Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Penari dari Pegasing: Menghidupkan Guel

June 5, 2025 10:51
IMG-20250605-WA0030

Puisi Esai L K. Ara

HATIPENA.COM – Dalam tubuhnya, bunyi bukan sekadar irama—tetapi warisan.
Mustafa Rasyid tak hanya menari, ia menghidupkan Guel:
tarian yang lahir dari tanah tinggi, dari ingatan leluhur.

Dari Pegasing, ia memijakkan langkahnya ke panggung dunia,
membawa bunyi, gerak, dan jiwa Gayo.
Puisi esai ini mengenang dedikasi seorang maestro:

Di Pegasing, tanah yang dibasuh kabut pagi,
seorang anak lahir di bulan Mei,
tahun seribu sembilan ratus enam puluh sembilan.
Namanya: Mustafa Rasyid—
bocah yang tak sekadar mendengar bunyi,
tetapi menyatu dengan getarnya.

Pada usia lima tahun,
saat anak lain mengejar layang dan peluru mainan,
ia mengejar bunyi canang,
ia mengejar gerak yang menyambung jiwa leluhur.
Langkah kecilnya masuk ke gelanggang adat,
dan takdir mempertemukannya
dengan seorang maestro:
Ceh Sahak Cap Crun,
penyambung napas tari Guel dari masa silam.

“Kaki bukan hanya untuk melangkah,
tapi untuk menulis sejarah di atas tanah.”

1974, tahun saat ia mulai menari—
bukan untuk panggung,
melainkan untuk melestarikan gema.
Ia menyatu dengan grup tari Guel Kampung Kutelintang,
grup pertama yang ia dengar dari cerita gurunya.
Kala itu, Guel belum menyebar ke mana-mana,
masih tersimpan di Pegasing,
masih jadi pusaka dalam dada sekelompok penjaga.

Dan Mustafa—
menjadi salah satu penjaganya yang paling teguh.
Ia bukan hanya penari,
tetapi nadi,
yang membawa bunyi dari generasi ke generasi.

“Guel itu bukan hanya gerak,
tapi cara kami bicara dengan waktu.”

Ia melihat Guel berkembang—
dari Pegasing ke kota,
dari kampung ke festival,
dari panggung kecil ke layar dunia.
Tapi ia tahu: pertumbuhan tanpa akar adalah kehilangan.

Maka ia bicara kepada generasi muda:

“Jangan biarkan tanah kita kehilangan bunyinya.
Inovasilah,
tapi jangan pernah lupa
dari mana kita bermula.”

Mustafa Rasyid tak hanya menari.
Ia mewariskan,
ia menyalakan,
ia adalah getar yang tak pernah padam
di tubuh Gayo yang hidup oleh tradisinya.

Kini usianya menua,
tapi langkahnya tetap mengajarkan:
bahwa seni bukan sekadar ekspresi,
melainkan identitas.
Dan Guel bukan sekadar pertunjukan,
melainkan jiwa yang berpindah dari tubuh ke tubuh.

“Selama ada yang percaya pada bunyi,
selama ada yang setia pada gerak,
Tari Guel akan terus hidup.
Dan nama-nama seperti Mustafa Rasyid
akan dikenang
bukan hanya sebagai penari,
tetapi sebagai penjaga sejarah.”

Catatan Kaki:

¹ Mustafa Rasyid lahir di Pegasing, Aceh Tengah, pada 3 Mei 1969. Ia mulai menari sejak tahun 1974 dan belajar langsung dari Ceh Sahak Cap Crun, maestro Tari Guel Gayo. Dedikasi dan pengalamannya menjadikannya tokoh penting dalam pelestarian Tari Guel.
² Grup Tari Guel Kampung Kutelintang adalah salah satu grup tari Guel pertama di Aceh Tengah. Saat itu, Guel belum menyebar luas dan masih hidup di kalangan terbatas masyarakat Pegasing.
³ Pesan beliau kepada generasi muda:
“Lestarikan dan kembangkan seni tari tradisional Gayo. Jangan lupa akar budaya kita. Inovasilah, tapi tetap setia pada nilai.”