Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Selembar Ijazah Tanpa Koneksi

March 8, 2025 09:47
IMG-20250308-WA0007

Penulis : Ririe Aiko
#30harimenulispuisiesai
Puisiesai 08

HATIPENA.COM – Fenomena sulitnya mendapatkan pekerjaan di Indonesia salah satunya disebabkan karena persyaratan yang tidak masuk akal – (1)

Di sebuah desa kecil,
Arif lahir di rumah berdinding bambu,
anak petani sayur yang percaya,
bahwa ilmu adalah jalan menuju pintu kesuksesan.

Di kota, ia mengeja mimpi,
menjadi bintang di langit kelas,
cumlaude tertulis di ijazahnya,
seperti kunci emas,
yang katanya bisa membuka pintu kemakmuran.

Dengan harapan setinggi menara,
ia mulai menyusun satu persatu surat lamaran,
Melampirkan berbagai sertifikat penghargaan
dari Sekolah Dasar hingga Universitas.
Prestasi yang selangit,
membuatnya layak mendapat gaji dua digit.

Ia mencetak mimpi di kertas A4,
mengirimnya ke gedung-gedung tinggi,
perusahaan elit dan bonafit,
dengan harapan,
seseorang membaca dan berkata,
“Ini dia anak bangsa yang kita cari!”

Tapi realita berwajah lain.
Di ruang wawancara, ia bukan lagi Arif si cerdas,
ia hanya seorang pemuda tanpa pengalaman,
tanpa relasi, dengan wajah pas-pasan.

“Maaf, kami mencari yang sudah berpengalaman,”
kata HRD sambil tersenyum miris.
Arif mulai bertanya pada dunia,
“Kalau semua mencari yang berpengalaman,
dari mana aku harus mulai mendapatkannya?”

Arif tak berhenti disitu,
Ia terus mencoba lagi,
Mengajukan lamaran di bidang lain,
Kali ini penolakan yang berbeda, (2)
“Maaf, penampilan Anda kurang menarik,”
katanya sambil menatap pas photo di CV-nya.

Arif tertawa pahit,
Logikanya berantakan mencari korelasi,
antara pentingnya berwajah menari,
dengan kecerdasan fisik.
Seolah angka-angka di selembar ijazah,
Tak lebih berharga daripada persyaratan absurd,
yang dibuat para penguasa,

Sampai Hari berganti, bulan berlalu,
Ratusan lamaran hanya menambah beban sampah dalam berita,
Arif bukan di usia muda lagi,
Semakin sulit ia diterima,

lima tahun telah menyapu ambisi,
Arif bukan lagi pelamar kerja,
ia kini tukang fotokopi di sudut jalan kota.
Penghasilan recehan ia dapat,
dari mencetak berkas-berkas lamaran,
bukan untuk dirinya, tapi untuk mereka yang datang setelahnya,
yang masih percaya bahwa ijazah adalah kunci,
padahal kenyataan sudah lama menggantinya dengan ‘siapa yang kau kenal di perusahaan?’

Arif yang sekarang mulai pasrah
Menyerah pada pekerjaan impiannya,
Ia sadar tak semudah itu menjadi sesuatu,
Di negara yang penuh budaya nepotisme

Di desa, ibunya masih berdoa,
menanam harapan di antara ladang sayur,
berharap anaknya pulang membawa kabar,
bahwa ilmunya tidak sia-sia.

Tapi negeri ini sudah menjawab,
di tanah yang menjual mimpi sebagai barang dagangan,
Arif hanyalah pelanggan yang tak mampu membeli,
meski ia telah membayar ilmu,
dengan separuh hidupnya.

—–000—–

Catatan
(1)https://radarsukabumi.com/rubrik/artikel/sulitnya-mendapatkan-pekerjaan-di-indonesia-karena-persyaratan-lowongan-kerja-yang-tidak-masuk-akal/?utm_sourc
(2)https://www.liputan6.com/hot/read/4325685/6-syarat-nyeleneh-di-lowongan-kerja-ini-bikin-tepuk-jidat?utm_source