HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Pelajaran Seni Tinggi Memalsukan Leluhur dari Negeri Jiran

November 4, 2025 17:58
IMG-20251104-WA0057

Rosadi Jamani | Penulis
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Kita rehat sejenak dari skandal korupsi di tanah Riau. Sambil menunggu konferensi pers dari KPK, ada baiknya kita halan-halan ke negeri seberang. Negeri Upin Ipin baru saja ditolak FIFA bandingnya. Siapkan lagi Koptagul, wak!

Siapa sangka, Malaysia akhirnya menciptakan sejarah baru dalam sepak bola dunia. Bukan karena menang Piala Asia. Bukan pula karena menaklukkan Jepang atau Korea Selatan. Tapi, karena menemukan formula paling absurd dalam seni pemalsuan identitas genealogis. Lupakan taktik tiki-taka, negeri jiran ini baru saja memperkenalkan strategi revolusioner, tiki-palsu!

Pakcik makcik bayangkan! Tujuh pemain dengan nama-nama seharum Buenos Aires dan São Paulo tiba-tiba mengaku punya nenek moyang dari… Melaka! Ya, Gabriel Felipe Arrocha, Facundo Garces, Joao Figueiredo, dan kawan-kawan seolah berkata, “Sebenarnya kakek kami dulu nelayan di Selat Malaka, cuma terdampar di Argentina!” Betapa luar biasanya kekuatan spiritual surat palsu. Bahkan, DNA pun menyerah, menunduk hormat di depan kreativitas administratif FAM.

FIFA pun mungkin sempat bingung. Mereka pasti berpikir, “Apakah kami sedang mengaudit federasi sepak bola atau menonton film Fast & Furious: The Kuala Lumpur Drift?” Tapi akhirnya, dengan penuh rasa hormat, FIFA menolak banding FAM, menegaskan, Pasal 22 bukanlah Pasal Humor.

Denda 350 ribu Swiss Franc pun dijatuhkan. Sebuah angka yang mungkin membuat dompet FAM berteriak, tapi tetap pantas untuk sebuah pertunjukan tingkat internasional. Karena, mari kita akui, tak semua federasi sepak bola mampu menipu dengan selengkap silsilah palsu tiga generasi ke belakang!

Yang paling epik, tentu saja, pernyataan Tunku Mahkota Johor. “Saya bukan kerani!” Sebuah kalimat yang layak diukir di batu marmer di depan kantor FAM. Kalimat yang mengandung esensi eksistensialisme Camus, absurditas hidup dan absurditas administrasi bersatu dalam satu kalimat megah. “Saya bukan kerani” adalah simbol penolakan terhadap dunia yang menuntut logika di tengah kekacauan sepak bola. Bravo, TMJ! Filsafat bola menemukan bab baru.

Sementara rakyat Malaysia di X menulis #FAMMalukanNegara dan #SkandalNaturalisasi, kita di luar hanya bisa berdecak kagum. Ini bukan sekadar skandal, ini pertunjukan seni konseptual. Di mana batas antara kebenaran dan kebohongan menjadi kabur seperti offside tanpa VAR.

Lihatlah dampaknya! Tujuh pemain dilarang main selama 12 bulan, cukup waktu untuk benar-benar mencari tahu siapa sebenarnya kakek mereka. Ranking FIFA Malaysia pun terancam turun, tapi siapa peduli? Dalam hal kreativitas administratif, mereka sudah menyalip Brasil, Spanyol, bahkan Italia pasca-Calciopoli.

Mari beri tepuk tangan. Tidak semua bangsa mampu memalsukan dengan semangat nasionalisme yang begitu tinggi. Malaysia membuktikan, sepak bola bukan sekadar permainan kaki, tapi juga permainan akal. Di saat negara lain sibuk mencari pemain berbakat, Malaysia mencari pemain berdarah imajinatif.

Mungkin suatu hari nanti, universitas akan membuka jurusan baru, “Administrasi Futbol Imajiner, Konsentrasi Pemalsuan Silsilah.” Dosen tamunya? Tentu dari FAM. Mahasiswa tugas akhirnya? Merekonstruksi pohon keluarga Lionel Messi agar bisa membela Harimau Malaya.

Namun di balik semua ini, ada pelajaran mendalam. Bahwa sepak bola, sejatinya, adalah cermin kehidupan. Kita semua berusaha terlihat asli, meski hidup di dunia penuh fotokopi. FAM baru saja menunjukkan kepada dunia bahwa dalam absurditas itu, mereka adalah Picasso-nya.

Selamat, Malaysia. Dunia tertawa, FIFA bertepuk jidat, tapi sejarah mencatat, kalian berhasil membuat sepak bola terasa seperti sinetron komedi dengan plot twist genealogis paling absurd abad ini.

Ingat, wak! Malam ini, Timnas U-17 melawan Zambia dalam laga perdana Grup H Piala Dunia U-17 2025. Kick-off dijadwalkan pukul 22.45 WIB dan bisa disaksikan melalui live streaming di FIFA+. (*)

#camanewak

Foto AI hanya ilustrasi