Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Kita Ingin Dikenang Sebagai Apa?

March 25, 2025 20:19
IMG-20250325-WA0121

Penulis : Ririe Aiko

HATIPENA.COM – Usia adalah misteri yang bergerak tanpa henti. Ia terus berkurang, entah diisi dengan kebaikan atau dihabiskan tanpa arti. Cepat atau lambat, kita semua akan sampai pada titik akhir, saat di mana nama kita hanya tinggal kenangan bagi mereka yang ditinggalkan. Namun, pertanyaan mendasarnya adalah: kita ingin dikenang sebagai apa?

Hidup, pada akhirnya, adalah tentang pilihan. Kita bisa memilih menjadi orang baik atau menjadi sebaliknya. Menjadi orang baik memang tidak selalu membawa keberuntungan. Kadang-kadang, kebaikan dibalas dengan keburukan, keikhlasan dibalas dengan ketidakadilan. Tetapi, satu hal yang pasti, setiap kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali pada diri kita, meski tidak dengan cara yang sama, dan dari kebaikan itulah yang bisa menjadi nilai kita lebih istimewa di mata sang pencipta.

Kebaikan memiliki cara ajaib untuk bertahan. Ia bersemayam di hati mereka yang pernah kita bantu, di ingatan orang-orang yang pernah kita sentuh. Seorang penulis, misalnya, selama hidup ia berbagi banyak manfaat dengan karya-karyanya. Maka kelak meski ia sudah tiada, tulisannya akan tetap hidup, menyusup ke dalam pikiran generasi berikutnya. Dengan kata-katanya, ia menabur manfaat, mengajarkan empati, membangun kesadaran. Itulah yang menjadi nilai kebaikan yang akan terus mengalir untuknya.

Begitu pula dengan kebaikan kecil yang tampak sepele, menyapa dengan tulus, menolong tanpa pamrih, atau sekadar menjadi pendengar yang baik di saat seseorang merasa rapuh. Kita mungkin menganggapnya remeh, tapi bagi mereka yang menerimanya, itu bisa menjadi sesuatu yang benar-benar mereka butuhkan.

Jadi di tengah waktu yang terus berjalan ini, kita semua dihadapkan pada pilihan besar: Apakah kita ingin dikenang sebagai seseorang yang membawa kebaikan, atau sekadar nama yang perlahan-lahan memudar? Pilihan itu kembali pada kita semua. Namun satu hal yang pasti, kebaikan akan membuat kita lebih bernilai, tak hanya di mata manusia tapi juga di mata sang pencipta. (*)