Puisi Esai LK Ara
⸻
HATIPENA.COM
(1)
Di KM 18,5 Bireuen,
terdengar gemericik air menyapa batu-batu besar,
anak-anak menjerit riang di aliran sungai dangkal,
orang tua duduk santai di jambo-jambo bambu,
mata mereka menatap jauh,
mengucap syukur pada alam
yang terus memberi, meski tak selalu dipelihara.
Sejak puluhan tahun lalu,
Sungai Krueng Simpo sudah jadi panggung
bagi kehidupan sederhana,
tempat warga menepi dari hiruk-pikuk,
mengguyur penat dalam beningnya air,
melepas tawa di antara percikan
yang memantulkan cahaya matahari.
⸻
(2)
Mursal, si pengelola agrowisata, berkata:
“Kami tak hanya membangun tempat wisata,
kami membangun harapan,
menganyam mimpi sederhana dari sumber daya alam,
agar desa ini tak hanya dikenal karena sejarah,
tapi juga karena senyuman para pengunjung.”¹
Di lahan satu hektar itu,
berjejer pondok-pondok terbuka,
jalan setapak yang mengarah ke sungai,
arena bermain yang menunggu jerit tawa anak-anak.
Jambo permanen berdiri kokoh,
seakan berkata: “Di sini,
keluarga bukan hanya datang,
mereka mencipta kenangan.”
⸻
(3)
Krueng Simpo tak berdiri sendiri.
Di selatan, ada lokasi lain,
sungai yang sama, batu-batu besar yang sama,
air bersih yang mengalirkan riwayat,
dari Bireuen, Bener Meriah, Takengon,
semua datang mencari sejuk,
mencari tempat di mana waktu seakan melambat.
Ini bukan sekadar wisata.
Ini adalah wajah baru desa,
tempat ekonomi tumbuh dari mata air,
dari parkir kendaraan, dari pedagang kecil,
dari orang-orang yang percaya:
alam adalah sahabat,
yang jika dirawat,
akan membalas dengan kelimpahan.
⸻
(4)
Aku duduk di tepi Krueng Simpo,
menyaksikan batu-batu besar bisu
menyimpan rahasia masa lampau.
Air itu mengalir,
seperti doa yang terus dilafazkan,
seperti harapan yang tak pernah putus:
bahwa Bireuen akan terus juang,
tidak hanya dalam sejarah perang,²
tetapi juga dalam perang melawan ketertinggalan,
dalam perjuangan memajukan desa,
dalam cinta yang ditanam di tanah sendiri.
Di Krueng Simpo, Juli Bireuen,
aku belajar:
bahwa sungai tak hanya membawa air,
ia membawa kehidupan,
membawa janji,
dan membawa masa depan.
⸻
Catatan Kaki
1. Mursal adalah pengelola agrowisata Krueng Simpo, Juli Bireuen, yang telah menata lokasi seluas hampir satu hektar menjadi tempat wisata keluarga dengan pondok-pondok santai, arena bermain anak-anak, dan jalan setapak menuju sungai.
2. Bireuen dikenal sebagai “Kota Juang” karena perannya dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, termasuk pernah menjadi ibu kota Republik Indonesia sementara pada masa agresi militer Belanda kedua tahun 1948.