HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Mentari di Serambi Pondok Mahasiswa

October 26, 2025 17:56
IMG-20251026-WA0045

Oleh: Wahyu Iryana | Penulis
Dosen UIN Raden Intan Lampung

HATIPENA.COM – Pagi di Pondok Pesantren Mahasiswa Bandung selalu tiba lebih cepat daripada matahari. Sebelum fajar memecah gelap, lantunan Salawat Munjiyat mengalun dari musala utama, menyusup ke setiap kamar santri yang masih terlelap. Embun menempel di daun markisa, aroma kopi hangat dari dapur bercampur dengan wangi tanah basah. Suasana itu membuat hati siapa pun yang mendengar menjadi tenteram.

Mentari menyapa, tapi hatiku menyala
Dalam doa dan zikir, dunia terasa hening
Embun pagi, saksi tiap langkah kecil
Yang menjemput cahaya dari Sang Pemilik Segenap

Di pondok ini, Ajengan Sobirin, seorang dosen intelek dengan jaringan luas, memimpin. Ia membawa visi modern tapi islami: pondok tidak hanya sebagai tempat menghafal Qur’an dan kitab, tapi juga sebagai pusat kepemimpinan, wirausaha, dan amal nyata bagi masyarakat sekitar. Di sampingnya, berdiri Ustadz Ahmad, wakil kiai yang membina Dewan Santri, mengatur jadwal kegiatan, dan menanamkan nilai tanggung jawab.

Ajengan bijak menatap jauh, menganyam mimpi Pondok ini bukan sekadar tembok dan atap
Tapi taman cahaya, tempat iman menari
Di setiap sudut, ilmu dan amal bersemi

Pagi itu, Ustadz Ahmad berdiri di serambi utama, menatap halaman yang penuh santri bersiap ngaji pagi. Mata mereka penuh antusiasme, tetapi Ahmad tahu, di balik wajah polos itu ada keraguan tentang bagaimana menggabungkan ilmu pesantren dengan dunia kampus yang modern.

“Santri, inget!” Ahmad bersuara lantang. “Ilmu tanpa amal téh saperti sungai anu teu ngalir. Ulah ngan saukur hafal kitab, tapi kudu diamalkan. Ulah ngan saukur hafal Qur’an, tapi kudu diamalkan. Ulah ngan saukur diajar wirausaha, tapi kudu masihan mangpaat ka batur!”

Rafi, santri asal Garut, menunduk. “Muh, kumaha lamun kuring kadang teu kuat ngabagi waktu antara kuliah jeung ngaji?”

Ahmad tersenyum lembut. “Rafi, ulah buru-buru nyerah. Atur waktu saperti urang ngatur api unggun: sebar bara saeutik-saeutik, tapi terus hurung. InsyaAllah, bakal karasa panasna jadi kahadean.”

Waktu mengalir, tapi hati tak pernah letih
Di setiap peluh, doa tersimpan rapi
Santri belajar, bukan sekadar hafalan
Tapi tentang hidup yang indah dan sabar

Di Dewan Santri, Ahmad memimpin rapat mingguan. Mereka membahas jadwal amaliyah, pembagian kajian kitab, dan program sedekah Jumat. Beberapa santri bertanya-tanya, mengapa ustadz muda itu begitu peduli dengan setiap detail, dari jadwal shalat hingga laporan koperasi. Ahmad tersenyum, sadar kepeduliannya bukan sekadar aturan, tapi menanamkan nilai tanggung jawab, kepemimpinan, dan keberkahan.

Di aula sederhana, kata menjadi cahaya
Setiap catatan, doa yang tersimpan rapi
Santri kecil, tapi hatinya besar
Mempersiapkan dunia dengan iman dan amal

Sore itu, Ahmad membimbing santri menyalin kitab Tafsir Jalalain. Beberapa tampak lelah, pensil patah, tapi Ahmad datang membungkuk di sebelah mereka. “Hafalkan jeung tulis ku hate. Kitab ieu lain ngan saukur tulisan, tapi cahaya anu bakal nuntun anjeun di dunya jeung akhirat.”

