Oleh Warsit MR *)
HATIPENA.COM – Dalam rapat warga, awalnya Pak Lurah sudah setuju dengan Tim Sembilan untuk membagi lahan dengan cara dikavling. Alasannya sudah 25 tahun lahan tidak diurus oleh pengembang. Tetapi belakangan Pak Lurah secara diam-diam malah meninggalkan Tim Sembilan dan bersekongkol dengan pemodal baru untuk menguasai lahan.
Pada awalnya PT Wismaya selaku pengembang perumahan telah membangun puluhan unit rumah. Ada sekitar 50 warga yang telah menempati perumahan tersebut.
Setelah berjalan sekitar lima tahun proyek itu tiba-tiba berhenti. Belakangan diketahui pihak pengembang mengalami kebangkrutan. Proyek pun menjadi tersendat. Lahan seluas lima hektare yang belum dibangun kemudian dikuasai oleh pengembang lain.
Diduga kuat ada oknum yang terlibat di dalamnya. Perumahan Semulur Indah terletak tidak jauh dari pusat kota Semarang. Perumahan itu dibangun oleh PT Wismaya, yang kantornya berada di Magelang.
Pada tahap awal luas lahan yang akan dibangun dan dikembangkan ada sekitar tujuh hektare. Semula pembangunan berjalan sesuai rencana, mengingat semua perizinan telah dimiliki oleh PT Wismaya. Site plan pembanguan perumahan tersebut, sepertiga dari luas lahan akan dibangun rumah tipe 54. Sedangkan dua pertiganya akan dibangun rumah tipe 70. Tahap pertama di blok A telah dibangun delapan belas unit rumah tipe 54. Sementara itu untuk rumah tipe 70 yang berada di blok B telah rampung dibangun sebanyak 46 unit.
Dua blok yang sudah selesai dibangun semua telah laku terjual. Pada tahun keempat, delapan puluh persen rumah yang dibangun telah ditempati meski pembangunannya belum selesai seratus persen. Beberapa fasilitas umum juga belum tuntas dibangun. Seperti jalan yang berada di komplek perumahan, saluran air, gorong-gorong dan fasilitas air bersih. Selain itu mushola dan taman lingkungan hijau yang dijanjikan tak kunjung direalisasikan. Pembangunan terus berjalan, diutamakan pengurukan kavling dan pengerjaan pondasi. Di lokasi Blok C, D dan E pondasi telah selesai dibangun.
Memasuki tahun kelima pembangunan mulai tersendat. Penyebabnya di lokasi perumahan pada musim hujan sebagian besar tergenang banjir. Kelihatannya pengembang tidak mampu mengatasinya. Untuk sementara waktu pembangunan dihentikan. Bagi warga yang terlanjur menempati perumahan, sebagian ada yang tetap bertahan, sebagian lagi memilih pindah. Menginjak tahun kesepuluh, kondisi perumahan makin memprihatinkan. Jumlah warga makin lama makin berkurang. Sudah sering kali warga berinisiatif melaporkan keadaan tersebut kepada pihak pengembang. Tapi tetap tidak ada tanggapan.
“Mohon pimpinan proyek membantu warga mengatasi masalah banjir yang menggenangi Perumahan Semulur Indah. Setiap musim hujan datang kami kebanjiran!” Pak Darmadi yang mewakili warga perumahan sudah beberapa kali datang ke kantor pemasaran, tetapi pimpinan kantor selalu tidak ada di tempat. Bahkan ada kesan menghindar. Meskipun Pak Darmadi pernah bertemu pimpinan PT Wismaya namun keluhan warga tidak pernah mendapat tanggapan. Sebaliknya warga sering mendapat ancaman dan terus hidup dengan janji-janji palsu. Meski sudah banyak yang melakukan komplain kepada pihak pengembang, hasilnya tetap saja sama.
Kondisi demikian itu membuat frustrasi warga perumahan. Terutama bagi mereka yang tidak punya pilihan lain selain tinggal di tempat itu. Pihak kelurahan tidak berdaya dalam menghadapi masalah banjir yang mengenangi rumah warga. Sekali pun sudah dilakukan gotong-royong untuk membersihkan sungai, tetap saja tidak mampu menyelesaikan persoalan banjir yang ada. Masalah utamanya pendangkalan sungai yang telah lama dibiarkan tanpa pengerukan. Ditambah struktur sungai yang berkelok-kelok bagai ular. Kondisi demikian itu masih diperparah oleh muara sungai yang mengalami penyempitan. Warga terus berusaha untuk mencari solusi tapi hasilnya masih nol besar.
Pak Darmadi pernah melaporkan masalah banjir tersebut kepada pemerintah kota Semarang. Hasilnya tetap mengecewakan warga. Laporan mereka tidak mendapat tanggapan yang jelas.
