Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Panggung Sepi Setelah Tiga Dekade

December 23, 2024 15:22
Foto: Kecerdasan Buatan
Foto: Kecerdasan Buatan

WAKTU itu, pagi terasa biasa saja. Karyawan ANTV datang, tersenyum seperti biasanya, menukar obrolan tentang tugas yang menumpuk. Tidak ada yang menyangka, senyum itu akan menjadi salah satu yang terakhir mereka bagikan di kantor ini.

Lalu, panggilan datang. Semua dikumpulkan. Human Capital Development (HCD) berdiri di depan ruangan. Tersenyum sopan, lalu mengumumkan, “Terima kasih atas pengabdian selama ini. Tapi hari ini adalah hari terakhir kalian bersama ANTV.”

Hening. Beberapa karyawan menatap kosong. Ada yang tersenyum kecil, berusaha terlihat kuat, tapi tangan mereka menggenggam erat kursi. Beberapa mencoba bercanda untuk mencairkan suasana. Namun, hanya terdengar hambar, seperti siaran tanpa penonton.

Kantor yang pernah hidup dengan hiruk-pikuk produksi kini berubah menjadi ruang penuh isak tertahan. Tiga puluh satu tahun usia ANTV, dan kini mereka harus memulai lagi, bukan hanya karier, tapi juga hidup.

“Apa kabar cicilan rumah?” bisik seorang karyawan.
“Anak mau masuk sekolah,” sahut yang lain.
Mereka tidak sedang memikirkan masa depan, melainkan pertanyaan sederhana, “Bisa makan apa besok?”

Di tengah keheningan, seorang karyawan berdiri. Dia mencoba memberi semangat. “Kita bisa cari kerja lain.” Tapi suaranya bergetar. Semua tahu, mencari kerja di usia yang tak lagi muda adalah perjuangan yang tak kalah berat.

Ironi melukis hari itu. Perusahaan yang bertahun-tahun membangun mimpi melalui layar kaca, kini menghancurkan mimpi ribuan orang di balik layarnya.

Di mana masa depan televisi?
Jawabannya mungkin terletak di internet, di platform digital, di dunia baru yang tak lagi membutuhkan mereka. Tapi siapa yang peduli teknologi? Yang mereka pedulikan adalah dapur rumah mereka, dan air mata anak-anak yang bertanya kenapa Papa tidak kerja lagi.

“Bangkitlah,” kata orang. Tapi bagaimana? Dari mana? Di usia 40-an, 50-an, bangkit bukan sekadar kata motivasi. Itu adalah lompatan dari jurang yang tak terlihat dasarnya.

Hari itu, ANTV memutus tali. Karyawan jatuh bebas.
Televisi Indonesia kehilangan sebagian jiwanya.

#camanewak

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar