// Pinto Janir
Soal puisi – apapun jenisnya, seperti puisi esai – wajar saja diperdebatkan dan wajar pula bila tak diperdebatkan. Karena puisi itu selalu menciptakan antara.
Antara suara dan diam. Antara sunyi dan sepi. Antara lengang dan rami.
Tidak ada produk pikiran dan hati yang tak memancing situasi untuk bicara atau mengabaikannya.
Bagi saya, puisi itu sendiri yang membentuk rukun.
Bukan rukun yang membentuk puisi.
Saya juga merasa aneh sekali ketika beberapa orang berupaya mencipta-ciptakan rukun-rukun untuk membaca dan membuat puisi.
Puisi bukan agama!
Puisi adalah energi. Ia filsafat. Sebagian besar filsuf adalah sastrawan, tapi sebagian besar pengarang belum tentu seorang filsuf.
Soal buruk atau bagus itu tergantung pola mata memandang dan pola hati menyikapi. Dan, pola di mana tempat kita berdiri.
Adalah adat sebuah dunia yang selalu ribut dengan hiruk pikuk suara hati dan pikiran.
Selagi hidup masih kita anggap persaingan, niscayalah keresahan dan kegelisahan serta ketakukan akan menjajah ruang hati dan pikiran.
Bagi saya, hidup adalah persandingan, bukan pertandingan, apalagi persaingan.
Kesimpulannya: lapangkan dada, jernihkan pikiran dekatkan diri pada aroma positif.
Orang orang yang berkarya, orang orang berbuat positif di tengah umat untuk apa dipertanyakan, dicurigai, dipertentangkan dan ditentang?
Daripada banyak nyinyir, lebih baik perbanyak zikir.
Daripada mencari cari banyak pertanyaan, lebih baik berupaya menciptakan banyak jawaban.
Jakarta 21 Desember 2024