Demikian itu pernah terjadi hingga dua kali kepemimpinan dengan walikota yang berbeda. Tidak heran bila warga Perumahan Semulur Indah benar-benar putus asa. Pada akhirnya mereka pasrah menerima kenyataan. Mereka tetap bertahan sekaligus berharap ada pertolongan yang datang.
Kekecewaan terus membayangi. Terlebih lagi setelah warga mengetahui kantor PT Wismaya sudah tutup dan tidak bisa dihubungi lagi. Mereka tinggal dengan fasilitas seadanya. Air artritis misalnya, untuk kebutuhan sehari-hari terkadang tidak mencukupi. Dengan terpaksa warga membeli dari kampung sebelah. Jalan yang menghubungkan dari blok satu ke blok lain juga masih berupa tanah padas. Kondisi demikian memaksa warga untuk rajin bergotong-royong meratakan jalan.
Dua puluh lima tahun sudah warga Perumahan Semulur Indah ditinggalkan oleh pengembang PT Wismaya. Meski demikian warga perumahan tetap disiplin membayar angsuran ke sebuah bank pemerintah setiap bulan. Dalam sebuah kesempatan pada saat pertemuan warga, ada yang mengusulkan agar tanah milik pengembang yang belum ada bangunannya, dibagi dengan cara dikavling. Langkah itu diambil sebagai upaya mengurangi rasa frustrasi warga.
“Kita menempati perumahan ini sudah berjalan sekitar dua puluh lima tahun. Kita juga sudah memenuhi kewajiban membayar angsuran tiap bulan secara tertib. Tetapi pihak pengembang tidak memperhatikan kita. Apakah kita selamanya akan diam saja?” tanya Pak Darmadi bernada kesal. Ungkapan sekaligus pertanyaan Pak Darmadi dalam forum RT itu mendapat berbagai tanggapan. Sebagian besar yang hadir setuju untuk dilakukan pembahasan lanjutan.
Ada juga warga yang mengusulkan, demi kelancaran rapat nantinya, perlu dibentuk panitia kecil yang berjumlah sembilan orang. “Sebaiknya kita membentuk panitia kecil untuk menindak-lanjuti rencana ini,” usul Pak Sukarman kepada peserta rapat. “Panitia kecil inilah yang akan menyusun program kerja terkait dengan rencana membagi tanah kavling tersebut.”
“Setuju!” jawab warga serempak tanpa dikomando.
Seorang warga mengusulkan dalam pertemuan yang akan datang, sebaiknya mengundang Pak Lurah. Tujuannya untuk minta saran dan pertimbangan dari Pak Lurah agar apa yang direncanakan nantinya berjalan lancar. Usulan tersebut disetujui, bahkan dalam kepanitiaan Pak Lurah didaulat menjadi penasehat. Di dalam rapat lanjutan Pak Lurah berkenan hadir. Sesuai rencana sebelumnya agenda rapat malam itu membentuk tim kecil yang beranggotakan sembilan orang.
Dalam pertemuan itu disepakati untuk membagi lahan milik PT Wismaya dengan cara dikavling. Pak Lurah tidak keberatan atas usulan warga. “Pada prinsipnya saya setuju dengan pembagian kavling tanah yang selama ini ditelantarkan pengembang. Hanya saja peruntukkannya diutamakan bagi warga yang belum memiliki rumah. Harga per kavling jangan terlalu mahal karena tujuan utamanya untuk membantu warga miskin!” Pak Lurah kelihatan begitu bijak. Peserta rapat pun mengamini usulan tersebut.
Harga tanah per kavling akhirnya disepakati, demikian pula dengan peruntukannya. Hasil penjualan kavling akan digunakan untuk biaya pengukuran lahan, pengaspalan jalan, dan pembangunan saluran air. Peserta rapat juga memutuskan bagi warga yang ingin membangun, dianjurkan bentuk bangunannya semi permanen saja. Tujuannya, apabila suatu saat nanti pihak pengembang meminta kembali lahannya, penghuninya tidak terlalu merugi. Bahkan bila memungkinkan pihak pengembang diharapkan bisa memberikan ganti rugi.
“Semacam tali asih,” celetuk Pak Sukarman menimpali.
“Apabila suatu saat nanti rencana kita ini berjalan dan banyak peminatnya, pihak panitia wajib menata lingkungan dengan baik,” pinta Pak Darmadi selaku ketua Panitia Sembilan. Pak Darmadi juga menegaskan bila suatu hari pihak pengembang meminta lahannya, bisa dimusyawarahkan dengan baik. Panitia Sembilan harus bertanggung jawab penuh agar tidak menimbulkan masalah baru di belakang hari.
