HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Pesantren: Jantung Peradaban Nusantara dan Arah Kebijakan di Era Prabowo Subianto

October 23, 2025 07:11
IMG-20251023-WA0015

Oleh : Rastono Sumardi
Ketua Satupena Sulawesi Tengah

HATIPENA.COM – Di tengah deru modernisasi, ada satu institusi yang tak lekang oleh waktu, terus berdetak sebagai jantung peradaban dan moral bangsa Indonesia: pondok pesantren. Lebih dari sekadar lembaga pendidikan, pesantren adalah kawah candradimuka tempat jutaan anak bangsa ditempa, bukan hanya dengan ilmu, tetapi juga dengan karakter, kemandirian, dan cinta tanah air.

Kini, pilar fundamental ini tengah menyongsong babak baru. Kebijakan strategis Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di Kementerian Agama menjadi sinyal kuat dari negara untuk memberikan afirmasi, dukungan, dan posisi yang semestinya bagi pesantren. Ini adalah langkah untuk memuliakan warisan sekaligus mengakselerasi perannya di masa depan.

DNA Kekuatan Pesantren: Empat Pilar Tak Tergoyahkan

Untuk memahami signifikansi kebijakan baru ini, kita harus menyelami sumber kekuatan abadi pesantren yang telah teruji selama berabad-abad.

  1. Pabrik Akhlak dan Karakter: Di saat banyak lembaga fokus pada kecerdasan intelektual, pesantren konsisten mencetak manusia yang utuh. Budaya tawadhu (rendah hati) pada kiai, kebersamaan hidup di asrama, dan kesederhanaan membentuk pribadi yang tangguh, berempati, dan berakhlak mulia.
  2. Laboratorium Kemandirian: Jauh sebelum konsep life skills dan kewirausahaan menjadi tren, santri telah mempraktikkannya setiap hari. Dari mengurus kebutuhan pribadi hingga mengelola unit usaha pesantren seperti koperasi, pertanian, dan peternakan, mereka dididik untuk menjadi insan yang mandiri dan berjiwa wirausaha (pesantrenpreneurship).
  3. Benteng Nasionalisme: Sejarah mencatat dengan tinta emas bagaimana kiai dan santri berada di garda terdepan perjuangan kemerdekaan. Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 adalah bukti sahih bahwa bagi kaum santri, cinta tanah air adalah bagian dari iman (hubbul wathon minal iman). Pesantren adalah tempat nasionalisme dan religiusitas menyatu dengan sempurna.
  4. Mata Air Keilmuan Islam Moderat: Melalui tradisi sanad (rantai keilmuan yang bersambung hingga Rasulullah SAW), pesantren menjaga otentisitas ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang moderat, toleran, dan ramah—wajah Islam khas Nusantara.

Pesantren dalam Angka: Potret Raksasa Pendidikan Indonesia

Kekuatan pesantren bukan hanya kualitatif, tetapi juga kuantitatif. Skalanya yang masif menunjukkan betapa strategisnya peran lembaga ini.
• Jumlah Pesantren: Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag) terbaru, terdapat lebih dari 42.400 pondok pesantren yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Angka ini terus bertumbuh, menandakan kepercayaan masyarakat yang tinggi.
• Jumlah Santri: Populasi santri di Indonesia sangat besar. Kemenag memperkirakan jumlahnya mencapai hampir 11 juta orang secara total. Adapun data santri mukim (menetap) yang terdaftar resmi di Kemenag untuk tahun ajaran 2025/2026 mencapai 1.378.687 orang. Perbedaan angka ini menunjukkan luasnya spektrum santri, dari yang menetap hingga yang kalong (tidak menetap).
Sebaran pesantren dan santri ini terkonsentrasi di provinsi-provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten, yang telah lama menjadi pusat peradaban santri di Indonesia.

Babak Baru: Logika di Balik Kebijakan Direktorat Jenderal Pesantren

Pembentukan Ditjen Pesantren oleh pemerintahan Prabowo Subianto bukanlah sekadar perubahan nomenklatur birokrasi. Ini adalah sebuah langkah yang didasari argumentasi logis yang kuat untuk memberdayakan pesantren secara maksimal.

  1. Pengakuan atas Keunikan (Kekhasan)

Selama ini, urusan pesantren berada di bawah Ditjen Pendidikan Islam (Pendis), bersama madrasah dan perguruan tinggi Islam. Padahal, pesantren memiliki model pendidikan, budaya, dan kebutuhan yang sangat berbeda. Ditjen khusus adalah bentuk afirmasi negara bahwa pesantren adalah entitas unik yang memerlukan pendekatan kebijakan yang spesifik dan tidak bisa disamakan dengan sekolah formal.

  1. Fokus Anggaran dan Program Tepat Sasaran

Dengan memiliki “rumah” sendiri, alokasi anggaran dan program untuk pesantren akan jauh lebih fokus. Negara dapat merancang program yang benar-benar menjawab kebutuhan riil, seperti:

  1. Peningkatan Kualitas Sarana: Bantuan renovasi dan pembangunan asrama yang sehat dan layak.
  2. Kesejahteraan SDM: Program peningkatan kesejahteraan bagi para kiai, nyai, dan ustaz.
  3. Pengembangan Ekonomi: Stimulus dan pendampingan untuk unit-unit usaha pesantren.
  4. Menjaga Otonomi, Bukan Intervensi

Tujuan utama Ditjen ini adalah menjadi fasilitator dan mitra, bukan regulator yang kaku. Dengan diisi oleh birokrat yang memahami dunia pesantren, kebijakan yang lahir diharapkan dapat memperkuat kemandirian dan tradisi pesantren, bukan malah menyeragamkannya dengan standar pendidikan formal yang bisa menggerus ruhnya.

  1. Kanal Advokasi dan Akselerasi yang Kuat

Sebagai lembaga setingkat Eselon I, Ditjen Pesantren akan menjadi juru bicara yang kuat bagi komunitas pesantren di tingkat pemerintahan tertinggi. Ini akan mempermudah advokasi untuk penyetaraan ijazah, menjalin kolaborasi lintas kementerian (misalnya dengan Kemenkop UKM atau Kemenkes), dan mendorong santri agar lebih berdaya saing di tingkat global.

Kesimpulan: Memuliakan Warisan, Menjemput Masa Depan

Pesantren adalah warisan terbesar bangsa Indonesia. Ia telah terbukti menjadi sumber kekuatan moral, intelektual, dan ekonomi. Kebijakan membentuk Direktorat Jenderal Pesantren di era Presiden Prabowo Subianto adalah sebuah langkah historis untuk menempatkan pesantren sebagai mitra strategis negara dalam membangun Indonesia Emas 2045.

Ini adalah ikhtiar untuk memastikan bahwa jantung peradaban Nusantara ini tidak hanya terus berdetak kencang, tetapi juga mampu memompa darah segar berupa generasi unggul yang siap menjawab tantangan zaman, dengan akar tradisi yang kokoh dan pandangan masa depan yang cerah. (*)