Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

KPK, Antara Penegakan Hukum dan Politisasi

December 24, 2024 17:06
Elza Peldi Taher (Foto: Ist/Dokpri)
Elza Peldi Taher (Foto: Ist/Dokpri)

Oleh Elza Peldi Taher

HASTO dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Reaksi yang muncul pun beragam: ada yang menyikapinya sebagai langkah tegas penegakan hukum, ada menyayangkan kenapa baru sekarang.

Namun ada pula yang menuduh bahwa ini semua adalah bagian dari politik balas dendam, usaha untuk melemahkan partai dan kubu mereka. Tuduhan itu terutama dilontarkan oleh sebagian besar elite PDIP dan pendukungnya

Begitulah nasib KPK di negeri ini. Setiap kali ada ada penegakan hukum, para elite selalu menyikapinya dengan standar ganda. Jika yang disasar adalah lawan politik mereka, KPK dipuji karena memang itulah tugas lembaga tersebut. Namun, begitu yang terjerat adalah orang-orang dalam lingkaran mereka sendiri, KPK akan dituduh sebagai lembaga yang telah dipolitisasi.

Di awal reformasi, KPK tampil sebagai lembaga kebanggaan reformasi. Pada masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, KPK begitu dihormati.

Jokowi, yang saat itu menjanjikan pemerintahan yang bersih, bahkan mensyaratkan kabinetnya harus lulus verifikasi dari KPK.

Tindakan ini menggambarkan betapa KPK dianggap sebagai garda terdepan bagi terciptanya pemerintahan bersih. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan antara KPK dan elite politik makin kompleks dan rapuh.

Para elite dan politikus berselingkuh membonsai KPK sehingga lembaga yang dianggap sebagai simbol reformasi ini redup cahayanya. Puncaknya, pimpinan KPK sendiri terjerat kasus korupsi. Sebuah pukulan telak bagi reputasi lembaga yang selama ini menjadi simbol keadilan.

Kini, harus diakui KPK tidak lagi tampil sebagai lembaga yang bisa dipercaya. Seperti kapal yang terombang-ambing dalam badai politik, KPK makin sulit untuk tetap mempertahankan citra dirinya sebagai lembaga yang bisa dipercaya. Di dalam tubuh KPK sendiri, sejumlah komisioner dan pegawainya terlibat korupsi .

Tak heran bila setiap langkah KPK kini dipenuhi dengan prasangka. Setiap operasi, setiap penyelidikan, selalu dicurigai sebagai bagian dari manuver politik. Bagi banyak pihak, KPK yang dulu menjadi lambang harapan kini telah jatuh dalam pusaran konflik kepentingan yang rumit. Di dalamnya, ada permainan kekuasaan yang lebih berbahaya daripada korupsi itu sendiri.

Menunggu Respons Mega

Menarik untuk mengikuti bagaimana reaksi Megawati Soekarnoputri dan PDIP terhadap penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka. Apakah Mega, yang sering mengeluh tentang KPK, sebagaimana yang pernah ia katakan akan benar-benar mendatangi KPK bersama massanya untuk memberikan pembelaan terhadap anak buah kesayangannya?

Apakah KPK akan bersikukuh dengan sikapnya atau kemudian kasus ini diselesaikan melalui kompromi politik? Hari-hari ke depan kita akan melihat perseteruan ini, jauh lebih seru daripada babak penyisihan piala dunia.

Apa pun, citra KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang dulu menjadi simbol reformasi telah memudar. Seiring dengan menurunnya momentum gerakan antikorupsi, KPK tak lagi dianggap sebagai panglima pemberantasan korupsi, melainkan lembaga yang terperangkap dalam permainan politik.

Setiap langkah yang diambil oleh KPK, termasuk penanganan kasus Hasto, dilihat dengan kecurigaan. Inilah tragedi yang terjadi ketika sebuah lembaga yang dulu disegani, kini hanya menjadi bagian dari permainan politik oleh para politisi.

Pondok Cabe Udik 24 Desember 2024