Wahyu Iryana | Penulis
HATIPENA.COM – Muhaimin Iskandar atau Gus Imin merupakan salah satu tokoh politik Nahdlatul Ulama (NU) yang menonjol dalam dekade terakhir. Lahir pada 6 November 1966 di Jombang, Jawa Timur, ia menapaki pendidikan pesantren sejak kecil, mengikuti jejak keluarganya yang aktif dalam berbagai aktivitas keagamaan dan sosial NU. Kiprahnya tidak hanya terbatas pada ranah pesantren atau organisasi keagamaan, tetapi juga dalam dunia politik dan pendidikan kader. Sejak muda, Gus Imin telah menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang menonjol; ia pernah menjabat Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), menegaskan komitmennya terhadap pengembangan kader Nahdiyin yang berdaya dan berintelektual.
Sejak menapaki ranah politik formal, Gus Imin menorehkan rekam jejak yang konsisten dan produktif. Dalam lebih dari 25 tahun berkiprah di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), ia menunjukkan kemampuan luar biasa dalam membangun jaringan kader, menegakkan integritas politik, dan menghidupkan kembali semangat pengabdian dalam partai. Sebagai Ketua Umum PKB sejak 2014, Gus Imin berhasil menyatukan kembali partai yang sempat terpecah akibat dualisme kepemimpinan pada era 2008–2012. Ia membentuk tim rekonsiliasi yang melibatkan ulama, kader muda, dan pejabat senior partai untuk menengahi konflik internal, dan hasilnya terlihat nyata: PKB kembali solid dan mampu mempertahankan basis suara Nahdliyin di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan stabilitas 9–10 persen dalam pemilihan legislatif 2014 dan 2019.
Keberhasilan ini menegaskan bahwa Gus Imin bukan sekadar politisi yang fokus pada kekuasaan, tetapi lokomotif yang menata barisan partai dan memastikan politik NU tetap berprinsip. Ia membuktikan bahwa kepemimpinan yang baik harus mampu mengedepankan rekonsiliasi, diplomasi, dan pembangunan kader, bukan sekadar mengutamakan posisi dan jabatan.
Selain konsolidasi internal, Gus Imin juga menghadapi tantangan eksternal berupa tuduhan politik. Kasus yang sempat mencuat pada 2021 terkait dugaan keterlibatan dalam proyek distribusi durian untuk pesantren atau yang dikenal sebagai “kasus kardus durian” sempat menimbulkan stigma publik. Namun, berdasarkan data Kejaksaan Agung, Gus Imin tidak pernah menjadi tersangka, dan kasus ini diselesaikan melalui praperadilan serta kajian hukum yang menegaskan tidak ada bukti keterlibatan langsung. Penyelesaian ini tidak hanya membersihkan nama baiknya, tetapi juga memperkuat posisi moralnya sebagai kader NU yang menegakkan hukum dan integritas.
Hari Santri Nasional dan Undang-Undang Pesantren
Gus Imin memiliki visi jelas terkait pengakuan terhadap peran pesantren dan santri dalam sejarah bangsa. Salah satu capaian monumental beliau adalah keberhasilan menjadikan Hari Santri Nasional setiap 22 Oktober sebagai momentum pengakuan nasional atas kontribusi santri dalam menjaga dan membangun bangsa. Pencapaian ini bukan semata simbolis, tetapi merupakan wujud nyata kepedulian Gus Imin terhadap identitas, sejarah, dan peran strategis kaum Nahdiyin.
Selain itu, Gus Imin juga berperan penting dalam perjuangan pengesahan Undang-Undang Pesantren 2022 melalui fraksi PKB DPR RI. Undang-undang ini memberikan pengakuan formal terhadap ribuan pesantren di seluruh Indonesia, sekaligus memberikan insentif ekonomi dan dukungan operasional agar pesantren mampu berkembang secara mandiri. Dengan adanya payung hukum ini, pesantren tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga lembaga yang memberdayakan ekonomi lokal dan masyarakat sekitar.
Kiprah Gus Imin tidak berhenti pada legislasi atau simbol nasional. Ia menekankan politik yang menghasilkan manfaat nyata bagi rakyat, khususnya pesantren dan masyarakat sekitar. Melalui inisiatif pemberdayaan pesantren, Gus Imin mendorong lembaga pendidikan ini menjadi mandiri secara ekonomi tanpa meninggalkan fungsi pendidikan agama. Contohnya, Pesantren Al-Mu’min Jombang memperoleh bantuan modal usaha dari PKB dan Kemenkop UKM pada 2019–2022 untuk koperasi santri dan pengelolaan pertanian lokal. Hasilnya, 120 santri berhasil memperoleh penghasilan tambahan, dan pesantren mampu membiayai operasional sekolah secara mandiri.
