Oleh ReO Fiksiwan
“Why don’t you stay? Why don’t we go back to the way it was before?” (Storybook Children)*
HATIPENA.COM – Dalam perjalanan panjang kehidupan, ada momen-momen yang tak hanya layak dirayakan, tetapi juga direnungkan.
Hari Ulang Tahun Pernikahan Mayjen (Purn) E.E. Mangindaan, S.IP dan Adelina Tumbuan adalah salah satunya.
Sebuah tonggak spiritual yang menandai hampir setengah abad kebersamaan, cinta, dan komitmen yang tak lekang oleh waktu.
Erenst Evert Mangindaan, atau akrab disapa Lape, bukan hanya dikenal sebagai mantan Gubernur Sulawesi Utara periode 1990–1995, tetapi juga sebagai putra dari Evert Mangindaan, pelatih sepak bola legendaris yang turut membidani lahirnya PSSI.
Dalam masa kepemimpinannya, Lape memperkenalkan jargon yang kini menjadi bagian dari identitas sosial Sulawesi Utara: Torang Samua Basudara, Enjoy, Yes.
Ia juga membawa visi pembangunan yang berani dan progresif: outward looking, sebuah pendekatan yang mengarahkan pembangunan daerah agar terbuka terhadap dunia luar, menjalin konektivitas, dan menumbuhkan semangat kompetitif yang sehat.
Namun di balik kiprah publiknya, ada kisah cinta yang tak kalah menginspirasi.
Lape menikahi Adelina Tumbuan—akrab disapa Dede—seorang perempuan Minahasa kelahiran Gorontalo, tepatnya di kampung Ipilo.
Dari pernikahan mereka lahir tiga buah hati: Harley Benfica Mangindaan — Wakil Walikota Manado 2004-2009 — dan mendiang Chika Mangindaan, alumni Sastra Inggris Unsrat, yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Sulut periode 2005–2010, dan satu anak lainnya yang menjadi bagian dari keluarga besar yang penuh kasih dan kebanggaan.
Pernikahan mereka bukan sekadar ikatan hukum atau tradisi, melainkan sebuah persekutuan spiritual yang telah melewati berbagai musim kehidupan.
Dalam suka dan duka, dalam peran sebagai pemimpin dan pendamping, mereka saling menguatkan.
Dalam sebuah video perayaan ulang tahun pernikahan ke-50 yang penuh haru, terlihat bagaimana cinta mereka tetap hangat dan tulus.
Keharmonisan rumah tangga mereka menjadi teladan, bukan karena bebas dari tantangan, tetapi karena mampu bertahan dan tumbuh bersama.
Seperti kata bijak dari Khalil Gibran, penyair Lebanon bermukim di Amerika:
“Let there be spaces in your togetherness, and let the winds of the heavens dance between you.”
Pernikahan yang sehat bukanlah yang selalu berdekatan, tetapi yang memberi ruang untuk tumbuh, berkembang, dan saling menghargai.
Dalam usia yang semakin matang, Opa-Oma, Lape dan Dede menunjukkan bahwa cinta sejati bukanlah tentang kemewahan atau pencapaian duniawi, tetapi tentang kesetiaan, pengorbanan, dan doa yang tak putus.
Mereka telah menjadi saksi hidup bahwa keluarga adalah tempat pertama dan terakhir di mana seseorang menemukan makna hidup yang sesungguhnya.
Kini, di tengah usia yang tak lagi muda, mereka tetap hadir sebagai figur yang membumi dan menginspirasi.
Dalam perayaan HUT ke-79 Kemerdekaan RI di Minahasa Utara, mereka hadir menyaksikan cucu tercinta, Robben C.E. Mangindaan, terpilih sebagai anggota Paskibraka.
Sebuah simbol bahwa nilai-nilai keluarga dan cinta tanah air terus diwariskan lintas generasi.
Pernikahan Opa Lape dan Oma Dede adalah bukti bahwa cinta yang dibangun di atas fondasi spiritual, komitmen, dan saling menghormati akan bertahan melewati waktu.
Dalam dunia yang serba cepat dan kadang rapuh, kisah mereka adalah pengingat bahwa cinta sejati masih ada—dan bisa tumbuh kuat, indah, dan penuh makna. (*)
#coverlagu: Storybook Children, pertama kali dirilis pada Oktober 1967 oleh pasangan penyanyi asal Amerika Serikat, Billy Vera dan Judy Clay dan kemudian lebih dikenal luas di Indonesia melalui versi Sandra Reemer dan Andres Driesholten, duo pop asal Belanda. Mereka merekam ulang lagu tersebut pada Desember 1967, dan versi ini menjadi sangat populer di Indonesia.
*Juga, lagu paling favorite dari Opa-Oma Lape dan Dede. Tuhan memberkati selalu