikut bergetar menyaksikan umat yang merayakan kelahiran sang kekasih Allah SWT dengan syukur dan kerinduan.

Aku berada di antara jamaah di masjid dekat rumah. Tubuhku merinding saat gema sholawat bergulir panjang: “Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad, wa ‘ala aalihi sayyidina Muhammad…”

Air mata menetes tanpa kuasa. Setiap lafaz itu menghunjam ke relung jiwa: betapa besar cinta Rasulullah kepada kita, umatnya.

Cinta yang Menembus Zaman

Seorang sahabat pernah bertanya penuh rindu, “Ya Rasulullah, adakah engkau merindukan kami?”

Dengan mata berkaca-kaca beliau menjawab, “Aku merindukan saudara-saudaraku.”

“Siapakah saudaramu, wahai Rasulullah?” tanya mereka.

Lalu beliau menjawab, “Kalian adalah Sahabat-sahabatku. Mereka adalah satu kaum yang datang setelah kalian beriman kepadaku, tidak pernah melihatku”

Beliau menatap jauh, menembus masa, melintasi waktu.

Aku tercekat. Bukankah itu kita? Bukankah itu aku, engkau, kita semua yang kini menyalakan sholawat?

Masya Allah… cinta beliau menembus ruang dan zaman. Bahkan di ujung hayatnya, yang beliau sebut bukan dirinya, bukan keluarganya, melainkan kita: “Ummati… ummati…”

Bogor Bersujud dalam Sholawat

Semalam, Bogor bersujud dalam lantunan cinta. Jalan-jalan bergetar oleh doa, masjid-masjid penuh dengan jamaah yang larut dalam air mata dan kerinduan.

Seakan Rasulullah hadir, duduk di tengah-tengah kami, mendengarkan umatnya mengirimkan salam penuh cinta.

Seorang jamaah di sebelahku berbisik lirih, “Jika beliau masih bersama kita, pasti beliau tersenyum mendengar lantunan salam penuh cinta ini.”

Aku menjawab dengan suara parau, “Bahkan di alam sana pun beliau tahu. Sholawat ini adalah bukti cinta kita: meski tak sebanding dengan cinta beliau pada kita.”

Dialog Cinta dalam Jiwa

Aku pun berdoa lirih, hampir tak terdengar:“Ya Rasulullah, bagaimana aku bisa membalas cintamu yang tak terhingga?”

Seakan ada bisikan halus di dalam jiwaku: “Dengan mengikuti sunahku. Dengan menjaga sholatmu. Dengan menyayangi sesamamu. Itulah caramu mencintaiku.”

Aku terisak. Bukankah ini kebenaran paling hakiki? Bahwa mencintai Rasulullah SAW bukan hanya dengan kata, tetapi dengan amal sholeh. Dengan meneladani akhlak beliau, dengan mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana beliau ajarkan sepanjang hidupnya.

Janji Cinta di Bawah Cahaya Rasulullah SAW

Malam itu, Bogor tak hanya tumpah oleh sholawat, tetapi juga oleh janji. Janji umat untuk kembali menapak jejak beliau. Janji untuk menghidupkan sunnah, bukan hanya merayakan kelahiran beliau semata.

Aku menunduk, berikrar dalam hati: “Ya Rasulullah, biarkan sholawat ini menjadi bukti cintaku. Biarkan amal kecil ini menjadi tanda rinduku. Hingga kelak di telaga Kautsar aku dipertemukan denganmu, dan aku bisa berkata: Aku mencintaimu di sepanjang waktu hidupku, Ya Rasulullah.”

Rindu kepada sang Maha Cahaya, Rasulullah SAW tentu bukan semata cucuran air mata, melainkan langkah nyata. Cinta beliau pada kita sudah abadi, kini saatnya kita menjawab dengan iman, amal, dan doa.

Ya Rasulullah… cintamu tetap hidup meski kami tak pernah melihatmu. Biarlah sholawat ini menjadi saksi rindu kami, hingga kelak di telaga Kautsar, Engkau menyambut kami dengan senyum dan berkata: “Mereka adalah umatku yang terpilih…”

“Setiap sholawat adalah ketukan halus di pintu surga, setiap rindu adalah jejak menuju Rasulullah SAW tercinta. Semoga kelak kita dipanggil dengan lembut: ‘Inilah umatku…’” Aamiin YRA (*)

Bogor, 5 September 2025