Selain itu, Gus Imin menginisiasi program swadaya dana desa yang menjangkau lebih dari 500 desa di Jawa dan Sumatra, meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesantren dan desa. Ia juga mendorong program santripreneur, yang memberikan pendampingan dan modal usaha bagi santri untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah berbasis pesantren. Program ini tidak hanya memperkuat ekonomi lokal, tetapi juga membentuk karakter santri yang mandiri, kreatif, dan berorientasi pada kemajuan umat.
Pendidikan Kader NU dan Kepemimpinan Moral adalah modal gerakan seorang Muhaimin. Secara tidak langsung Gus Imin menyadari bahwa keberlanjutan NU tergantung pada kualitas kadernya. Untuk itu, ia mendirikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Santri (P3KS) pada 2020. Hingga 2023, lebih dari 2.000 kader muda NU telah mengikuti pelatihan kepemimpinan, manajemen organisasi, dan etika politik. Program ini menekankan bahwa kader NU yang berdaya adalah kader yang produktif, berintegritas, dan memiliki tanggung jawab sosial, siap memimpin dengan moral dan kepemimpinan yang etis.
Pendidikan kader ini bukan sekadar formalitas, tetapi strategi Gus Imin untuk memastikan generasi baru Nahdliyin siap menghadapi tantangan bangsa, menjaga konsistensi nilai, dan membawa politik NU menjadi sarana pengabdian, bukan alat kekuasaan semata.
Salah satu ciri kepemimpinan Gus Imin adalah kemampuan menyelesaikan konflik dengan prinsip dan hukum. Konflik internal PKB, terutama yang melibatkan kubu Gus Dur dan kepemimpinan Gus Imin, berhasil diselesaikan melalui mediasi dan jalur hukum. Putusan Mahkamah Agung memperkuat posisi Gus Imin sebagai Ketua Umum sah PKB, menegaskan bahwa ia memimpin dengan prinsip konstitusional, bukan cara konfrontatif.
Selain itu, kasus “kardus durian” yang sempat menjadi narasi negatif berhasil diselesaikan melalui mekanisme hukum dan klarifikasi publik. Strategi ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin NU yang berdaya mampu menjaga nama baik, kredibilitas, dan moral partai serta umat. Integritas moral dan keberanian menghadapi tuduhan politik menjadi contoh nyata bagi kader muda bahwa politik tidak harus identik dengan konflik atau kekuasaan semata.
Kontribusi Gus Imin bagi bangsa dan umat sangat nyata. Ia mendorong legislasi yang berpihak pada pendidikan pesantren, kesehatan masyarakat, dan pemberdayaan ekonomi mikro. Melalui Undang-Undang Pesantren, santripreneur, dan swadaya dana desa, Gus Imin memastikan bahwa politik yang baik mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan sekadar meraih posisi politik.
Lebih dari itu, Gus Imin menunjukkan bahwa kader Nahdliyin yang berdaya harus mampu menjadi motor kemajuan bangsa. Ia menekankan bahwa politik adalah sarana untuk melayani masyarakat luas, memperkuat pendidikan pesantren, dan memajukan ekonomi umat. Kiprah beliau menjadi bukti nyata bahwa politik berintegritas dan berorientasi pada pemberdayaan dapat menghasilkan dampak sosial-ekonomi yang signifikan.
Muhaimin Iskandar adalah contoh nyata kader NU yang berdaya: mampu menyatukan partai, menjaga integritas, memberdayakan pesantren, dan menghadirkan solusi nyata bagi masyarakat. Keberhasilan beliau dalam menginisiasi Hari Santri Nasional, Undang-Undang Pesantren, swadaya dana desa, santripreneur, dan P3KS menunjukkan dampak nyata bagi rakyat, santri, dan kader NU.
Bukan sekadar politisi sukses, Gus Imin adalah simbol kader Nahdiyin yang berdaya, beretika, dan visioner, memadukan moralitas, kepemimpinan, dan visi pembangunan bangsa. Di tengah dinamika politik nasional yang kompleks, Gus Imin tetap berdiri sebagai pemimpin yang melayani, memberdayakan, dan membangun bangsa, memastikan bahwa politik NU tetap menjadi sarana pengabdian dan kemajuan umat.
Melalui kiprahnya, Gus Imin menegaskan bahwa kader NU yang berdaya adalah kader yang mampu menggabungkan moralitas, kepemimpinan, dan aksi nyata untuk rakyat. Dari konsolidasi partai, penyelesaian konflik, pemberdayaan ekonomi pesantren, hingga pengembangan kader, semua langkahnya menunjukkan bahwa politik NU yang berintegritas dapat menghasilkan perubahan sosial-ekonomi yang nyata, membawa manfaat langsung bagi umat, dan memastikan bahwa perjuangan Nahdliyin tetap relevan bagi masa depan bangsa. (*)
Wahyu Iryana adalah penulis buku Sejarah Pergerakan Nasional; Melacak Kiprah Kaum Santri dalam Mempertahankan NKRI.