Di sela kesibukan, Ahmad juga memimpin kelas wirausaha. Mereka belajar membuat produk sederhana: keripik mangga, sabun herbal, tas rajut dari bahan lokal. Tujuannya bukan sekadar keuntungan, tapi agar santri belajar kemandirian, kerja keras, dan kreativitas. “Santri kudu nyaho, ilmu anu diamalkan bakal mawa berkah. Unggal sedekah tina hasil usaha téh doa anu leumpang.”

Di tangan kecil, tercipta karya
Setiap sabun, keripik, tas, adalah doa yang bergerak
Pondok ini jadi ladang amal dan ilmu
Dimana kerja keras berpadu dengan hati

Program sedekah Jumat juga menjadi rutinitas. Dewan Santri mengumpulkan dana dari santri dan membagikannya kepada keluarga kurang mampu di sekitar pondok. Ahmad mengajarkan, “Babagi lain ngan saukur méré, tapi diajar ngarti hirup batur. Unggal sen anu dipasihkeun, mangrupa investasi cahaya di akhirat.”

Berbagi bukan hanya tentang harta
Tapi tentang menyiram benih kebaikan
Setiap sen, setiap senyuman, adalah doa
Yang menumbuhkan cahaya di hati kita

Malamnya, setelah jamaah isya, Ahmad duduk bersama santri di serambi. Di bawah lampu minyak yang redup, mereka membahas persoalan sehari-hari: rindu kampung, kesulitan hafalan, kesibukan kuliah. Ahmad mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Hidup di pesantren jeung kampus téh lain ngeunaan beuratna pelajaran,” katanya, “tapi ngeunaan kumaha ngajaga diri tetep deukeut ka Allah jeung sumbang mangpaat ka batur.”

Langit malam menyimpan rahasia
Setiap bintang jadi saksi doa dan peluh
Santri belajar sabar dan ikhlas
Hati tumbuh besar, meski tubuh lelah

Seiring waktu, pondok berkembang. Ajengan Sobirin menggunakan jaringan luasnya untuk membawa dukungan, buku, dan fasilitas belajar tambahan. Kelas daring, perpustakaan modern, dan pelatihan kepemimpinan membuat pondok semakin maju. Ahmad tetap setia membimbing santri, menanamkan nilai-nilai sederhana tapi mendalam.

Di setiap sudut pondok, cahaya menari
Ilmu dan amal berpadu, pondok menjadi taman
Santri belajar bukan sekadar buku
Tapi tentang hidup, keberkahan, dan cinta

Puncak kebahagiaan terjadi saat acara Wisuda Santri Mahasiswa. Santri yang sebelumnya ragu, kini berdiri di panggung: membaca Al-Qur’an, memimpin doa, mempresentasikan usaha mereka. Ajengan Sobirin tersenyum bangga, Ahmad meneteskan air mata. Semua kerja keras, doa, dan kesabaran membuahkan hasil.

Wisuda bukan akhir, tapi awal perjalanan
Setiap langkah membawa cahaya dan keberkahan
Santri kecil kini menjadi mentari
Menyinari dunia dengan ilmu, amal, dan cinta

Di akhir acara, Ahmad duduk di serambi, menatap senja. Ia menulis syair penutup:

Mentari di Serambi

Mentari menyapa, hati bersinar
Doa, amalan, dan usaha menari bersama
Santri belajar dengan tulus, bekerja dengan ikhlas
Setiap langkah kecil adalah cahaya yang tak padam.

Pondok Pesantren Mahasiswa itu kini luas, modern, tapi tetap islami. Ilmu, amal, dan kepemimpinan santri menjadi cahaya yang menembus dunia. Ahmad tersenyum, yakin setiap santri akan terus menebar manfaat, menjadi mentari di serambi kehidupan mereka.(*)

H. Wahyu Iryana merupakan Alumnus Pondok Pesantren Universal Kota Bandung dan Babakan Ciwaringin Cirebon.

Berita Terkait

Hening, Diam, dan Sunyi

November 11, 2025

Sepupu

November 11, 2025

Makna Pahlawan

November 11, 2025

Ziarah Pagi ke Jantung Peradaban Nusantara

November 11, 2025

Penyair Kepo

November 11, 2025

Berita Terbaru

Hening, Diam, dan Sunyi

November 11, 2025

Sepupu

November 11, 2025

Makna Pahlawan

November 11, 2025

Ziarah Pagi ke Jantung Peradaban Nusantara

November 11, 2025

Penyair Kepo

November 11, 2025