HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Para Penjaga Bumi: Menapaki Jalan Sunyi Cinta Lingkungan

September 29, 2025 08:47
IMG-20250929-WA0004

Oleh : Nurul Jannah

“Bumi bukan warisan dari nenek moyang kita, melainkan pinjaman dari anak cucu kita.” (Pepatah Indian)

Pesan Cinta untuk Para Penjaga Bumi

HATIPENA.COM – Wahai Para Penjaga Bumi, hari ini kalian berdiri di persimpangan sejarah. Banyak orang mengejar profesi demi nama besar, harta, dan kenyamanan. Namun kalian memilih jalan berbeda: jalan sunyi yang jarang dilalui, jalan yang penuh tantangan, jalan yang dituntun oleh cinta kepada bumi.

Pepatah lama mengingatkan kita: “Bumi bukan warisan dari nenek moyang, melainkan pinjaman dari anak cucu kita.”

Bumi ini bukan milik kita untuk dihabiskan sesuka hati. Ia adalah titipan, amanah yang harus kita rawat agar tetap utuh dan layak diwariskan. Maka setiap langkah kita hari ini adalah jawaban atas pertanyaan anak cucu kelak: “Apakah kalian telah menjaga bumi yang kalian pinjam dari kami?”

Di jalan ini, kalian mungkin tidak akan selalu mendapat tepuk tangan. Kalian bisa jadi disalahpahami, diremehkan, bahkan ditentang. Tetapi percayalah, bumi akan selalu mengingat setiap langkah kecil yang kalian lakukan. Sungai yang kembali jernih, udara yang kembali segar, dan tanah yang kembali subur adalah saksi abadi bahwa kalian pernah hadir untuk menjaganya.

Salam untuk Para Penjaga Bumi Masa Depan

Selamat datang wahai Para Penjaga Bumi. Hari ini, kalian memulai perjalanan yang jauh lebih besar daripada rutinitas kuliah dan ujian. Kalian sedang mempersiapkan diri menjadi garda depan penjaga kehidupan.

Bumi kita sedang terluka. Sungai-sungai menghitam, udara dipenuhi debu dan asap, hutan digunduli, tanah ditinggalkan penuh racun. Semua itu adalah jeritan lirih bumi yang meminta kalian untuk peduli.

Di pundak kalianlah harapan itu dititipkan. Harapan agar anak cucu kita kelak masih bisa meneguk air yang jernih, menghirup udara segar, dan berlari di tanah yang sehat.

Lebih dari Profesi Biasa

Menjadi Penjaga Bumi tidak berhenti pada angka, grafik, atau laporan teknis. Ia adalah panggilan hati, sebuah misi yang lahir dari nurani.

Tugas kalian bukan hanya merancang sistem pengolahan limbah atau memastikan pipa tidak bocor. Tugas sejati kalian adalah menjaga denyut nadi bumi agar tetap berdegup bagi generasi mendatang.

Seorang Penjaga Bumi sejati memahami: setiap tetes air yang dijernihkan adalah doa, setiap udara yang dibersihkan adalah napas kehidupan, dan setiap tanah yang dipulihkan adalah warisan peradaban.

Ilmu, Integritas, dan Empati

Untuk menjadi Penjaga Bumi yang baik, tiga pilar ini harus dijaga dengan sepenuh hati.

Ilmu, karena tanpa pengetahuan kita hanya berjalan dalam kegelapan. Kalian harus terus belajar, memahami regulasi, menguasai teknologi baru, hingga membaca tanda-tanda perubahan iklim yang kian nyata.

Integritas, karena godaan akan selalu ada. Data bisa dimanipulasi, laporan bisa dipermainkan. Namun seorang Penjaga Bumi sejati memilih kebenaran, meski jalan itu sunyi dan penuh duri.

Empati, karena kalian bekerja bukan untuk beton atau mesin, melainkan untuk manusia. Kalian menjaga agar air minum tetap aman, tanah tetap subur, dan udara tetap layak dihirup oleh setiap makhluk hidup.

Mendengar Suara Bumi

Menjadi Penjaga Bumi berarti melatih diri untuk mendengar suara yang sering diabaikan.

Air berbisik: “Jangan biarkan aku kotor, karena aku adalah kehidupan.”

Udara memohon: “Jagalah aku tetap jernih, karena aku napas umat manusia.”

Tanah berucap lirih: “Rawatlah aku, jangan tinggalkan aku penuh racun, karena aku rahim kehidupan.”

Seorang Penjaga Bumi sejati tidak tuli pada bisikan itu. Ia mendengar, ia merasakan, dan ia menjawab dengan aksi nyata.

Dari Pekerjaan Menjadi Ibadah

Setiap rancangan, laporan, hingga kunjungan lapangan bukanlah rutinitas belaka. Itu adalah persembahan kecil, ibadah yang tulus kepada Sang Pencipta yang menitipkan bumi.

Membersihkan sungai berarti membersihkan hati kita. Menanam kembali pohon di bekas galian tambang berarti menanam harapan bagi masa depan anak cucu. Setiap langkah kecil seorang Penjaga Bumi adalah doa yang hidup.

Jangan Pernah Menyerah

Tantangan akan selalu ada: keterbatasan anggaran, resistensi manajemen, bahkan cibiran masyarakat. Namun seorang Penjaga Bumi sejati tidak pernah menyerah.

Ia sadar perubahan tidak selalu datang cepat. Tapi setiap sensor yang dipasang, setiap laporan yang jujur, setiap edukasi sederhana adalah percikan kecil yang kelak menyala menjadi api besar perubahan.

Menjadi Sahabat Generasi Mendatang

Menjadi Penjaga Bumi berarti berani menatap mata anak-anak kita dan berkata dengan bangga: “Nak, bumi yang kau pijak ini tetap lestari karena kami menjaganya. Air yang kau minum ini tetap jernih karena kami memperjuangkannya. Udara yang kau hirup ini tetap segar karena kami tidak pernah menyerah.”

Refleksi Diri: Cahaya di Jalan Sunyi

Wahai Para Penjaga Bumi, ingatlah: jalan yang kalian pilih bukan jalan gemerlap. Ia adalah jalan sunyi, penuh luka, tapi juga penuh cahaya.

Kalian mungkin tidak selalu mendapat penghargaan, nama kalian mungkin tidak selalu disebut. Tetapi bumi akan selalu mengingat kalian. Air yang kembali jernih, udara yang kembali segar, tanah yang kembali berbuah: semuanya akan bersaksi bahwa kalian pernah menjaga dengan cinta.

Dan jangan lupakan pesan yang telah diwariskan bahwa bumi bukan warisan nenek moyang, melainkan pinjaman dari anak cucu kita.

Maka setiap keputusan kalian hari ini: menanam atau menebang, membersihkan atau mengotori, menjaga atau merusak: akan menjadi jawaban di hadapan generasi mendatang.

Kelak, ketika anak cucu kita menatap mata kita lewat sejarah, mereka akan bertanya: “Apakah kalian mengembalikan bumi dalam keadaan lebih baik daripada saat kalian meminjamnya?”

Maka jadilah cahaya yang tak pernah padam: cahaya yang tetap menyala meski diterpa badai, cahaya yang menuntun dunia menuju harapan.

“Barang siapa menanam satu pohon lalu ia rawat hingga berbuah, maka setiap makhluk yang memakan buahnya akan menjadi sedekah baginya.” (Hadis Riwayat Ahmad)

Bogor, 28 September 2025

(Pesan ini akan disampaikan pagi ini pada event Environmental Day, 28 September 2025, di Kampus Cilebende IPB University)