Oleh Elza Peldi Taher
SEPAKBOLA Indonesia kembali ke bumi setelah beberapa waktu mengudara di langit tinggi. Hal itu terjadi setelah PSSI tersingkir setelah kalah dari tim semejana Filipina. Sebelumnya Indonesia kalah melawan Vietnam dan hanya seri melawan negara kecil, Laos.
Indonesia tampil dengan para pemain terbaik yang lahir dari kompetisi sepakbola di tanah air, sehingga hasil turnamen ini menjadi cermin sejati dari kekuatan sepakbola Indonesia yang sesungguhnya. Dengan hasil ini memang Indoneia masih jauh untuk menjadi kekuatan sepakbola di Asia. Jangankan di Asia, di ASEAN pun kita masih tertatih-tatih.
Ada yang mengatakan Piala AFF tak penting, yang penting Piala Dunia. Pernyataan itu betul. Timnas kini tengah menjalani babak kualifikasi Piala Dunia. Masih ada peluang untuk lolos. Tetapi perlu dicatat bahwa hampir seluruh pemain inti yang bermain diperoleh melalui jalan pintas: naturalisasi. Mereka bukan produk yang muncul dari kompetisi dan pembinaan di dalam negeri. Mereka datang tiba tiba melalui jalan pintas, naturalisasi. Pemain lokal hanya menjadi pajangan alias cadangan.
Publik sejak lama sepakbola merindukan prestasi . Karena itulah mereka mendukung naturalisasi karena ini adalah jalan utama untuk mencapai prestasi. Sejauh ini hasil piala kualifikasi piala dunia masih memberi asa untuk lolos.
Jika Timnas Indonesia berhasil lolos ke Piala Dunia, naturalisasi akan terus menjadi senjata andalan. Bagaimana jika tak lolos? Jika Indonesia gagal lolos, itulah momen pecinta sepakbola menyadari bahwa untuk meraih prestasi sejati, tidak ada jalan pintas. Kita harus kembali ke dasar, kembali ke akar masalah yang sesungguhnya. Sepakbola Indonesia butuh pembinaan yang terstruktur, sistem yang jelas, dan liga yang teratur untuk menghasilkan pemain-pemain yang tak hanya berkualitas, tetapi juga memiliki rasa nasionalisme yang mendalam. Prestasi sejati lahir dari kompetisi yang berjenjang, yang dimulai dari usia dini, dibentuk melalui latihan keras, dan dibangun dengan pondasi yang kokoh.
Sepakbola Indonesia sebenarnya sudah memiliki sejarah yang gemilang. Negara ini pernah mencapai peringkat 81 dunia, menembus empat besar Asia dengan melaju ke semifinal Asian Games, dan bahkan berhasil menahan imbang Uni Soviet, yang kini dikenal sebagai Rusia, di Olimpiade. Namun, semua prestasi itu akhirnya hancur akibat salah kelola yang menghambat perkembangan sepakbola di tanah air
Dalam dunia olahraga, prestasi bukanlah buah yang tiba-tiba jatuh dari pohon, melainkan hasil dari akar tradisi dan budaya yang tumbuh subur di dalam masyarakat. Seperti sungai yang mengalir perlahan namun pasti, keberhasilan datang dari proses panjang yang dibangun oleh latihan, dedikasi, dan semangat kolektif. Prestasi instan hanyalah ilusi, karena yang sesungguhnya berharga adalah perjalanan yang ditempuh, yang mengakar dalam kehidupan dan terus mengalir dari generasi ke generasi.
Pondok Cabe Udik, 25 Desember 2024