Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Maria Walanda Maramis: Cahaya dari Minahasa

January 30, 2025 13:20
IMG_20250130_131847

Oleh Gunawan Trihantoro
Sekretaris Komunitas Puisi Esai Jateng

Jejak Perempuan di Palagan Nusantara (8)


HATIPENA.COM – Maria Walanda Maramis merupakan pahlawan nasional asal Minahasa, Sulawesi Utara. Ia bukan termasuk pahlawan wanita yang ikut berperang. Peran Maria dalam perjuangan kemerdekaan lebih banyak di bidang pendidikan. Ia punya andil besar memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan anak pada awal abad ke-20. [1]


Dalam pekat malam yang panjang,
sebuah nyala kecil berkedip-kedip,
menyusuri lorong sunyi sejarah,
Maria Walanda Maramis,
perempuan yang tegak melawan arus zaman.
Di tanah Minahasa yang subur,
di antara hamparan hijau dan nyanyian angin gunung,
dia lahir bukan sekadar nama,
tapi pesan yang menggetarkan masa.

Darah juang mengalir di nadinya,
saat dunia masih membungkus perempuan
bagai sulaman indah yang hanya untuk dipajang.
Namun, Maria tidak diam,
tangannya menggenggam pena,
pikirannya merangkai mimpi.
Ia menulis bukan hanya dengan kata,
tapi dengan langkah nyata di bumi yang kokoh.

-000-

Di rumah, di jalanan, di sekolah yang sempit,
perempuan hanya bayang-bayang,
dibelenggu oleh takdir yang membisu.
Tapi Maria bukan gadis yang pasrah,
dia menulis di antara batas-batas yang terjal.
Suaminya pergi lebih awal,
meninggalkannya bersama tanggung jawab,
bukan hanya untuk keluarga,
tapi untuk seluruh perempuan Minahasa.

Di masa ketika suara perempuan dianggap angin lalu,
dia bersuara lantang, menyuarakan hak,
agar perempuan tidak sekadar diam,
agar mereka bisa belajar, berpikir, dan bermimpi.
Ia mendirikan PIKAT (Persatuan Isteri Kristen Minahasa),
sebuah rumah bagi perempuan untuk bangkit,
sebuah pelita dalam kegelapan yang pekat.

-000-

Bagi Maria, pendidikan adalah pintu,
yang membuka jalan menuju kebebasan.
Dia mendirikan sekolah,
tempat perempuan tidak lagi hanya belajar merenda dan memasak,
tapi juga membaca, menulis, dan berpikir.
Di setiap huruf yang diajarkan,
dia menanam benih perlawanan,
agar perempuan bisa berdiri setara,
bukan sekadar bunga di taman patriarki.

Orang berkata, perempuan tidak butuh ilmu tinggi,
tapi Maria tahu, tanpa ilmu, kaki-kaki mereka akan tetap terantai.
Maka dia mendobrak dinding ketidaktahuan,
memastikan perempuan Minahasa mendapat haknya,
menanam keyakinan bahwa perempuan bisa berdaya,
bukan sekadar pelengkap dalam cerita pria.

-000-

Maria tidak mengangkat senjata,
tapi dia bertempur dengan gagasan,
yang menembus batas zaman.
Dari Minahasa hingga seluruh Nusantara,
suaranya menggema, memberi harapan.
Meski tubuhnya telah kembali ke tanah,
namun semangatnya tetap mengalir,
menyusuri generasi demi generasi.

Kini, di setiap perempuan yang bersekolah,
dalam mimpi-mimpi yang berani melawan batas,
Maria Walanda Maramis hidup kembali.
Ia bukan sekadar nama dalam buku sejarah,
tapi cahaya yang terus menyala.
Di bawah langit Minahasa yang biru,
dan dalam hati setiap perempuan yang berani bermimpi.


Rumah Kayu Cepu, 29 Januari 2025.

Catatan
[1] Puisi esai ini diinspirasi dari kisah Maria Walanda Maramis yang dikenal sebagai salah satu pelopor pendidikan bagi perempuan di Indonesia, khususnya di Minahasa.
https://tirto.id/maria-walanda-maramis-dia-yang-melampaui-dan-mengagumi-kartini-cnb9