Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Sejarah yang Tertulis Di Tanah

February 10, 2025 05:26
IMG-20250209-WA0048

Ilustrasi : Artificial Intelligence

Penulis : Ririe Aiko

HATIPENA.COM – Puisi Esai ini terinspirasi dari tragedi Brothers Home-

Di bawah langit kelam Busan,
angin berbisik tentang rumah itu
bukan tempat perlindungan,
melainkan penjara tanpa jeruji,
kuburan tanpa batu nisan.

Anak-anak dengan kaki mungil,
dipungut dari gang-gang sunyi.
Mereka tak bersalah, hanya lapar,
hanya sendirian di dunia yang kasar.
Tapi tangan besi mencengkeram mereka,
menyeret tubuh ringkih ke dalam neraka.

“Aku dulu punya ibu,
tapi suatu malam ia tak kembali.
Keesokan harinya, tangan kasar menarik ku,
aku menangis, tapi siapa peduli?”

Di rumah ini, tak ada nama,
hanya angka-angka di buku tua.
Tangan kecil menjahit luka,
pundak lemah memikul dosa yang tak mereka buat.

Siang jadi perbudakan,
malam jadi ladang siksaan. (1)
Pukulan rotan, tendangan sepatu,
terdengar seperti hujan di atap rapuh.
Mereka menangis dalam gelap,
tapi langit pun tak sudi mendengar.

“Aku melihatnya mati semalam,
Jeong, yang sering tertawa kecil.
Ia tak kuat lagi berdiri,
hingga sepatu baja menginjak lehernya.”

Ada yang mencoba berlari,
tapi ke mana?
Tembok tinggi membentang luas,
dan di luar, dunia tetap membisu.

Lalu suatu hari, pintu terbuka.
Seorang jaksa datang membawa cahaya.
Mayat-mayat digali,
tulang-tulang bersaksi,
jeritan yang dulu tenggelam,
muncul dalam lembaran berita.

Tapi sang algojo?
Ia hanya mendekam sebentar.
Tak ada hukuman setimpal,
seolah ratusan nyawa
tak lebih berharga dari bangkai anjing di jalan.

“Kami pernah ada, kami pernah bernapas,
tapi nyawa kami dihitung murah.
Ratusan tubuh membusuk di tanah,
namun sang penyiksa yang menciptakan neraka,
Hanya menikmati dua tahun di penjara. (2)

Beginilah Keadilan Dunia
Terikat erat dalam selembar fiksi kekuasaan
Sementara pelaku dicambuk pelan oleh waktu,
Ratusan nama terkubur diam.
Sejarah mengunyah tragedi ini, lenyap!
Dan hanya tertulis di tanah yang tak pernah menangis (*)

Catatan:

(1)https://www.kompas.com/tren/read/2025/01/08/183000865/tragedi-brothers-home-kasus-pelanggaran-ham-di-korsel-yang-disebut-mirip

(2) “‘Big Brother’ di Brothers Home: Pengucilan dan Eksploitasi Kaum Buangan Sosial di Korea Selatan – The Asia-Pacific Journal: Fokus Jepang” https://apjjf.org/2023/6/kim-et-al