Sebulan setelah Panitia Sembilan dibentuk, tiba-tiba ada serombongan orang tak dikenal datang untuk mengukur lahan milik PT Wismaya. Panitia Sembilan menemui kelompok tersebut untuk mencari tahu dari mana dan untuk apa mereka berada di tempat itu. Mereka mengaku karyawan PT Lautan Berlian yang ditugasi melakukan pengukuran tanah. Merasa Panitia Sembilan telah lebih dulu membuat rencana yang sama dan telah mendapat restu Pak Lurah, dengan tegas Panitia Sembilan menghentikan pekerjaan pengukuran tanah itu. Terjadilah ketegangan antara karyawan PT Lautan Berlian dengan Panitia Sembilan, yang notabene warga Perumahan.
Semua warga yang tersinggung akhirnya ikut bergabung. Suasana semakin panas karena kedua kelompok terus bersitegang dan tak ada yang mau mengalah. “Bapak-bapak datang tanpa izin dari Pengurus RT di sini dan langsung mengukur tanah. Mana surat tugasnya?” gertak Pak Darmadi yang kebetulan menjabat sebagai Ketua RT.
“Bawa Pak,” jawab salah seorang dari rombongan itu.
“Mana, coba tunjukkan!”
Surat tugas itu dari PT Lautan Berlian, dan bukan dari badan yang berwenang. Sehingga Pak Darmadi langsung menolak atas surat tersebut dan memerintahkan kepada karyawan PT Lautan Berlian yang ada di lokasi untuk segera meninggalkan tempat. Untuk mengatasi masalah tersebut salah seorang Panitia Sembilan datang ke kantor kelurahan untuk menyampaikan masalah yang timbul. Tetapi Pak Lurah ternyata tidak ada di tempat. Begitu juga Babinkamtibmas, juga tidak tampak batang hidungnya. Merasa kalah jumlah dengan warga, akhirnya para karyawan PT Lautan Berlian mundur teratur. Mereka diusir sekaligus dimaki-maki warga yang merasa paling berhak atas lahan yang diperebutkan.
Sehari setelah kejadian kericuhan itu, Pak Darmadi sebagai ketua Panitia Sembilan ditemani Pak Sukarman menemui Pak Lurah. Mereka menyampaikan informasi tentang peristiwa yang terjadi di lapangan. Di luar dugaan, Pak Darmadi benar-benar kaget bagai disambar petir di siang bolong. Pasalnya Pak Lurah menjelaskan kalau lahan milik PT Wismaya sudah dibeli oleh pengembang baru, yang bernama PT Lautan Berlian. Pak Lurah juga menyampaikan, dalam waktu dekat pihak Badan Pertanahan Nasional Kota Semarang akan segera melakukan pengukuran ulang.
“Sebaiknya rencana pengkavlingan lahan yang akan dilakukan Panitia Sembilan dihentikan. Karena lahan itu sekarang sudah ganti pemilik, dan akan segera dilanjutkan pembangunannya.” ujar Pak Lurah.
“Mohon maaf Pak Lurah, Bapak sebelumnya menjadi penasehat dari Tim Sembilan. Kalau memang lahan di Perumahan Semulur Indah sudah dibeli oleh perusahaan lain, mengapa Bapak tidak memberi tahu kami?” tanya Pak Darmadi kesal dengan nada sedikit emosi.
“Saya mohon maaf karena terlambat memberi tahu,” jawab Pak Lurah.
“Maaf Pak Lurah, untuk membeli tanah di perumahan kami, pengembang baru tidak bisa sewenang-wenang seperti itu. Mestinya kami warga kompleks harus dilibatkan. Banyak permasalahan yang belum diselesaikan antara warga dengan pihak pengembang yang lama,” ujar Pak Darmadi mewakili Pak Sukarman.
“Begini saja Pak Darmadi, kita perlu mencari waktu yang longgar untuk mempertemukan pengembang yang baru dengan warga. Secepatnya masalah ini akan kita bicarakan,” ujar Pak Lurah lagi.
Kemudian Pak Lurah meminta Pak Darmadi dan Pak Sukarman datang ke kantor kelurahan pada hari berikutnya. Merasa ada kejanggalan atas jawaban Pak Lurah, Tim Sembilan berniat melakukan investigasi. Mengapa Pak Lurah secepat kilat berubah pikiran? Sikap Pak Lurah tersebut menimbulkan kecurigaan. Tim Sembilan merasa perlu untuk menemui pimpinan PT Lautan Berlian yang bernama Bu Prastiwi. Tujuannya mencari tahu sejauh mana kebenaran informasi yang mereka terima dari Pak Lurah.
