Oleh : Ririe Aiko
HATIPENA.COM – Webinar Hatipena tadi malam menghadirkan sosok yang tak asing bagi dunia teater dan sastra Indonesia: Jose Rizal Manua, atau yang akrab dipanggil Bang Yos. Obrolan yang berlangsung hangat itu menjadi semacam pemantik semangat baru, terutama ketika beliau berbagi kisah tentang perjalanan panjangnya mendidik anak-anak generasi tanah air hingga mampu tampil dan berkarya di panggung internasional. Bukan sekadar prestasi, tetapi pengalaman luar biasa yang lahir dari dedikasi, kerja keras, dan cinta yang mendalam pada dunia seni.
Diskusi malam itu semakin berwarna dengan hadirnya sejumlah tanggapan dari peserta. Pak Reiner Oentoe, misalnya, mengingatkan kembali bahwa pelestarian sastra dan budaya tidak bisa dikerjakan seorang diri. “Kalau bukan kita, siapa lagi?” katanya. Di tengah kenyataan bahwa negara belum sepenuhnya memberi dukungan besar terhadap dunia seni dan budaya, menjadi seniman atau budayawan memang terasa tidak mudah. Masalah inilah yang sering membuat generasi muda ragu untuk menapaki jalur seni sebagai karier masa depan.
Kak Anick HT menambahkan sebuah realitas lain yang tak kalah penting: biaya. Menjaga sebuah komunitas sastra dan seni agar tetap hidup dan konsisten membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Namun, di balik segala kerumitan itu, yang paling menginspirasi justru adalah cara Bang Jose melihat keterbatasan. Baginya, keterbatasan bukanlah penghalang, melainkan ruang untuk melahirkan peluang baru. “Justru dalam keterbatasan itulah kita bisa menciptakan sesuatu yang istimewa,” tegasnya.
Refleksi ini menyentuh hati. Sering kali kita ragu untuk memulai sesuatu karena merasa terhalang keterbatasan. Namun, dari diskusi tadi malam saya belajar bahwa keterbatasan justru bisa menjadi batu pijakan untuk melompat lebih jauh. Semangat yang tidak mudah menyerah, keyakinan bahwa setiap usaha tulus akan menemukan jalannya, dan keberanian untuk terus mencoba—itulah yang diwariskan Bang Jose lewat pengalamannya.
Pada akhirnya, webinar Hatipena bukan sekadar ruang diskusi. Ia menjadi pengingat bahwa di tengah segala keterbatasan, kita tetap bisa berkarya. Dan bahwa hal-hal baik, jika kita setia menekuninya, pada waktunya akan menemukan jalannya. (*)