HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Kamboja di Sudut Kedai: Percakapan Soal Gugur dan Luhur

August 20, 2025 12:43
IMG-20250820-WA0039

Amelia Fitriani

HATIPENA.COM – KEMARIN sore, usai berjibaku dengan hari, aku menyempatkan diri melepas lelah di sebuah sudut kedai kopi. Segelas latte hangat mengepul di hadapanku, aromanya menenangkan, seakan mengurai sisa penat yang menempel di tubuh.

Sambil menikmati manis dan creamy-nya yang mendarat lembut di lidahku, mataku tidak sengaja tertambat pada sesuatu yang berdiri tegak di pekarangan kedai kopi itu, sebuah pohon kamboja.

Pohon itu cukup besar, batangnya kekar namun terlihat kering dan sedikit bengkok, khas kamboja yang memang tidak pernah sekalipun menjanjikan keelokan pada batangnya. Tetapi justru di situ letak keindahannya. Ia memamerkan kemolekannya melalui daun-daun yang segar dan bunga-bunganya yang menyimpan harum dan warna yang aduhai.

Bunganya mekar tanpa malu-malu, menampakkan semburat putih berpadu dengan kuning di tengahnya yang tampak jelita. Kontras antara batang yang kaku dan bunganya yang anggun menghadirkan pesan diam-diam, bahwa keindahan kerap lahir dari sesuatu yang sederhana, bahkan dari yang tampak keras dan gersang.

Saat aku kecil, sayangnya kecantikan pohon kamboja tertutup oleh stigma yang tertanam padaku: pohon menyeramkan karena banyak kujumpai di pemakaman.

Padahal ia tidak menyeramkan sama sekali. Pohon kamboja memang piawai menghadirkan suasana sendu. Bunganya tetap berbinar meski lepas dari pohon. Pun harumnya tidak lekas tanggal. Kehadirannya membawa pesan kuat bahwa hidup dan mati hanyalah bagian dari siklus. Fana. Seperti bunga kamboja yang tetap wangi setelah gugur, kehidupan pun boleh berakhir, tetapi kebaikan yang ditebar tidak pernah sungkan membagikan wanginya.

Lebih luhur lagi, kamboja kerap menjadi perantara pada yang lebih agung di tanah dewata. Ia suci, bak persembahan dari kemurnian hati yang tulus.

Ah.. Malam yang perlahan menghampiriku di sudut kedai kopi itu pun menjadi pengingat waktu agar aku segera beranjak. Tidak lupa kutinggalkan senyum pada pohon kamboja di pekarangannya. Terima kasih ya atas percakapannya yang hangat, meski tanpa perlu pertukaran kata.

Besok kita coba lagi menjadi kamboja, memberanikan diri untuk mekar dengan cantik di tengah batang yang kering dan sederhana. Kita coba lagi, untuk tidak hanya hidup dengan baik, tapi juga meninggalkan jejak dengan baik dan menjadi perantara pada yang lebih luhur. (*)