Tidak mudah bertemu dengan Bu Prastiwi. Berulang kali Pak Darmadi dan Pak Sukarman mendatangi rumah Bu Prastiwi. Mereka mengalami kesulitan saat mencari alamat kantor PT Lautan Berlian. Kedua orang itu akhirnya bertemu dengan Bu Prastiwi di rumahnya yang asri. Setelah ditanyakan mengenai informasi tentang sepak terjang Pak Lurah, Bu Prastiwi mengiyakan. “Benar Pak, kami telah membeli lahan PT Wismaya yang belum ada bangunannya. Lalu apa masalahnya. Bukankah ini tidak ada kaitannya dengan Perumahan Semulur Indah?” Bu Prastiwi tak merasa bersalah. Sejenak Pak Darmadi dan Pak Sukarman saling berpandangan.
“Kami tidak punya hak untuk melarang Ibu Prastiwi melakukan transaksi jual beli. Kalau benar yang Ibu katakan, perusahaan Ibu punya kewajiban memberi kompensasi berupa fasilitas umum untuk warga, yang selama ini belum diberikan oleh PT Wismaya,” Pak Darmadi mengajukan tuntutan. Untuk sementara waktu permintaan Pak Darmadi masih ditangguhkan. Bu Prastiwi bilang hal itu akan dibicarakan pada waktu mendatang.
Hari berikutnya, Pak Darmadi bersama Pak Sukarman memenuhi permintaan Pak Lurah datang di kantor kelurahan. Kedatangan mereka berdua disambut Pak Lurah dengan wajah sumringah. Setelah mempersilakan duduk, menanyakan kabar, dan sedikit berbasa basi, Pak Lurah mempersilakan Pak Darmadi dan Pak Sukarman untuk minum teh hangat yang telah disediakan di atas meja. Sejurus kemudian Pak Lurah beranjak dari tempat duduknya, membuka almari yang ada di samping kiri. Pak Darmadi sempat melirik ke arah Pak Lurah untuk mencari tahu apa yang dilakukan. Pak lurah kembali duduk di kursi semula dengan membawa amplop warna coklat yang terlihat cukup tebal.
“Ini sekedar dana tali asih untuk kalian berdua. Anggap saja sebagai permintaan maaf saya atas keterlambatan informasi mengenai PT Lautan Berlian,” pinta Pak Lurah sambil menyerahkan amplop coklat berisi uang puluhan juta. Kecurigaan Pak Darmadi terhadap Pak Lurah yang selama ini dipendam dalam hati telah terbukti. Pak Lurah berusaha menyuap dirinya. Hal itu dimaksudkan agar usahanya untuk menjarah tanah dengan Bu Prastiwi bisa leluasa dan tidak ada yang mengganggu. Tentu saja Pak Darmadi dan Pak Sukarman tidak berani menerima. Bahkan mereka merasa takut karena tidak jelas uang itu untuk apa.
“Terima kasih Pak Lurah atas kebaikan Bapak, tapi mohon maaf kami tidak bersedia menerima uang dari Pak Lurah ini,” tolak Pak Darmadi dan Pak Sukarman hampir bersamaan. Setelah ditelusuri lebih jauh, termasuk penelusuran ke Badan Pertanahan Nasional Kota Semarang, diperoleh informasi tidak ada transaksi jual beli tanah antara PT Wismaya dengan PT Lautan Berlian. Menurut sebuah sumber terpercaya semua itu karena ulah Pak Lurah. Ternyata Pak Lurah ingin menguasai tanah dengan cara bersekongkol dengan PT Lautan Berlian. Sungguh, perbuatan Pak Lurah itu sangat menjijikkan. Atas nama Tim Sembilan, Pak Darmadi bersumpah akan menyeret Pak Lurah ke pengadilan. (*)
Semarang, 10 Januari 2024
*) Warsit MR, lahir di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Belajar di SPSA Tarakanita Jogja. Merantau dan kerja di Lampung selama lima tahun. Mengenyam pendidikan di UNILA Lampung, S1 IKIP Negeri Semarang. Mengajar SMP-SMA di Semarang. Mengelola PAUD selama lima tahun. Sebagai agen asuransi pernah menjabat Kepala Distrik di Kudus. Wartawan Koran Dialog, Wartawan Majalah Kampus Indonesia, Wartawan Tabloid Kontak di Jawa Tengah serta Wartawan majalah Info Koperasi.
Karya tulis : antologi puisi Lentera di Langit Jingga (Pelangi Media – 2023), antologi puisi Pahlawan Kemanusiaan (Ruang Alfabeta – 2023), antologi puisi Karya Indah Anak Negeri (Pelangi Media – 2023), antologi puisi Sebening Embun Pagi (Pelangi Media – 2023), antologi Cerpen Pak Gilang Dicari Polisi (Gapura Pustaka – 2023), antologi esai lingkungan hidup Bencana Dari Berbagai Perspektif (Satupena Jawa Tengah – 2023). Hobby: Olahraga. E-mail: warsitsri@gmail. com.Kata mutiara: Teruslah belajar jangan takut salah. Tak ada salahnya usia senja mulai berkarya.