Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Terjebak Strategi

February 2, 2025 11:12
IMG-20250202-WA0002

Oleh Dalem Tehang *)

HATIPENA.COM – “Mbak, kok pulangnya malem bener, emang habis ngapain aja?” tanya Gilang ketika Dinda baru sampai rumah pukul 23.30 WIB, tadi malam.

“Habis rapat sama senior-senior, dek. Kan mau ada pemilihan gubernur mahasiswa fakultas mbak bulan depan. Tadi itu acaranya kayak konsolidasi gitulah,” jawab Dinda, sambil buru-buru mengambil air minum. Kehausan.

“Kok sampai malem gini rapat konsolidasinya?” tanya Gilang lagi.

“Ya kan banyak yang dibahas lo, dek. Mulai dari strategi sosialisasiin calon, siapin materi waktu debat kandidat nanti, sampai pembentukan tim sukses. Ada tim yang formal dan yang siluman,” urai Dinda.

“Terus, sudah fix hasil rapatnya ya, mbak?” Gilang bertanya lagi.

“Alhamdulillah sudah, dek. Tinggal pergerakan aja. Untuk tim lapangan yang deketin mahasiswa calon pemilih, juga sudah kebentuk. Siplah pokoknya, sampai nunggu hari H pemilihan,” ucap Dinda, penuh optimistis.

“Syukur kalau sudah fix strateginya. Adek bangga juga, mbak baru semester III sudah masuk lingkaran pengatur kekuasaan,” kata Gilang, yang spontan memeluk Dinda. Ekspresi kebanggaan.

“Mbak masih ikut-ikutan aja kok, dek. Masih yunior, jadi ya merangkak dari bawah. Alhamdulillah, senior-senior kasih kesempatan buat belajar,” sahut Dinda, sambil mencium kepala Gilang.

“Justru mbak harus bersyukur, belajarnya dari bawah, jadi bisa ikuti semua proses dengan maksimal. Mengkader diri itu kan nggak gampang. Tapi, mbak juga mesti beri warna. Jangan cuma nerima-nerima aja,” ucap Gilang, beberapa saat kemudian.

“Maksute beri warna itu kayak mana, dek?” tanya Dinda.

“Mbak juga harus kasih masukan ke tim sukses, jangan cuma ngikut aja. Karena sebaik apapun sebuah strategi, tetep ada kelemahannya. Nah, mbak harus bisa nemuin kelemahan yang ada sekaligus dapetin penutupnya. Dan jangan lupa, strategi minggu ini belum tentu pas buat diterapin minggu depan,” urai Gilang.

“Apa ya kelemahan strategi yang kami bahas tadi, kayaknya nggak ada sih, dek,” tanggap Dinda sambil mengernyitkan dahi. Mengingat perdialogan dalam rapat panjangnya.

“Nggak mungkin kalau nggak ada kelemahan, mbak. Sehebat apapun sebuah strategi, tetep ada kelemahannya. Mbak harus inget, ada pepatah begini; orang yang besar dan agung adalah yang ngerti apa yang lagi dikerjain dan apa yang mesti dilakuin. Kalau nutup mata dari adanya kelemahan strategi yang tadi dirancang, mbak bakal terdadak ketika situasi ternyata berbeda dari rencana,” tutur Gilang dengan nada santai.

“Kayaknya sih sudah pede bakal menang, dek. Strategi yang dibuat tadi ngeyakinin kami semua, kalau calon kami pasti menang. Apa itu kelemahan ya,” celetuk Dinda, setelah berpikir beberapa saat.

“Nah, ketemu kan kelemahannya. Dalam sebuah pertarungan rebutin posisi kayak yang mbak mau lakoni ini, jangan kelewat pede. Sebatas pede dan optimis, its oke. Itu buat nambah semangat. Tapi jangan ke-pede-an. Nanti malah terperosok. Pernah kepikir nggak sama mbak dan kawan-kawan kalau bakal kalah,” kata Gilang.

“Nggak kepikiran bakal kalah-lah, dek. Kami yakin menang,” sahut Dinda, cepat dan antusias.

“Itu yang salah, mbak. Dalam permainan apapun, pasti ada yang menang dan kalah. Nggak pas kalau cuma mikirin menang aja. Harus dipikirin juga bagaimana kalau kalah,” ucap Gilang.
“Terus nurut Adek, apa yang perlu mbak sampein ke kawan-kawan. Besok kan mau ketemu lagi,” kata Dinda.

“Mbak sampein, gimana kalau strategi itu nggak mulus sesuai rencana dan terancam ngalami kekalahan. Jadi, harus siapin strategi kompromi. Karena fatsun sebuah pertarungan kayak gini, ya kompromi itulah,” Gilang memberi saran.

“O gitu ya, dek. Terus komprominya sama siapa? Kan ada tiga pasang calon nanti yang bertarung. Tim putih, tim merah, dan tim biru!” kata Dinda.

“Kalau hitungan adek, dengan tiga pasang calon, sulit buat menang sekali putaran, mbak. Walau ya nggak mustahil juga. Baiknya, siapin strategi atau plan B, yaitu dengan siapa nanti mau koalisi setelah pemilihan babak pertama. Di sinilah perlunya strategi kompromi dipikirin sejak sekarang,” lanjut Gilang, tetap dengan gaya santainya.

“Mbak kan di tim putih, dek. Katakanlah nanti yang lolos tim mbak sama tim merah. Apa mau tim biru bergabung sama kami. Wong selama ini persaingan kami cukup keras,” ujar Dinda.

“Lewat strategi kompromi yang apik dan berkesetaraan, adek yakin tim biru mau, mbak. Karena kalau biru bergabung sama putih, warna birunya kan tetep kelihatan. Beda jauh kalau biru bercampur sama merah, nggak tahu adek jadi warna apa sebutannya,” kata Gilang, kali ini dengan tersenyum tipis.

“Iya juga sih, tapi apa pun juga nantinya kan tetep warna kuning itulah yang ngebungkus adanya warna-warni ini ya, dek. Karena jaket almamater mbak kan emang kuning,” timpal Dinda, juga sambil tersenyum. (*)

*) Penulis, Wartawan Senior