Ngopi Sewarung
By: Uten Sutendy
Wartawan Senior/ Budayawan Banten
HATIPENA.COM – Beberapa negara di Timur Tengah hancur oleh kekuatan proxy dalam bentuk fitnah dan adu domba sesama warga negara. Libya salah satu contoh negara kuat dan makmur di Afrika yang hancur berantakan seketika oleh kejahatan proxy model itu.
Muamar Khadafi, presiden negara tersebut semula sangat dicintai oleh rakyatnya namun dalam waktu relatif singkat menjadi orang yang paling dibenci di negara yang dipimpinnya. Ia tewas dibunuh oleh rakyatnya sendiri secara mengenaskan. Kini rakyat Libya jatuh miskin dan mereka sangat menyesal.
Kasus Libya adalah contoh kecil dari sekian banyak kasus serupa yang terjadi pada negara -negara di kawasan Timur Tengah dan Eropa Timur yang hancur oleh kecanggihan proxy war, perang yang dikirim tanpa senjata fisik melainkan lewat senjata mulut dan tulisan bohong, fitnah dan adu domba.
Kini Indonesia menjadi salah satu negara di Asia yang jadi sasaran proxy war lewat “senjata tajam” isu sensitif. Isu ijasah, isu korupsi, isu hukum, isu politik, dan lain -lain yang belum terbukti validitas data dan kebenarannya tetapi sudah diviralkan terus menerus di berbagai media sosial.
Diberi panggung luas di ruang publik. Para pion pelaku proxy terus bergerak berlindung di balik nama Tuhan, kepentingan rakyat, agama, kebenaran, ilmu pengetahuan, akademik, dan moral.
Menyalahkan institusi resmi negara dan menafikan (menganggap gak ada dan gak benar) kapasitas moral dan keilmuwan siapapun pemimpin dan tokoh negara dan tokoh masyarakat sambil terus menyebar kebencian ke segala penjuru arah.
Mereka merasa dan menganggap diri merekalah yang punya kapasitas dan pemegang hak kebenaran lalu tiada henti melakukan pembenaran atas apapun yang mereka lakukan.
Sebagian rakyat pun termakan dan berubah mindsetnya. Yang salah dibenarkan yang benar disalahkan. Orang-orang model Roy Suryo, Tifa, dkk hanya peluru panas yang dimainkan dari jarak jauh dan tak terlihat.
Mereka adalah pion-pion yang menerima order membuat kekacauan dan kegaduhan (mungkin) tanpa mereka tahu grand-disign yang sesungguhnya. Pertanyaan besarnya, apakah pihak negara dalam hal ini Kapolri atau Menko-Polhukam akan terus membiarkan peluru panas berkeliaran menyebar aura negatif di tengah kehidupan berbangsa hingga suatu hari mengucurkan darah seperti yang terjadi di negara lain di saat kita sedang bersemangat membangun keemasan masa depan? Jadi, apa kabar Kapolri? (*)
Get the feeling
Mr. Ten